story 6

3.9K 444 6
                                    

Haechan mengerjap matanya beberapa kali, setelah penglihatannya fokus. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul 4 pagi. Rupanya haechan tidak bangun dengan sendirinya, ia bangun karena suara erangan yang terdengar ditelinga nya.

Haechan menoleh kearah ranjang disebrangnya, dilihatnya renjun yang tengah tidur dengan posisi membelakanginya. Haechan segera bangkit setelah sadar bahwa erangan itu berasal dari teman sekamarnya. Ia menempelkan punggung tanganya didahi renjun, rupanya demam.

"Njun" panggilnya seraya mengguncang pelan tubuh renjun

Renjun membuka matanya perlahan, berdehem untuk menjawab panggilan haechan. "Lo demam" ujar haechan lalu menghidupkan lampu "bentar" katanya sembari beranjak keluar.

Haechan berjalan keruang tengah, dimana kotak p3k berada, setelah menemukan obat penurun demam, ia hendak kembali kekamarnya. Ia tiba tiba berhenti saat melihat sekilas pintu kearah kedai sedikit terbuka, memilih berbalik untuk menutupnya karena udara terasa dingin.

Saat sudah memegang knop pintu, suara seperti orang manaruh gelas menghentikannya. Haechan sedikit ragu, tapi tetap melangkah untuk melihat siapa yang berada dikedai, takut takut ads maling, karena gelap... Ia menekan stop kontak yang memang berada sebelum menuruni tangga.

Matanya membulat saat dilihatnya, seorang yang tengah duduk dibangku pelanggan dengan beberapa kaleng kopi dimejanya, atau mungkin bekas dan satu kaleng ditangannya. Pandanganya lurus kedepan dan itu nampak kosong.

"Astaga... jaemin lo minum kopi berapa kaleng?!" pekik haechan seraya berlari kecil menghampiri pemuda itu.

"Lo gila... Apa gimana heh?" Tegur haechan lalu mengambil kaleng kopi yang ada ditangan jaemin. Jaemin tidak menjawab, bahkan melirik saja tidak hanya tetap dalam posisi.

"Jaemin...astaga... Sadar jaem sadar" erang haechan frustasi karena tak ada respon apapun sedari tadi.

Haechan berdecak lalu berlalu karena ingat tujuan awalnya yakni untuk mengambil obat. Sebelum memasuki kamarnya, ia menyempatkan diri untuk kekamar jeno dan jaemin.

"Jen...woy... Bangun jen"

Jeno mengeliat "10 menit lagi" ujarnya masih dengan mata tertutup dan suara serak.

"Gak bisa... Buruan bangun, itu sadarin tu si jaemin...astaga... Mana renjun sakit lagi...jen buruan bangun" omel haechan kesal "buruan samperin jaemin dikedai" lanjutnya lalu keluar.

Mau tak mau jeno harus bangun, lalu melangkah dengan gontai kearah kedai "pagi pagi dah ribut aja tu bocah" gerutunya, setelah membuka pintu... Ia menguap.

"Na lo__" jeno mengucek matanya sambil menuruni tangga nyawanya belum terkumpul sepenuhnya "ASTAGA jaemin lo minum kopi semaleman?" Kagetnya. Jaemin masih tidak menjawab, wajahnya tenggelam dalam lipatan tangannya. Ia menangis dalam diam.

Jeno menghela nafas panjang, mendudukan dirinya didepan jaemin. "Na" panggilnya, dan jaemin masih diam.

"Na lo gak papa?" Lirih jeno tanganya bergerak menepuk pundak pemuda dihadapannya.

Jaemin mendongak, dengan pipi yang sudah basah...ah lihat kantung matanya menghitam "gue takut jen" celetuknya.

"Kenapa harus takut? Apa yang lo takutin?" Tanya jeno dengan nada lembut dan ekspresi setenang mungkin.

"Gue gak mau kehilangan orang yang gue sayang untuk kesekian kalinya" ujar jaemin dengan suara sedikit serak.

Disisi lain haechan sedang membantu renjun untuk minum obat. Ah... Ia lupa untuk membawa kompres sehingga mengharuskannya kembali keluar.

Our Story • 00 line ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang