Haechan sedang berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju ke kantin, ia lapar dan nenek menyuruhnya membeli makanan dikantin. Sesampainya dikantin, haechan tidak banyak memesan... Hanya roti dan susu, entahlah rasanya ia harus segera kembali keruangan sang nenek.
Setelah selesai membayar, haechan berjalan dengan langkah cukup cepat... Perasaanya tiba tiba saja tak enak. Haechan terus berjalan tanpa memerhatikan sekitar, tak sadar jika seseorang baru keluar dari salah satu ruang
Brugh
Jatuh, tentu saja keduanya jatuh... Mereka sama sama tidak menyadari dan berakhir bertabrakan. Haechan segera bangkit "ah... Maaf saya tidak sengaja, maaf... Maaf"
"Heh... Tolol ya lu, jalan gak liat liat... Punya mata digunain napa sih"
Haechan yang awalnya menunduk pun mendongak, setelahnya bola matanya meroling malas disertai helaan nafas singkat "gue kira siapa, ngapain lo disini?"
"Ha? J-jengukin yang sakitlah, masa ngapelin dokter"
"Bisa jadi sih"
"Serah"
"Bodo ah... Ntar aja lanjutin debatnya" final haechan kemudian hendak pergi namun sebelum itu, somi sudah menahannya terlebih dahulu.
"Kenapa?"
"Gak tau, perasaan gue gak enak" ujar haechan
"Gue ikut"
Haechan mengangguk, lantas kembali melangkah dengan somi disebelahnya. Perasaannya, ah... Kenapa benar... Pintu ruangan nenek terbuka, dan beberapa detik kemudian sebuah brankar didorong keluar oleh beberapa suster. Rasanya seperti dihantam ribuan batu, dunianya seakan hancur saat terlihat sang neneklah yang berada diatas brankar tersebut.
"Nenek" gumam haechan, kenapa tubuhnya mendadak lemas bahkan untuk melangkah saja rasanya berat.
"Kenapa malah diem, ayo samperin" geram somi yang melihat sahabatnya itu malah diam mematung.
Haechan tersadar lantas berlari mengejar para suster itu dan somi mengekor dibelakang. Sampai akhirnya ia harus berhenti didepan sebuah ruangan yang tidak memperbolehkan dirinya untuk masuk.
"Nenek"
Kakinya lemas, sungguh, bahkan menopang tubuhnya pun tak kuat... Ia meluruhkan dirinya, bersamaan dengan menderasnya air bening yang keluar tanpa permisi dari kedua matanya. Tidak terdengar isakan, pikiran kosong.
Somi menghampiri haechan lantas berjongkok untuk menatap wajah sayu itu. Tangannya terulur menepuk pelan bahu pemuda dihadapannya "haechan" panggilnya membuat sang empu mendongak
"Nenek, somi... Nenek akan baik baik aja kan? Katakan kalok ini cuma mimpi, atau nenek cuma pura pura... Nenek sama jahil kayak gue som, nenek pasti cuma ngeprankan? Nenek baik baik aja... Orang gang didalam sana bukan nenek___"
Somi menggeleng kepalanya, ia menarik haechan lantas memeluknya dengan erat... Menghentikan ucapannya yang mulai melantur, sekarang hanya terdengar isakan dari sahabatnya itu yang mulai pecah.
"Dimana nenek?" Tanya jaemin dengan tergesa, iya... Mereka datang karena somi menelponnya, padahal tadi kedai sedang cukup ramai... Namun nenek lebih penting.
"Masih ditangani sama dokter"
Renjun yang berdiri didepan pintu mengintip kedalamnya, sakit... Rasanya sakit melihat nenek terkapar lemas disana, seakan merasa sakit saat melihat dokter itu memasang beberapa alat medis ditubuh sang nenek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story • 00 line ✔️
أدب الهواة[END] kisah kehidupan empat remaja asing yang disatukan oleh takdir sehingga terjalinnya tali persaudaraan. Menghadapi susah senang bersama dari kecil. Tapi bagaimana saat masalalu mereka kembali kedalam kehidupannya sekarang ~ ~ ~ ~ Cerita ini real...