-50- Berubah (versi revisi)

21.4K 2.3K 263
                                    

Katakan jika aku salah, tegur jika aku melukai hatimu. Agar aku bisa berbenah lebih baik. Jangan meninggalkan atau mendiamkan aku, sebab diammu tidak pernah bisa menjelaskan kesalahanku.
—Shofia Assyifa Zafran.

*****

Drrtt.. Drrtt..

Ponsel yang Atala simpan di saku jas nya bergetar, membuat lelaki ini lantas mengambil ponselnya.

Tia.

Wanita ini menelepon Atala. "Ta, lo dimana?" suaranya memelan getir.

Yogi mengerutkan dahinya, bertanya tanpa suara, ia tau sepertinya bukan Syifa. Terlihat dari ekspresi Atala yang tidak begitu minat menjawab telepon.

"Masih di Kantor."

"Boleh lo jemput gue nggak? Ini gue tadi ambil uang di ATM terus tas gue dicopet," suara Tia gemetar. "Untungnya handphone gue taruh saku jaket, gue nggak tau ini harus minta tolong siapa, batrei lowbat juga." dari suaranya Atala tau bahwa Tia tidak berbohong.

Atala menghela nafas. "Yaudah, sharelock."

"Iya gue sharelock, makasih ya, Ta."

"Siapa Ta? kok muka lo asem banget." tanya Yogi.

"Tia. Gue jemput dia dulu kasihan habis kecopetan."

Mulut Yogi mengangga lebar, tidak percaya. "HAH? Masa? Beneran nggak bohong?"

Atala mengangguk lantas menyambar kunci mobilnya dan pergi.

*****

Ia mengikuti lokasi yang sudah diberi Tia. Berada pada tempat yang sepi dan gelap. Seorang wanita duduk di trotoar dengan kepala yang terbenam diantara kedua tangannya, rambut panjang digerai berwarna pirang menutupi mukanya.

Sorot lampu mobil Atala membuat wanita ini mendongkak. Atala turun dari mobilnya membuka jas hitam yang ia pakai untuk disampirkan pada bahu wanita ini.

"Ta, gue takut," ucapnya pelan dengan mata yang sudah merah.

Atala tidak memandang muka Tia, ia masih sibuk melepas jasnya dan memasangkan pada bahu Tia. "Udah gapapa, jangan nangis ada gue, cepet masuk mobil, udah malem, dingin."

Tia mengangguk lalu masuk mobil Atala. Aneh, biasanya Atala tidak pernah mengizinkan yang bukan mahramnya untuk duduk disamping saat ia menyetir mobil. Tapi saat ini Tia dibiarkan untuk duduk disampingnya tanpa protes.

"Gue nggak ada jaket, cuma bawa jas, tapi kalau lo mau ada jaket Syifa di belakang. Mau gue ambilin?"

Dengan cepat Tia menggeleng sembari mengusap airmatanya. "Enggak perlu, gue suka pake jas lo, ma—maksud gue enggak perlu, Ta, pakai seadanya aja. Lo tadi sempet pulang dulu, Ta?

"Belum. Gue belum pulang langsung dari Kantor buat jemput lo," jawab Atala, pandangannya masih setia lurus untuk fokus menyetir. "Lo udah makan?" tanya Atala.

"Belum se-sempet makan, Ta."

Atala mengangguk singkat. "Yaudah, ayo makan dulu,"

"Enggak perlu, gue ada uang dirumah buat makan. Cukup anter gue pulang, Ta, pasti Syifa nungguin lo." tolak Tia.

Tanpa protes Atala menurut, jika dipikir benar juga pasti Syifa sedang menunggu ia pulang. Istrinya tidak akan makan sebelum Atala pulang. Ia selalu menunggu kedatangan Atala untuk makan bersama, sekalipun malam ataupun saat Atala terkadang lembur tetapi Syifa selalu menunggunya.

Tia menatap Atala. Terlihat sangat puas melihat Atala sedekat ini, rahangnya mengeras, tangannya kekar dan badan Atala sangat bagus. Tia mengambil ponselnya, sekedar untuk memfoto jalanan.

Senja Assyifa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang