Chapter 17

431 24 0
                                    

Rey POV

Hailey masih dalam kondisi buruk. Yah.. kau bisa bilang begitu. Masuk sekolah masih terlaksana. Yah, dia memang anak rajin. Dan pintar.

"Hailey, apa kau mau jajan?" Tanya Nurul sambil menggoyangkan bahu Hailey yang sedang tertidur-ish di meja.

"Tidak terima kasih" katanya lemas. Nurul sepertinya tidak ingin menggangunya lebih banyak maka dia pergi.

Dia bangkit dan merogoh tasnya dan mengambil roti isi. Hah, kurasa dia tidak dapat diam dan tetap lesu tanpa makan.

"Ley, aku tahu kau sedih, tapi Fio masih belum mati, maaf, dia tidak mati! Kau harus bahagia dikit" hibur Andita sambil mencoba memakan roti isi Hailey.

"Aku-- aku tak apa Dit. Aku hanya-- maksudku, dia-- aku harusnya memperingatinya lebih!! Aku tahu ada sesuatu tentang Fikri namun aku masih membiarkannya mengajak Fio berkencan! Bukankah--bukankah aku salah?" Katanya panjang lebar. Aku cukup terkejut, bahwa orang selemas itu dapat mengucapkan kata sebanyak itu.

"Tidak, itu bukan salahmu saja, aku juga mengira Fikri itu bahaya namun tetap saja aku mendoakannya supaya cepat sembuh dan aku yakin Fio tak ingin kita berlemas selama dia sakit. Bukankah kau ingat? Fio bilang jika kita pergi, dia akan berpesta, kita--kita harus berpesta juga" kata Andita dengan mata berair.

"Aku tak bisa. Bisa--bisakah kau tinggalkan aku dulu?"

"Yeah, tentu" kata Andita lalu pergi.

Kenapa aku khawatir? Tiba-tiba aku punya dorongan untuk mendorongnya. Biasanya.. walaupun dia temanku, aku akan coba tidak ikut campur, tapi sekarang aku merasa ikut.. sedih.

Melihatnya terbaring lemas di mejanya membuatku merasa.. ntahlah, semuanya. Semua rasa sakit yang ada.

Ntahlah.

Hanya, ntahlah.

***

Hanya keluarga hah? Keluarga my *ss!! Ahh, f*ck!! Aku stres sekali. Aku memandangi rumah sakit lalu beranjak pulang. Heuhh, dia baru dirawat satu hari namun aku sudah khawatir setengah mati.

Berjalan melalui trotoar lalu naik motor pulang ke rumah. Aku sangat ingin membanggakan diri karena sudah berumur 17 dan menaiki motor kemana-mana, namun aku terlalu lesu buat bergaya.

Ampun, catatan untuk diri sendiri, jangan parkirkan motormu terlalu jauh.

"Hey, Hailey! Datang untuk menjenguk?" Teriak Dina dari belakang. Aku hanya menjawab dengan anggukan.

"Yah, aku juga diusir. Kau sedang jalan ke parkiran motor? Aku juga. Ke parkiran mobil tapinya, ayahku menunggu di sana." Kata Dina yang mengikutiku berjalan ke parkiran. Rumah Sakit terkutuk!! Parkiran kok di taroj 1 km dari rumah sakitnya?

"Jadi, kau masih.. terpuruk?" Katanya tiba-tiba.

"Jangan panggil aku terpuruk" ujarku sambil menyenggol pundaknya.

"Aahhh, jadi, ayo ganti topik? Bagaimana kabar Rey?" Tanyanya dengan senyum menggoda.

"Sama seperti semula. Buta." Kataku sambil mencoba melukiskan senyuman pada wajahku.

"Ohh, Hailey yang manis. Aku ingat saat kau masih clueless tentang cinta, sekarang, haaahhh" kata Dina sambil merangkulku.

"Diamlah" kataku sambil menghempaskan rangkulannya

"Ahh, di sana!! Senyuman yang asli daru seorang Hailey Geralda!!" Kata Dina sambil memegang kedua pipiku. Tanpa kusadari aku memang tersenyum. Namun kilasan memori tentang hari itu membuat senyumanku menghilang, seperti ombak yang menyapu bersih tulisan pasirku di pantai saat aku masih 7 tahun

If OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang