07: Khawatir

465 115 27
                                    


𝟎𝟕
𝐊𝐡𝐚𝐰𝐚𝐭𝐢𝐫

      "Rapotnya jangan lupa dibubuhkan tanda tangan ortu lo, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rapotnya jangan lupa dibubuhkan tanda tangan ortu lo, ya."

Seminggu berlalu setelah ulangan tengah semester genap. 14 perempuan lolos KKM meski kebanyakan dari mereka nilainya pas-pasan. Sedangkan para lelaki Ketupat yang malas belajar dibuat keheranan karena nilai-nilai Takuya Sagara yang sangat tidak realistis buat orang-orang yang masuk di kelas ini.

Semuanya 100 kecuali Bahasa Indonesia dan Biologi. Untuk dua bidang studi ini Aga tidak remidi dan nilainya masih tergolong aman. Berturut-turut cuma 80 dan 94.

Aga mengambil lembaran hvs yang diberikan oleh Chandra. "Terima kasih. Dan ini harus dikumpul kapan?"

"Selasa―Aduh! Baru inget!"

Chandra hampir saja melupakan hal penting yang harus disampaikannya. Si ketua kelas pun tak lanjut menjawab pertanyaan Aga dan segera naik ke podium kelas―biasa digunakan sebagai pijakan kaki penambah tinggi bagi siswa-siswi bertubuh pendek tapi harus menulis tinggi di papan.

Tek-tek-tek.

Kelas 11-IPA-4 yang mulanya polusi suara perlahan berkurang intensitasnya saat mendengar bunyi ketukan ujung spidol pada papan tulis yang merupakan tanda khusus dari Chandra Ali untuk menarik perhatian seisi kelas.

"Langsung aja, Chan," kata Kairo. Mempersilakan Chandra untuk memulai pengunguman.

"Tempat duduk harus di-rolling. Harus cewek-cowok dan nggak boleh diubah sebelum kenaikan ke kelas 12."

"YAHHH! KOK GITU SIHH!"

"Bikin perkara aja Pak Gavin ni!"

Begitulah. Kalau urusan mengeluh, protes, dan julid kelas ini ranking satunya. Bahkan keributan kelas ini bisa terdengar sampai ke kelas IPA-1.

"Chandra," Aga memanggil ketua kelasnya. Satu tangannya yang terangkat pun diturunkan saat berhasil menarik atensi si kepala suku Ketupat. "saya ingin duduk dengan Wendya."

"HAH? SAMA WENDYA?"

Seketika kelas itu bungkam seribu bahasa setelah mendengar pekikan dari mulut Ros.

"Tok, tok... " Kepala bervisual cantik yang terpasang di tubuh sumber pemicu keheningan Ketupat saat ini tiba-tiba menyembul di ambang pintu kelas. Jelas sekali Wendya telah menyelesaikan panggilan alam yang sangat menganggunya.

Gadis itu kebingungan. Tatapannya seketika mengarah ke seluruh penjuru kelas saat menyadari situasi kelasnya tiba-tiba jadi pasif begini. Biasanya juga kan kelewat aktif sampai bikin guru-guru emosi.

"Kalian semua abis dimarah guru?"

26 orang di sana kompak menggelengkan kepala, namun tak satupun berniat bersuara.

Delapan [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang