PART 20 | ANCAMAN

252 23 0
                                    

UNDERSTOOD?
.
.
.
.
.
HAPPY READING!

Amel keluar dari pekarangan rumahnya sambil memperhatikan keadaan sekitar. Dino belum menjemputnya.

Dia sengaja berangkat lebih pagi agar laki-laki itu tidak mengantarkannya ke sekolah. Ia masih kecewa dengan apa yang dilihatnya kemarin. Ini bukan hanya tentang janji tapi juga kepercayaan, dan dino sudah menghancurkan kepercayaannya.

Tinn tinn

Terdengar suara klakson mobil. Suara klakson mobil yang beruntun membuat ia agak tersentak, dengan seketika dia menyingkirkan tubuhnya lebih ke pinggir jalan.

"Kalo nyetir yang bener dong, Mbak! Orang ini udah minggir."

Amel berteriak kepada pengendara mobil itu yang kebetulan kacanya terbuka. Yang diteriaki tidak menyahut dan malah santai melajukan mobilnya lebih kencang.

"Lho itu ... cewek kemarin, kan?"

Amel mengingat-ngingat wajah perempuan yang kemarin berboncengan mesra dengan pacarnya, Dino.

"Iya! Itu dia!" sentak Amel mengingat jelas.

Amel segera ke tengah jalan untuk menyeberang, ia melambai-lambaikan tangannya ke arah tukang ojek yang biasa mangkal di perempatan.

"Pak, jalan cepet! Ikutin mobil itu!" titah Amel menepuk-nepuk pundak tukang ojek tersebut.

"Mobil yang mana, Neng?" tanya tukang ojek itu dengan gerakan slowmotion-nya.

"Yang itu!" tunjuk Amel namun tukang ojek tersebut sepertinya telmi.

"Yah ... ya ... yaahh.... Ah, si Mamang sih lama! Mobilnya jadi ilang, kan!" sungut Amel kesal.

"Yah ..., Neng. Namanya juga belum konek. Masih pagi, Neng," bela tukang ojek tersebut.

"Yaudah, nggak jadi, Mang!" putus Amel.

Dengan wajah cemberut, Amel turun lagi dari motor tukang ojek itu yang sudah siap menggas motornya.

"Yah ..., Neng. Udah ready, nih. Masa nggak jadi?" tanya tukang ojek tersebut.

"Tau ah! Mamangnya sih lama!"

Amel melengos lalu meninggalkan tempat itu dengan berjalan kaki. Niatnya, ia ingin naik angkot lalu berjalan kaki menuju sekolahnya. Lumayan sambil olahraga.

Amel menatap ke arah jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.

"Duh, bahaya nih. Jam segini 'kan Dino udah ke rumah," gumam Amel.

Amel mulai waswas, melihat ke depan dan belakang jalan. Takut-takut ada motor Dino yang melintas. Jujur, untuk saat ini dia belum mau bertemu laki-laki itu.

Mungkin satu persen kepercayaannya pada Dino sudah menghilang, mengingat kejadian kemarin laki-laki itu yang mesra-mesraan dengan perempuan lain.

Apa Dino selingkuh? Atau lebih tepatnya, menduakannya?

Ah, tidak mungkin! Masih ada 99% kepercayaan pada laki-laki itu yang mengatakan pemikirannya salah. Ada sebagian dari dirinya yang sangat menyangkal akan kenyataan tersebut.

Tiinn Tiinn

Amel terdiam. Pikiran dan hatinya berhenti berdebat. Telinganya sangat jelas mendengar suara familier dari klakson di belakangnya ini.

"Ugh, please. Gue gak mau ketemu lo, Din," ringis Amel lirih.

"Kenapa jalan duluan? Lomau ke sekolah nggak bareng gue?" tanya Dino lembut, dia tersenyum memahami. Amel pasti masih marah soal semalam.

Understood? (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang