Chapter 22

288 16 0
                                    

Rey POV

Sungguh, sejak kemarin, aku sudah menemuka satu orang yang mampu membuat roh hidupku melayang dengan beberapa kata. Mamanya Hailey.

Rambut keritingnya yang ditata rapih, nada suaranya dan mata tajam yang tertutupi kacamata membuatku merinding tiap aku mengingatnya.

Sekarang aku menaiki motorku ke sekolah. Masih memikirkan apa Mama Hailey telah berhasil memaksa Hailey putus denganku. Lalu, seperti dunia akan memberi jawaban 'Ya', Hailey sedang berjalan ke sekolah.

Hailey. Pasti dia meninggalkan kunci motornya di sekolah lagi. Pantas dia jalan. Huh, Hailey sering sekali kelupaan bahwa dia bisa naik motor kemana-mana sekarang.

Whooossss!!!!

Ada sebuah motor yang melaju sangat cepat. Jika aku tidak tahu lebih baik, aku yakin ini Fio. Sampai sekarang aku bingung di manakah polisi saat Fio naik motornya. Juga.. bukankah Fio cewek? Kenapa dia nekat berkendara segila itu?

Aku memarkirkan motorku dan Hailey belum sampai ke sekolah. Tadi aku lihat dia sedang ada di gerbang depan sekolah, kami memang hanya boleh lewat gerbang belakang kalau pagi-pagi--kecuali kalau ga ada guru--maka aku tunggu di PKL dan bersembunyi di sana.

Beberapa menit kemudian, Hailey datang, telah melepas jaketnya dan sedang berjalan sambil melipat jaketnya. Aku berencana menghampirinya namun aku terhenti. Bukan karena apa.. tapi..

Kenapa..

Kepalaku tiba-tiba pusing dan mataku.. penglihatanku.. tiba-tiba buram untuk sesaat. Wow.

Aku mengambil bungkusan tetes mata dari tasku lalu meneteskannya pada mataku. Biasanya ini bekerja.

Aku menghela napas. Penglihatannya memang sedikit membaik, namun kepalaku masih pusing. Aneh.. biasanya ini bekerja.

***

Si Kembar Tiga masih ada di rumahku. Mereka sedang 'merias' kamarku. Kuyakin kegiatan itu di dominasi dengan membuang seluruh pakaianku dan menggantinya dengan pakaian yang 'serupa' dengan punya mereka.

"Hei, Hailey, kau bimbel kan hari ini?" Tanya Acha saat pulang sekolah. Aneh, selama seharian Rey diam saja, mungkin dia lelah karena kemarin.

Aku menghela napas "Nggak, sepertinya. Sepupuku menginap di rumah, Mama dan Papaku juga sedang pergi, aku tak bisa meninggalkan mereka terlalu lama" walaupun mereka senang aku tinggal. Aku ingin melanjutkannya tapi aku malas harus menjelaskan perilaku si Kembar Tiga pada Acha, jadi.. yah.

"Ih, aku gimana? Billa ama Diah lesnya lebih awal!!" Protes Acha sambil menyentakan kakinya.

"Jalan ama Daffa aja dulu" kataku dengan polosnya.

Dia memasang muka datar. "Ley, kamu lupa? Aku kan dah putus-.- sejak kelas 11 juga-.-" katanya yang mengingatkanku dengan kisah tragisnya Acha dan Daffa. Intinya, aku setuju Acha memutuskan Daffa.

Aku menepuk dahiku. "Oh iya" aku memasukan buku-buku ke dalam tasku. "Yah, maaf deh, aku benar-benar harus pulang" aku bergegas keluar kelas sampai akhirnya dicegat Rey di depan pintu.

"Pulang bareng aku yuk" ajaknya sambil tersenyum. Aku menghela napas dan hanya mengangguk. Dia permisi ingin susun bukunya dulu.

Aku menunggu sambil bersandar ke pintu. Karena bosan aku menunggu sambil mengetuk-ngetuk pintu dengan pelan.

Setelah beberapa menit aku melakukan itu, ada ketukan di sisi yang lain. Lalu orang itu menunjukan wajahnya, Rey. Sia tersenyum dan memegang tanganku. Lalu kami pulang.

Dia menboncengku dengan motornya yang mengingatkanku saat dia pertama kali memboncengku. Saat itu jujur aku ingin menangis karena katakutan.

Byurr

If OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang