Chapter 21

286 16 0
                                    

"Darimana kau?" Bentak Mamaku sambil berdencak pinggang. Kurasa Mama mencoba menahan marah karena Rey di sebelahku. Aku dan Rey sama-sama menunduk dan melipat tangan di belakang. Kami sedang dimarahi di ruang tamu dan Kayla, Nayla, dan Layla menonton dan cekikikan di belakang Mama.

"Aku jalan-jalan" jawabku singkat. Aku tahu Mama tidak akan suka jika aku membuat kebohongan atau alasan basi untuk mendukung kenapa aku melakukannya.

"Ja--tunggu dulu, apa kau berpacaran? Kenapa kau pergi dengan.. dengan cowok ini!!" Mamaku memang belum tahu ataupun kenal Rey. Mamaku juga, sudah kubilang, belum tahu aku berpacaran.

"Ta--" Rey mencoba membelaku namun Mama langsung menutup mulutnya dengan desisan mulutnya.

"Nak Rey, saya sekarang sedang berbicara dengan putri saya, maaf, tolong jangan ganggu" kata Mamaku yang mencoba sopan walaupun nada suaranya seakan dia ingin membekukan Rey. Kurasa itu bekerja karena sekarang Rey semakin menunduk dan ada aura terpuruk disekitarnya.

"Mah, aku sudah meninggalkan note, berarti aku tidak pergi tanpa pamit kan?" Tanyaku mencoba membuat Mama tidak terlalu marah.

"Maksudmu note ini?" Mamaku mengeluarkan secarik kertas kuning dari saku celananya "Dear Mama, Hailey pergi bentar ya, trims. Kau bilang itu pamit? Kau tidak mencantumkan tempat tujuan, alasan atau apapun! Kau pergi ya Mama juga tahu!! Kalau kau tak pergi, kau bakal ada di kamarmu!! Kau sudah sekolah belum sih!!" Bentak Mama yang membuatku merasa bodoh tidak mencantumkan tempat tujuan. "Dan kamu udah belajar bahasa Indonesia belum sih? Dari mana-mana, kalau pamit, Mama harus setuju dulu!!"

"Iya Mah" ucapku lemah.

"Jadi.." Mama menghela napas. Kurasa dia sudah selesai membentakiku dan menceramahiku. "Ini pacarmu?" Mamaku memalingkan wajahnya pada Rey yang masih tertunduk yang sekarang sudah menghadap Mamaku. Namun, kurasa dengan tatapan mata Mama yang terlihat ingin mencekik Rey, Rey rasanya membeku dan mulutnya kelu sehingga tak dapat berkata-kata.

"I..iya, Mama bisa bilang begitu" kataku dengan nada yang sangaaaatttt rendah.

"Bukankah Mama bilang.. ya sudah, apa yang terjadi sudah terjadi. Walaupun Mama sih menganjurkan kamu untuk pacaran nanti kuliah, tapi, yah,.. setidaknya kamu sudah SMA. Nak Rey, pulanglah! Ibumu mungkin khawatir, maaf kalau Hailey merepotkan ya" mata Mamaku mulai menunjukan rasa lembut yang mencairkan Rey sehingga dia bisa mengangguk dan pamit pergi.

Mamaku pergi ke kamar. Katanya dia stres melihatku sehingga dia ingin istirahat. Kayla, Nayla, dan Layla langsung mendekatiku dan mereka tersenyum.

Mereka bertiga masih SMP semua namun tinggi mereka sudah hampir menyusulku. Walaupun di rumah, mereka mengenakan bedak dan lipstik tipis. Mereka memakai gaun kuning yang kembaran. Rambut coklat Kayla dikepang dengan sedikit berantakan tapi memberi kesan gadis dewasa. Rambut coklat Layla lurus pendek dan ditata rapih dengan bandana juga. Rambut coklat Nayla di ikalkan dan diikat dua yang membuat dia memang terlihat paling muda.

"Apa mau kalian?" Tanyaku dengan datar.

"Hei, sepupu, pacarmu terlihat ganteng" komen Kayla padaku.

"Tumben komennya bagus"

"Tapi terdapat aura bahwa dia tidak terlalu pintar" lanjut Kayla dengan muka kejam. Alis tipis yang rapihnya miring yang  membuat dahinya berkerut lalu mulut tipisnya datar.

"Yah, aku bicara terlalu cepat"

"Lelaki sejati harusnya menaiki mobil, yang naik motor biasanya berengsek atau memang ceroboh dan suka bekerja cepat-cepat." Komen Nayla. Menurutku itu tidak benar, tapi Nayla ingin lelaki kaya, jadi untuk memastikan dia kaya, yah, harus ada mobil.

If OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang