thirty two

333 55 16
                                    


Tiga hari lalu.

Felix sempat cerita ke Seno tentang masalah pribadi nya. Dia bilang kalau orang tua nya lebih men superior kan kembaran nya dari pada dirinya sendiri. Seno yang gak tau mau ngapain secara kerja udah selesai, duduk berdua doang di teras sama ponakan, akhirnya mau gak mau di dengerin.

"Mom always gives Caron the first breakfast, also kisses her when she wants to go to school," kata Felix, sambil ngelap ingus. Seno merasa, disgusting. Ya sebab gitu doang dipermasalahin? Mau nyela tapi gak sopan, akhirnya didengerin sampe abis, "Gue tidak keberatan paklik setiap kali mom kisseu Caron sedang gue tidak, gue lelaki, tapi they always give she is the first. Anything, everything. When exactly Caron melakukan kesalahan, yang jadi sasaran selalu gue. Because of that i almost every day tubir with her. Cause iam jealous paklik, tidak bohong."

Seno pusing sendiri dengernya.

"Terus? Loe jeles dan loe jadi begidakan macam gini?" Tanya Seno ngikutin gaya bicara Felix.

"Begidakan what's mean?"

"Hyperactive."

Felix tersenyum kecil, "Loe benar paklik. I covered my disappointment by acting like this, gue paling tidak suka galau galau terus. For what? Buat jantung makin sakit saja."

"Hati," Seno menyela.

"Eh iya hati."

Sepasang ponakan om itu kembali diam, menatap bintang bintang. Seno menghela nafas pelan, mungkin didepan Seno memandang remeh masalah Felix, tapi sesungguhnya, pria itu sangat ingin berteriak YOU DID GREAT CHILD!!! Demi apapun, kalau bisa Seno pingin peluk Felix, tapi gengsi. Ya, Seno pernah ngerasain hal kaya gitu, tapi sudah bertahun tahun lama nya. Yang tersisa hanya kenangan bajingan. Mungkin konteks nya beda dengan yang ponakan nya itu rasakan, tapi juga terhitung masalah keluarga.

Belasan tahun lalu, saat Seno masih duduk di bangku SMP, tiba tiba ayah nya mencerai kan sang bunda, dan membawa wanita lain ke rumah. Seno yang gak tau apa apa cuma bisa berlindung di balik pantry dapur saat sang ayah mulai melempar barang ke arah sang ibu. Satu gelas kaca menubruk perut bunda dan jatuh berkeping keping, Seno yang melihat itu kemudian geram dan berlari melindungi ibu nya saat ayah mulai melempar barang pecah belah lagi sambil mengumpat jika bunda adalah istri yang tidak becus.

prang

Piring porselen itu menabrak kepala bagian kiri Seno, mengikis setidak nya 8 cm dengan total 6 jahitan. Sampai saat ini masih ada, cuman tertutup anak rambut.

Seno dirawat di Rumah Sakit, sedangkan Bunda drop dan sempat frustasi hingga dilarikan ke Seattle atau tempat pengobatan korban kekerasan. Butuh 2 bulan lama nya hingga semua benar benar pulih, grandma dan grandpa dari ayah memihak mereka, hingga menyadari mantan ayah nya sudah tinggal di rumah baru dengan wanita busuk itu. Meninggalkan rumah mereka dulu, meninggalkan ibu, serta meninggalkan kilatan amarah pada mata seorang anak umur 14 tahun.

Dua tahun kemudian, Ayah nya kembali dengan penampilan semrawut. Harta benda hilang, memang benar wanita haus uang. Dengan nyali berlutut pada bunda sambil menangis dan minta maaf se tulus tulus nya, berhasil membuat bunda luluh dah akhirnya kembali rujuk. Seno tidak bisa apa apa selain menerima, toh sebelum masalah itu mereka keluarga yang harmonis juga. Tapi jangan harapkan ia bisa kembali akrab dengan ayah nya, yang secara tidak langsung membuat tembok pembatas.

Ia sangat ingin sekali menangis tiap malam saat mendengar suara ayah nya di rumah, teringat makian yang beliau lontarkan pada sang ibu. Tapi Seno selalu ingat perkataan bunda, kamu itu lelaki, apa perlu menangisi hal kecil? Dua kalimat itu, yang menjadi sandaran nya begitu kenangan buruk itu melintas kembali di otak nya. He is trauma.

Kemudian hidup berpisah dari kedua orang tua nya membuat Seno berubah 180 derajat. Gila kerja, tidak kenal waktu istirahat, kerja sampai malam, pulang tidur buat berangkat lagi besok pagi. Begitu seterusnya, sampai saham perusahaan melonjak tinggi dari yang ditargetkan, serta tumbang nya Seno hingga di larikan ke UGD. Bukan apa apa, Seno hanya mencari waktu, ia percaya time heals itu beneran ada. Waktu menyembuhkan segala nya, termasuk trauma.

Tapi tidak se instan itu, kadang suatu malam Seno menangis di kamar mandi kamar nya dengan tangan memegang sebuah putung rokok yang masih menyala. Prang, lemparan piring itu terdengar lagi. Seno makin menjadi, menutup kedua telinga dengan badan bergetar hebat. Dan tebak siapa yang menemukan nya dengan kondisi seperti ini hari itu?

Yessy.

Adik perempuan Chandra itu berniat ingin mengambil Tupperware rendang yang mami nya berikan pada Jade dan Seno. Saat tak kunjung menemukan pemilik rumah, gadis itu nekat masuk ke kamar sohib Abang nya.

"Om!" Yessy berteriak begitu membuka pintu kamar mandi, menemukan Seno yang setengah hilang kesadaran sambil terus terisak. Gadis itu langsung menjauhkan Putung rokok sang empu, kemudian memeluk badan Seno yang basah. Lelaki 32 tahun itu hanya terdiam di pelukan yang lebih muda, tangan nya yang masih bergetar hebat digenggam oleh Yessy.

Kejadian itu sekitar berminggu  Minggu yang lalu, oleh karena itu, Seno tidak akan melepaskan Yessy. Selain gadis itu adalah cinta pertama nya, Yessy juga yang bisa menenangkan Seno dari trauma.

"Paklik," tangan Felix tiba tiba memukul bagian belakang kepala Seno.

"Heh! Kurang ajar!" Gantian Seno yang menarik hidung sang ponakan.

Felix meringis, "Ya habis nya paklik dari tadi gue panggil tidak jawab jawab, memikirkan apa sih?"

"Ha? Kapan loe manggil paklik?"

"DARI TADI!" Felix ngegas, "I'm afraid paklik kesurupan mangkannya aku betot kepala paklik."

Seno cuman cengo, jadi dari tadi dia ngelamun?

"Aku lanjutkan ya paklik," Felix duduk tegap, menyambung cerita. "Salah tidak sih paklik kalau gue mulai membenci mom dad? Like, They were all just thinking about that bastard Caron, even though I brought my first cup they were no surprise at all. Anak tengil itu juga, dia suka sekali mencari masalah dengan gue. Act seperti dia benar saja, gue muak paklik. When they forced me not to cry, it was really difficult. Gue malas harus pulang, gue tinggal dengan paklik saja ya?"

"GAK!"

"Loe jahat sekali paklik."

Seno memijat pelipisnya pelan. Permasalahan Felix ia rasa mulai serius, pemuda itu bahkan mulai memikirkan apa ia boleh membenci ibu dan ayah nya. Seno mendudukkan badan nya tegak dengan siku bertumpu pada paha, "Dengarkan paklik, Felix."

"Jaga selagi ada, pertahanan selagi utuh. You can't choose to hate your mother and father when you realize they pay less attention to you, ketika kamu memutuskan untuk membenci, maka selama nya akan rasa itu akan tertanam di hati. Trust me, paklik pernah seperti ini. Think with clear mind, bisa saja your mom and your dad melakukan ketidakadilan seperti itu untuk mendorong kamu untuk sukses. You passed 20, tentu kamu harus nya bisa mengontrol emosi? Fight me if iam wrong."

Felix terdiam.

Seno juga diam.

"And little you know, they love you more than my father loves me. Kamu hanya butuh pelarian, dan kembali lah menjadi anak yang patut dibanggakan."

Felix memberanikan diri bertanya mengenyampingkan pikiran nya yang kalut, "So? Apa yang harus gue lakuin paklik?"

"Cari girlfriend."

MORISCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang