13. I'M SAD

43 31 6
                                    

[Ara's prov]

Aku sedikit kesal saat itu.

Mereka membuatku sedikit terkejut.

Itu ternyata Juan dan juga Sonya yang ada dibelakangnya. Sejak kapan Reza,Juan dan Aldi dekat dengan Sonya? Ah,aku kudet. Pasti aku melewatkan banyak kejadian selama koma. Aku cukup mengenal gadis itu. Dia lumayan populer di satu angkatannya. Setidaknya dia itu adek kelasku.

Tunggu! Ada seorang lagi!

Itu--ugh aku tak tau siapa gadis dengan pakaian comblang itu.

Maaf,tapi itu fakta!

"Ngagetin aja,lo," dengus Reza. Salahkan dia yang terlalu terkejut. Dia bahkan hampir jatuh bila saja Juan tidak langsung menangkapnya.

"Sorry," ucap Juan.

"Udah sadar,kak?" Sonya tersenyum padaku.

Aku mengangguk. Tampa senyuman. Juan selanjutnya berbicara,dan refleks ucapannya membuat Reza menonjok lengannya.

"Syukur deh. Reza 'dah bertekat nyusul lo kalau lo belum sadar juga,"

"Apaan sih lo?!"

Juan dan Sonya tertawa puas. Aku bahkan baru kali ini melihat seorang Juan tertawa. Dia terkenal dingin di sekolah. Diantara mereka bertiga,Juan adalah orang yang irit bicara. Namun sekarang dia tertawa?

Em,bisa dijadikan keajaiban dunia?

"Jadi dia siapa?"

Semua menoleh saat aku menunjuk gadis yang menunduk di pintu ruangan.

"Ah,dia yang akan mendonorkan darah sama kak Aldi,Kak," ucap Sonya dengan senyum sumringahnya.

"Ya,kata Dokter darah dia sama Aldi cocok. Jadi entar dia bakal donorin darahnya ke Aldi,"

"Serius lo Ju?!"

Reza tampak senang sekali mendengar penuturan Juan. Tawa bahagianya membuatku tersenyum tipis. Entah kenapa,tapi...

...aku menyukainya. Bukan,maksudku aku menyukai tawanya. Bukan seperti yang dipikiran kalian.

Dan juga,aku dan Reza cukup dekat. Dia adalah pria yang paling cerewet yang pernah aku temui. Aku hanya mendengar semua celotehnya,yang--

Ugh... percayalah,sangat unfaedah.

                           ***

Aku menatap nanar bangunan besar dihadapanku. Aku ragu melangkah masuk. Walaupun sebenarnya tidak ada yang salah,toh itu rumahku.

Kemarin,saat aku sadar aku langsung meminta untuk diperbolehkan pulang. Tapi dokter tidak setuju. Tapi setelah aku berdebat akhirnya dokter menyetujuinya.

Dan aku diperbolehkan pulang. Tapi aku masih menunggu untuk melihat Aldi juga sadar. Dan tadi pagi,Aldi sudah melewati masa kritisnya.

Coba tebak, Sonya langsung memeluk Aldi saat itu!

Ugh,mata suciku ternodai. Aku bahkan tidak tau kalau mereka sedekat itu.

Jadi disinilah aku. Setelah melihat Aldi sadar dan aku sudah meminta maaf padanya atas kecelakaan yang menimpa kami,Aldi dengan mudah memaafkanku. Dia tampak sehat. Bahkan geger otak yang dikhawatirkan tidak terjadi.

Saat ini,jam 20.15 malam,aku ngotot pulang. Semua tentu terkejut,terlebih Reza. Dia sempat menawarkanku untuk mengantarnya. Tapi aku menolak mentah-mentah.

Aku takut.

Aku juga tidak tau apa yang kutakutkan.

Setelah memantapkan diri,aku melangkah masuk ke dalah rumah yang bak istana itu. Aku yakin mereka tidak akan marah,karena mereka tidak akan khawatir. Mereka bahkan tidak mencariku.

Sorry,tapi...

....mereka orang tua brensek!

"Dari mana saja kamu satu minggu ini Rara Febriani?!"

Good. Datang-datang aku dihadiahi teriakan marah Papaku. Mama menghampiri lalu mengelus kepalaku. Tapi aku menepis kasar dan itu membuat Papa semakin geram.

"ARA!"

Aku menatap Papa berani. Dengan tatapan menantangku tentunya. Coba tebak.

Wajahnya memerah dan tangannya dikepal kuat. Aku yakin dia hendak menamparku kalau saja Mama tidak menahannya.

"KAMU?! ANAK KURANG AJAR! PULANG BIKIN ORANG TUA MARAH! KAMU TIDAK TAU SEBERAPA KHAWATIRNYA KAMI,HAH?!" Papa membentakku.

Aku menatapnya santai. Lalu tertawa. Tertawa hambar. Menertawakan apa yang Papa katakah. Hah?? Lucu sekali!

"Papa khawatir? Benarkah?"

"Dasar Anak Kurang Ajar!!"

Aku maju beberapa langkah. Mendekat ke depan Papa yang masih marah. Namun aku tidak takut. Aku jengah dengan kelakuan mereka! Aku eneg! Aku muak! Aku ingin sekali pergi dari keluarga ini!

"Dasar kamu anak durhaka! Taunya bikin orang tua sakit saja karna mikirin kamu!! Seharusnya kamu pergi dari sini!"

Aku mengepal tanganku kuat. Aku marah! Ya,aku sangat sangat marah! Sadarkah dia apa yang dia katakan?! Aku tidak perduli dengan Mama yang menangis. Aku akan tunjukkan bahwa aku juga bisa marah.

"YA,SAYA MEMANG ANAK KURANG AJAR!!!"

"ANAK DARI ORANG TUA YANG LEBIH MENTINGIN KERJAAN KETIMBANG ANAKNYA SEDIRI!!!"

"ANAK YANG BAHKAN ORANG TUANYA TIDAK TAU KALAU ANAKNYA MERINGKUK DI RUMA SAKIT!!!"

"KALAU SETIDAKNYA KALIAN KHAWATIR KALIAN PASTI SUDAH MENCARI SAYA !!! TAPI KALIAN LEBIH MEMILIH PEKERJAAN KETIMBANG ANAK KALIAN!!!"

"DAN MAAF... ANDA SAKIT BUKAN KARENA SAYA !!! TAPI KARENA ITU ADALAH KARMA BAGI ORANG YANG TAK PERNAH MENYAYANGI ANAKNYA!!!"

Mama tampak terkejut. "Apa sayang kamu masuk rumah sakit? Kamu kenapa?"

Aku tidak menanggapi omongan unfaedah Mama dan menatap Papaku yang bungkam. Aku melampiaskan emosiku! Aku mengatakan semua unek-unekku! Aku membuktikan sebetapa bangsatnya anak mereka. Aku menunjukkan bahwa aku membenci mereka.

"Dan satu lagi!" aku menatap tajam Papaku. "Bila anda ingin saya pergi,baik! Saya akan pergi! Saya juga tidak sanggup bersama kalian!"

Aku melenggos pergi setelah mengatakannya. Mama menghampiriku panik. Aku menepis kasar tangan mama benerapa kali yang menghalangiku untuk memasukkan pakaianku ke koper.

Maaf aku kasar,tapi aku terlalu emosi!

Aku membereskan semua barang-barangku lalu memasukkannya ke koper. Tidak lupa dengan tabunganku. Aku akan membutuhkannya nanti.

Mama terus terisak. Sedangkan pria bangka yang aku sebut Papa itu hanya diam. Menunduk.

Cih,aku tidak peduli. Aku menyeret koperku. Membawanya masuk ke mobilku.

Maaf,tapi aku berhak membawanya. Aku membelinya 2 tahun lalu dengan tabunganku. Dan kini aku berhak membawanya pergi bersamaku.

Aku pergi dari rumah. Dan tidak akan pernah kembali ke rumah itu lagi. Aku bahkan menangis saat aku didalam mobil. Sesekali aku meringis karena kepalaku yang sakit. Hampir saja aku menabrak pohon karena aku tidak bisa melihat jalan dengan jelas. Air mata menghalangi pemandanganku. Dan juga...

...oh,shit. Aku lupa,kalau aku sekarang rabun!

Aku harus menghubungin seseorang. Tapi siapa? Aku tidak memiliki kenalan lagi setelah aku putus dengan Vin--ralat maksudku Kairi dan bermusuh dengan Monic,Anasya dan Rere.

Sekarang siapa lagi?

Aku mengecek layar hp-ku sampai memutuskan untuk meneleponnya.

[Ara's prov end]

___________________________

Sorry typo(:

Bantu benerin kalau ada typo(:

10 Juni 2020
Jerniati Silalahi

Author bar-bar up

8 LETTERS  [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang