story 10

3.5K 366 4
                                    

"ibu, mau sampai kapan ibu diam aja sama keluarga bejad kayak mereka?"

Wanita paruh baya itu hanya menyunggingkan senyumnya, tangannya tak berhenti mengelus puncak  sang putri yang berada dipahanya.

"Bu"

"Hmm"

Somi, gadis cantik itu mendongak menatap wajah sang ibu dari bawah. "Kenapa?" Tanyanya lagi.

"Kamu sendiri sudah tau kan akibatnya?"

Somi menghela nafasnya, mendudukan diri lantas menatap wajah sang ibu yang sama sama menatapnya. Wajah lelah itu nampak jelas dari wanita paruh baya itu. Somi terdiam, benar juga... Kenapa juga harus menanyakan hal sedangkan dia sendiri tau apa jawabannya.

"Somi capek bu" lirihnya

"Iya sayang... Ibu ngerti" balas sang ibu, ia menarik putri semata wayangnya kedalam dekapannya. Jika biasanya somi akan menangis, kali ini tidak... Rasanya hanya percuma jika menangis, itu tidak akan berpengaruh apa apa.

"Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"Temen kamu itu, kamu sudah membicarakannya?"

Somi kembali membenarkan posisi duduknya, "kemarin niatnya mau bicarain, tapi somi gak tega... Kalok dia tau mungkin akan kepikiran, kitakan lagi ujian ditambah neneknya lagi dirawat dirumah sakit. Kebayang tu gimana stresnya kalau somi ngasih tau, mungkin nanti aja kalau keadaan benar benar tepat" jelasnya.

"Benarkah? Ah kasian sekali... Kamu benar, sebaiknya jangan beri tau dulu biar temen kamu itu bisa fokus sama ujian juga neneknya" ujar sang ibu dan somi mengangguk.

"Yaudah, tidur sana ini udah malem" titahnya kemudian beranjak, begitupun dengan somi.
















***

Sudah tengah malam, namun penghuni kamar itu masih belum tidur. Jeno dan jaemin, kedua remaja yang masih membuka matanya, bukan karena game atau apapun yang kebanyakan remaja lakukan saat begadang. Mereka hanya diam, merenung, entah itu memikirkan nenek atau masalah pribadi, yang pasti bukan memikirkan ujian.

Jaemin menatap langit langit kamar, cukup gelap karena pencahayaan yang redup. Tatapannya kosong. Tak jauh berbeda dengan jeno, remaja itu berbaring dengan posisi miring membelakangi ranjang jaemin. Menatap dinding dengan tatapan yang sama, kosong.

"Jen, lo udah tidur?" Tanya jaemin pelan

Jeno sedikit kaget, karena ia berpikir jika jaemin sudah tidur. Ia berdehem sebagai jawaban.

"Lo kenapa?"

Jeno menghela nafas sekilas, bergerak membalikan tubuhnya menghadap ranjang jaemin. Sedangkan jaemin hanya menolehkan kepalanya kearah pemuda sipit disebrangnya itu.

"Gue belum siap ketemu dia" ujarnya

Benar dugaan jaemin, jeno pasti kepikiran karena besok bagiannya menjaga nenek yang otomatis akan dirumah sakit seharian. Dan jangan lupakan jika dokter tiff yang merawat nenek disana. Mungkin akan sedikit melegakan jika dokter cantik itu lupa pada jeno, tapi bagaimana jika ingat.

Benci? Tentu saja, jeno merasakannya namun disisi lain ia masih menyayangi sosok tersebut. Jujur ia merindukanya, namun jika mengingat masa lalunya, rasa sayang juga rindunya selalu kalah dengan rasa benci.

"Mau tukeran?"

Jeno terdiam sejenak, jika gantian... Mungkin renjun dan haechan akan menanyakan alasannya. Selama ini hanya jaemin yang tau siapa ibunya, bahkan nenek juga tidak tau karena jeno tidak pernah membahasnya.

Our Story • 00 line ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang