| tiga puluh delapan |

579 70 10
                                    

Aku mencoba membuka mataku dengan perlahan, kini rasanya sekujur tubuhku terasa sangat sakit. Mulai dari rahang, kaki, pinggul, dan kepalaku. Bahkan saat aku meringis saja, rahangku terasa sangat sakit, mungkin akibat tamparan yang bertubi-tubi dari mereka.

"Mina?" Aku menengok ke arah suara tersebut, dan tertegun melihat Jaehyun yang kini sedang di hadapanku.

"Are you okay? Lo ngerasa ada yang sakit nggak? Gue panggilin dokter aja ya?"

Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, dia sudah pergi keluar untuk memanggil dokter. Ku lihat sekeliling, ah sepertinya aku dibawa ke rumah sakit oleh Jaehyun, tapi, apa dia tidak merasa jijik dengan penampilanku tadi? Tubuhku sangat bau dan penampilanku sangat buruk, tetapi sekarang aku sudah bersih dan memakai pakaian rumah sakit.

Tak lama kemudian, Jaehyun datang bersama seorang dokter dan suster. Dokter menanyai perasaanku, aku menjawab dengan tenang, dan suster menyuntikkan kembali cairan infusku . "Keluarganya belum ke sini?" tanya dokter yang kulihat dia bernama Steve Ardinata.

"Sudah saya hubungi dok, kayaknya sebentar lagi akan datang." Dan benar, setelah Jaehyun berkata, keluargaku datang dengan ekspresi yang sangat khawatir. Sepertinya tadi mereka berlari untuk menuju kemari.

"Ya Tuhan, Mina..." Bunda berjalan menghampiriku sambil menangis. Aku menyambut pelukannya. "Kenapa kamu bisa kayak gini sih? Kenapa nggak cerita sama Bunda?"

Bunda mengusap luka yang berada di bawah bibirku dengan perlahan. "Kamu nggak pa-pa kan?" Aku mengangguk pelan lalu memeluknya lagi. Dibalik punggung Bunda, kulihat Ayah sedang berbicara dengan Dokter Steve dan Jaemin sedang menatap Jaehyun intens.

"Kamu temennya Mina?" Bunda melepaskan pelukan dan menanyai Jaehyun yang berdiri di sisi kiri ranjang. Jaehyun menyalami Bunda dengan sopan, "Iya tan, saya temen Mina. Maaf ya tante, saya telat ngehubungin tante. Saya udah ngabarin sahabat-sahabat Mina, tapi mereka lagi nggak bisa langsung dateng, kayaknya mereka juga sebentar lagi bakalan dateng."

"Saya juga ngehubungin tante lewat ponsel Mina. Mina, sorry ya gue ngebuka-buka ponsel lo." Lanjutnya.

Aku mengangguk pelan sebagai tanda tidak keberatan, Bunda mengusap rambutku dengan sayang. "Terima kasih ya..."

"Jaehyun, tante."

"Terima kasih ya Jaehyun, sudah mau direpotkan dengan membawa Mina ke rumah sakit."

Jaehyun tersenyum, "Iya nggak pa-pa tante. Saya juga dibantu sama temen-temen yang lain, karena mereka ada urusan jadi nggak bisa nunggu Mina."

Ah, ternyata Jaehyun tidak sendiri membawaku kemari. Aku bisa membayangkan betapa merepotkannya dia saat membawaku kemari sendiri.

"Mina, kamu lebih baik istirahat dulu aja ya." ujar Ayah setelah selesai mengobrol dengan dokter. Dia mengusap rambutku dengan pelan, aku bisa melihat raut kecewa dan cemas di wajahnya.

"Nak Jaehyun?" tanya Ayah dan Jaehyun pun mengiyakan. "Duduk kesitu sebentar ya, saya mau bicara sama kamu." ajak Ayah.

Aku melihat mereka sudah duduk di kursi yang tersedia di ruangan ini. Jaemin juga sudah disana, tetapi dia dari tadi masih terdiam. Bahkan sekedar menanyakanku saja tidak.

Aku penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, tetapi tiba-tiba saja aku merasa mengantuk, mungkin ini efek dari obat yang dokter berikan padaku tadi. Ah, padahal aku sangat penasaran.



----

Saat bangun dari tidur, aku merasa tubuhku sedikit membaik, tidak sesakit sebelumnya. Aku menengok pada jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ah, sudah berapa jam aku tertidur? Tidak ada keluargaku disini, yang berarti aku sekarang sendiri. Tapi, aku sepertinya salah. Saat hendak turun dari ranjang karena aku ingin buang air kecil, suara pintu toilet terbuka dan orang yang keluar dari sana membuatku terdiam. "Se.."

"Mau kemana?" Dia berjalan menghampiriku dengan raut wajah yang datar.

"Toilet." jawabku pelan. "Ayo, aku anter." Dia memapahku untuk ke toilet, ah aku bisa merasakan betis ku masih terasa sakit jika dibawa untuk berjalan.

Sehun menungguiku didepan pintu toilet, dan memapahku lagi untuk kembali ke ranjang. Aku merasakan hawa kecanggungan dari kami, aku tidak tahu harus mengatakan apa, dan aku yakin Sehun pasti marah denganku.

Aku memutuskan untuk tidak kembali berbaring, tetapi duduk sambil bersandar di ranjang. Sehun juga sudah duduk di depanku, jadilah kami berhadap-hadapan. Aku bisa melihat raut kecewa dan marah di wajah Sehun, persis seperti raut wajah Ayah tadi yang kulihat sebelum tidur.

Tangan Sehun terulur mengusap luka yang  berada di sudut bibirku, dan mengusap pipiku perlahan. "Maaf.." ujarnya lirih.

Aku memegang lengannya, "Ini bukan salah kamu." jawabku sama lirihnya.

"Kenapa kamu nggak cerita? Apa kamu udah nggak percaya lagi sama aku? Aku panik banget pas ditelfon kalau kamu masuk rumah sakit. Aku ngerasa nggak berguna, Mina."

Aku menggeleng lagi, "Maaf. Maaf. Bukannya aku nggak percaya sama kamu. Kamu sibuk, dan aku nggak mau ngeganggu kamu." ujarku.

"Mau bagaimanapun, kamu pacar aku. Aku bakal ngusahain biar kamu jadi prioritasku. A--"

"Ya, aku salah. Maaf. Aku nggak tau jadinya bakal kayak gini. Sebenernya aku mau cerita sama kamu, tapi menurutku waktunya tidak pas. Jadi aku rencananya mau cerita sama kamu nanti."

"Apa waktu kamu nelfon aku kemarin?" Aku mengangguk, dan Sehun berdecak juga mendendesahkan namaku. Kemudian Sehun memelukku dengan erat.

"Aku ngerasa bersalah banget ngeliat keadaan kamu kayak gini. Apalagi ngeliat tatapan kecewa dari Ayah kamu, aku udah lalai dalam ngejaga kamu."

"Maaf juga, aku emang lagi sibuk minggu-minggu ini. Jadi jarang ngehubungin dan ngunjungin kamu, maaf."

Aku hanya mengangguk didalam pelukan Sehun yang terasa sangat nyaman, apalagi Sehun sesekali mengusap punggungku dengan pelan.

"Mungkin, untuk beberapa hari kedepan kamu nggak usah keluar rumah apalagi ke kampus dulu."

Aku mengerenyitkan dahi sambil menatap Sehun dengan penuh tanda tanya. Sehun mengangguk dan tangan kanannya mengusap dahiku pelan. "Ya, aku udah tau mereka siapa."

"Kamu—"

"Mereka udah di drop out dari kampus, juga kasus ini udah aku bawa ke ranah hukum," Aku terkejut. "Sayangnya mereka udah nyebarin identitas kamu. Berita udah kesebar dimana-mana. Kamu sabar ya, pasti kita bakal ngelewatin ini bareng-bareng, aku janji, kamu juga janji ya?"

"Kamu serius ngebawa kasus ini sampe ke hukum?" tanyaku masih tidak percaya.

"Ya. Ini sudah sangat sangat keterlaluan." ucapnya dengan emosi, terbukti dari rahangnya mengeras.

"Maaf, karena fans-ku.."

"No, mereka nggak pantes disebut sebagai fans." selaku. Sehun mengangguk, "Aku percaya, fans-ku diluaran sana pasti banyak juga yang ngedukung kita. Kamu janji ya, bakal sama aku terus?"

Aku tersenyum sambil mengangguk. Kami pun saling memeluk lagi diatas ranjang rumah sakit, keheningan menyelimuti kami, sampai Sehun mengucapkan perkataan yang membuatku ingat dengan salah seorang yang membawaku kemari. "Jujur, aku sempat cemburu banget ngeliat temen kamu-Jaehyun- ada disini, nungguin kamu, dan ngobrol-ngobrol sama keluarga kamu."

Aku hanya tertawa kecil mendengarnya kemudian kembali memeluk Sehun dengan erat.

Ah, Jaehyun. Aku ingat, kalau aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepadanya dan teman-teman yang membantuku kemari secara pribadi.






======
Sabtu, 13 Juni 2020
======

Holaaa, aku update lagi!!

Aku tunggu ya vote & komenannyaa💜

Menuju ending nih, siaaap nggakk?🔥🔥🔥

My Boyfriend Is Idol (END) | Oh Sehun x Myoui Mina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang