story 11

3.2K 378 13
                                    

Jeno sedang berjalan koridor rumah sakit, kemarin renjun bilang saat ia datang, nenek sedang melakukan cek dan tentu itu dilakukan oleh tiffany. Jadi dia sengaja datang terlambat agar tidak bertemu sang ibu?? Benar, tiffany... Jeno menghindarinya.

Tepat waktu, saat pintu ruang rawat nenek sudah terlihat... Dan kebetulan tiffany baru keluar, jeno memperlambat langkahnya... Beruntungnya tiffany berlawan arah darinya. Setelah benar benar jauh, jeno memasuki ruang rawat nenek.

Iya menyempatkan memberi salam kepada satu pasien disana sebelum kearah bangsal sang nenek.

"Kamu lamban" ujar sang nenek sembari terkekeh.

"Hehe... Barusan ketemu temen, jadi ngobrol dulu sebentar" jawabnya dan tentu saja itu bohong.

"Benarkah?"

"Apa aku terlihat bohong?"

"Em..baiklah baiklah, mana berani cucu nenek yang satu ini berbohong"

Jeno hanya menanggapinya dengan senyum tipis. "Nenek" panggilnya dengan suara lirih.

"Kenapa em?"

Jeno tersenyum tipis kemudian menggeleng "tidak, hanya ingin memanggil" ujarnya

"Ada apa denganmu?" Tanya nenek sembari terkekeh sedangkan jeno hanya tersenyum menanggapinya "nenek bosan, temani nenek keluar" pintanya sembari menurunkan kedua kakinya dan memakai sandal yang sudah disediakan, jeno membantunya... Ia mendorong tiang infus sang nenek dan berjalan disampingnya.

Disisi lain tiffany baru saja akan keruangan nenek jung, dia berpikir nenek masih sendiri "ah cucunya sudah datang" gumamnya sambil menatap punggung nenek dan jeno yang mulai menjauh. Setelahnya ia kembali, mengurungkan niatnya menemui nenek.

Jeno dan nenek sudah berada diluar, mereka duduk dikursi kayu disana. Sekarang sudah sore jadi tidak terlalu terik, udaranya cukup menyejukan.

Disana tidak hanya jeno dan nenek, ada beberapa pasien lain yang mungkin sama seperti nenek, bosan diam dikamar berbau obat itu. Perhatian jeno tertarik pada seorang anak kecil yang sedang bersama seorang wanita dan satu pria yang duduk dikursi roda. Sepertinya anak kecil itu sedang bercerita kepada kedua orang tuanya, ayah juga ibunya itu menanggapinya dengan antusias. Tanpa sadar kedua sudut bibir jeno tertarik saat melihat mereka tertawa.

Nenek sedari tadi memerhatikan cucunya itu, ia mengikuti arah pandang jeno... Ia menghela nafas disertai senyum. Nenek tau perasaan jeno sekarang, tangannya terulur mengusap lembut kepala sang cucu dan membuat sang empu menoleh dengan sedikit kaget.

"Kamu merindukannya?" Tanyanya.

Jeno tersenyum sekilas sebelum menjawab "seorang anak mana yang tidak merindukan orang tuanya setelah lama tidak bertemu"

Nenek sedikit terenyuh, benarkah ini... Jeno tidak pernah menjawab seperti ini jika ditanya tentang orang tuanya apa lagi mengenai sang ibu. Jeno biasanya akan menjawab bahwa dia tidak punya siapa siapa untuk dirindukan, dengan pengucapan yang tegas.

"Jeno-ya__"

"Hm?"

"Kamu sama seperti nenek saat muda" celetuknya, jeno membenarkan posisi duduknya agar lebih menghadap nenek "sama denganku?"

Nenek mengangguk "dulu saat seusiamu nenek juga membenci orang tua nenek,... Hanya saja penyebabnya berbeda, mungkin alasanmu masuk akal...tapi nenek tidak" nenek menjeda kalimatnya, melirik sang cucu yang terlihat tidak berniat menyela. Anak itu seperti anak kecil yang sedang diberikan dongeng sebelum tidur.

"Nenek selalu menentang keputusan mereka karena mereka selalu memaksa nenek melakukan hal yang tidak nenek suka, nenek pernah kabur dari rumah"

"Nenek kira mereka sudah tidak peduli, mereka tidak mencari nenek meski sudah pergi selama seminggu. Dari sana nenek semakin membenci mereka, nenek menyewa rumah dan bekerja paruh waktu. Sekitar satu bulan nenek nenek hidup sendiri sampai ada satu hari nenek mendapat telpon, nenek mendapat kabar bahwa ibu dan ayah nenek dirumah sakit karena kecelakaan mobil"

Our Story • 00 line ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang