20. 8 LETTERS

28 16 14
                                    


Happy Reading:)

___________________

Jam sudah menunjuk pukul 17.15. Reza sangat bosan. Ia juga kangen sama Ara. Padahal mereka ketemu setiap di sekolah.

Reza sebenarnya sangat khawatir dengan Ara.
Pasalnya,sejak kejadian gadis itu di bullyng kelasnya. Ara lebih pemurung,jarang bicara dan seperti ketakutan. Ia bahkan tidak tau kenapa teman kelas Ara melakukan itu pada Ara.

Akhirnya Reza memutuskan untuk menemui Ara di kos an nya. Ia menyambar hoodie hitam dan keluar kamar.

"Mau kemana lo?"

Reza terperanjat.
Ia melotot kesal Kairi yang datanh tiba tiba mengagetkannya.

"Gak ada sopan santun banget sih lo," cibir Reza.

"Gue tanya lo mau kemana?" ulang Kairi.

"Kepo!" cibir Reza. "Bilang sama Mama gue keluar."

"Hmmm,"

***

Ara masih berdiri berputar putar di depan pintu kos Lala. Ia cemas Lala belum pulang juga. Apa karena Lala kerja? Yah,memang sekarang jadwal Lala bekerja. Tapi biasanya Lala akan pulang dulu ke kos an baru berangkat kerja sebagai pelayan di restoran.

"Huhh,dia bahkan gak kirim pesan sama sekali," gumam Ara cemas.

Ia masih menunggu. Sesekali ia memerhatikan jam ponsel. Pukul 18.00.

"Ara!"

Ara terperanjat karena Reza tiba tiba datang. Pria itu tersenyum lebar kepada Ara.

"Ngapain lo kesini?" tanya Ara ketus. Ia berusaha menyembunyikan rasa cemasnya.

"Gue kangen sama lo," jawab Reza. "Jalan jalan ke sekitar sini yuk!"

"Kemana?"

"Lo pasti belum makan. Kita makan bareng,"

Ara tampak menimbang. Ia ingin menunggu Lala disini. Tapi mungkin tawaran Reza tidak bisa ia tolak. Dia bahkan belum makan sejak tadi siang.

"Oke,tapi gue yang milih restorannya,"

Reza mengangguk semangat. Ia menarik tangan Ara untuk masuk ke mobilnya.

"Oke kita ke restoran mana?" tanya Reza.

"Lurus aja terus entar gue kasih tau lagi,"

Reza mengangguk. Lalu mulai fokus menyetir. Rasa canggung menyelimuti keduanya. Reza menyalakan musik untuk mengurangi kecanggungan.

Lagu yang dia putar adalah lagu yang berjudul:8 Letters.
Lagu yang sangat sesuai dengan isi hatinya.

You know me the best

You know my worst,see me hurt,but you don't judge

That,right there,is the scariest feeling

Opening and closing up again

I've been hurt so i don't trust

Now here we are

Staring at the ceiling

Keduanya menyimak baik makna lagu tersebut. Reza tersenyum. Sedangkan Ara membeku.

I've said those words before but it was a lie

And you deserve to hear theam a thousand times

If all it is is eight letters

Why is it so hard to say

If all it is is eight letters

Why am i in my own way?

Reza mematikan musik. Tatapannya tetap fokus ke depan. Ara menatap Reza lama.

"Seperti lagu itu,Ra," kata Reza. "Hanya untuk mengatakan 8 huruf,tapi sangat sulit. Hanya mengatakan I LOVE YOU. Tapi sangat sulit,"

Gadis itu merasakan jantungnya yang berdebar keras. Pipinya terasa sangat panas. Ia pastikan saat ini wajahnya memerah.

"Belok kiri lalu lurus. Setelah dapat perimpangan belok kanan," kata Ara memberi intruksi.

Tatapannya tidak menatap Reza tapi menatap keluar jendela. Ia tidak mau Reza menatap wajahnya yang memerah.

"Sejak kapan gue punya penyakit jantung?" batin Ara.

Reza menurut saja dan fokus mengemudi. Perasaannya lebih tenang karena menyampaikan isi hatinya.

25 menit kemudian mereka sampai. Restoran itu tidak terlalu mewah. Juga tidak terlalu kecil. Sederhana dan indah. Lampu kerlap kerlip menyambut kedatangan setiap pelanggan.

"Lo udah pernah ke sini?" tanya Reza.

Ara mengangguk. Tapi mengalihkan pandangannya dari Reza. "Ini tempat kerja Lala,"

Reza ber "oh" ria saja.
Mereka berdua masuk dan memesan makanan.

Reza hanya memesan coffie. Karena dia tidak lapar. Ara sendiri yang entah kenapa tadi sangat lapar. Sekarang sangat kenyang. Ia juga malah memesan minuman yang sama dengan Reza.

"Lo kenapa? Gak lapar?"

Ara menggeleng. Lalu menunduk.

"Pesan makanan gih. Kalau lapar gak usah ditahan," kata Reza.

"Gue gak lapar,za. Jangan maksa," ketus Ara.

"Lo kenapa sih? Tatap gue,Ra!" Reza menangkupkan kedua tangannya ke wajah Ara. Membuat Ara menatap wajah Reza.

"Lo kenapa? Muka lo merah,lo sakit?" tanya Reza cemas.

Ara menggigit bibirnya yang menurut Reza lucu. Lalu menggeleng.

"Ngomong kek Ra,"

"Enggak,Za. Gue cuman...mendadak pengen pulang," Ara melepaskan tangan Reza lalu kembali menunduk.

"Eh? Lo kurang enak badan? Ya udah kita pulang," kata Reza.

Ia menarik tangan Ara lalu memeluknya. Menuntunnya masuk mobil.

"Ra,gue udah bayar uang bengkel mobil lo," kata Reza setelah di mobil.

"Eh?"

"Gue gak mau lo slalu pulang jalan kaki. Kalau gue tawarin lo buat ngantar lo pulang pasti lo nolak,"

"Mkasih," kata Ara.

"Hmm,besok mungkin tukang bengkel bakal bawa mobil lo,"

Ara mengangguk.

Jalanan sepi dan gelap. Yah,itu wajar. Jalan ke tempat Ara pulang memang sepi. Apa lagi bila sudah jam 20.20 begini.

Mata Ara memerhatikan seseorang yang berjalan sendiru di pinggir jalan.

"Za,kita boleh ajak tuh orang pulang bareng?" tanya Ara.

Reza mengikuti arah pandangan Ara dan mengangguk.

Mereka keluar dan menemui orang itu.

"Eh,permisi," kata Ara. "Kalau lo gak keberatan lo bisa ikut sama kami,"

Orang itu yang Ara sadari seorang gadis,menoleh ke arah mereka.

"Lah,Lala?"

***

Jejaknya kakak:)

Jerniatisilalahi
02 Juli 2020

8 LETTERS  [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang