27 - Tukang Bubur {REVISI}

570 44 0
                                    

"Kak Raja, stop dulu," Raja memberhentikan sepedanya saat ia bersuara.

Haura dan Raja pada hari ini tengah bersepeda. Menelusuri jalanan kota hujan pada pagi hari.

Malam kemarin dirinya tidak pulang ke rumah. Haura memutuskan untuk menginap di rumah oma karena esok adalah weekend yang artinya sekolah libur.

Sepeda yang Haura gunakanan ini adalah sepeda milik Raja dan sepeda yang Raja gunakan adalah sepeda milik ayahnya.

Raja kalau apa-apa mendadak sekali kaya tahu bulat. Bersepeda pagi ini saja hasil fikiran mendadaknya.

"Kenapa?," Raja bertanya setelah laju pedanya berhenti.

"Laper,"ucap Haura dengan tampang lesu.

"Yaudah cari sarapan dulu baru nanti lanjut lagi ya," Haura mengangguk. Mereka kembali melajukan sepeda sembari mencari sarapan.

Setelah bergowes tidak terlalu lama dari tempat pemberhentian mereka terakhir kali, akhirnya mereka menemukan penjual bubur di dekat persimpangan jalan.

"Sarapan bubur mau?"tanya kak Raja.

"Boleh."

Haura dan Raja langsung menuju ke arah penjual bubur tersebut. Selepas menstandarkan sepedanya mereka langsung memesan bubur itu. Bukan Haura sih yang memesan tapi Raja. Sedangakan Haura sesampainya di sana dirinya malah langsung mencari tempat duduk.

"Pak buburnya dua ya makan disini,"ucap Raja.

"Buburnya komplit semua a'?"tanya penjual bubur tersebut.

"Yang satu komplit yang satunya lagi jangan pake kacang ya," penjual bubur itu mengangguk, "Siap a'."

Setelah memesan bubur Raja menuju ke tempat dimana Haura duduk. Laki-laki itu kini duduk tepat di sebelah sepupunya itu.

Tak berapa lama bubur yang mereka pesan akhirnya telah selesai di sajikan, "Punten, ini buburnya. Silakan dinikmati."

"Makasih pak," Raja berucap sebelum bapak penjual bubur itu kembali perhi untuk menyiapkan pesanan yang lainnya.

"Mang ujang bubur empat ya di bungkus."

"Seperti biasa a'?."

"Iya mang seperti biasa."

"Siap. Silakan duduk dulu a'."

"Makasih mang."

"Tumben si aa tèh gak sama neng Syahla?."

Syahla? Haura yang tengah asik menyantap bubur malah mengalihkan pandangannya dari bubur itu.

Haura menatap ke depan dan menemukan seorang laki-laki yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Kenapa dia bisa ada disini? Jarak dari rumah dia kesini kan lumayan jauh.

"An, kenapa bengong? Katanya laper sekarang pas udah ada makanannya di anggurin,"ucap Raja menyadarkan Haura.

Saat Haura tersadar dari lamunannya, Arzan melihat sekilas ke arahnya. Tak sengaja mata keduanya beradu walau hanya hitungan detik.

Haura buru-buru mengalihkan pandangannya lalu menyantap bubur miliknya kembali.

Astagfirullah, pagi-pagi udah sport jantung.

Raja yang melihat tingkah Haura yang aneh langsung bertanya pada perempuan itu, "Lo kenapa, An?."

"Gak papa,"ucap Haura cepat tanpa melihat ke arah Raja.

Raja menatap Haura lekat. Dia sepertinya tak percaya dengan apa yang Haura ucapkan. Mata nya yang semula menatap dirinya kini menatap lurus ke depan. Tiba-tiba tarikan di kedua sudut bibir Raja terbit begitu saja.

"Lo lagi salting ya?" Raja sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Haura.

Haura yang tengah menyuapkan bubur ke mulutnya tiba-tiba langsung melihat ke arahnya dan menggeleng keras.

Mata Haura membulat saat menyadari jarak antara dirinya dan Raja hanya beberapa centi saja. "Astagfirullah, Jauh-jauh sana,"ucap Haura sembari menjauhkan wajahnya dengan ujung sendok yang ia pegang.

Raja tertawa melihat ekspresi Haura, "Mukanya biasa aja kali gak usah syok gitu,"ucapnya.

"Eh tapi bener kan lo lagi salting?"tanyanya lagi.

"Apasi enggak juga. Salting dari mananya," Haura mengelak padahal kentara sekali mukanya memerah.

"Kalau gak pandai bohong gak usah bohong. Kentara sekali itu kalau lo tèh lagi salting."

"Enggak!. Udah ih makan cepet buburnya," Haura di buat kesal karena tingkah Raja sekarang ini.

"Haha, salting-salting,"ejeknya.

"Kak Raja, cepet makan buburnya,"ucap Haura saat Raja malah mengejek dirinya. Menjengkelkan sekali laki-laki di sebelahnya ini.

"Tapi kok gue kaya pernah liat tuh cowo ya. Oh iya gue inget, itu cowo waktu itu kan yang di cafe, yang duduk di samping gue waktu itu. Arzan kan namanya?" Haura berdehem.

"Kenapa gak di panggil? Kakak kelasmu lo tuh di sekolah lama. Kenal tapi gak di panggil sombong amat,"ucapnya. "Gue panggil aja ya kalau gitu."

"Ar-aww," baru saja Raja ingin memanggil Arzan tapi Haura sudah melayangkan sendok yang ada dalam genggamannya pada pipi Raja. Enak saja main manggil-manggil. Raja mau buat jantungnya makin gak karuan apa ya pake acara manggil Arzan segala.

Bapak penjual bubur serta Arzan dan pembeli lainnya menengok ke arah mereka setelah mendengar pekikan Raja.

"A' kenapa?"tanya penjual bubur tersebut.

"Di tabok pake sendok pak sama cewe di samping saya,"ucapnya.

"Neng atuh jangan galak-galak. Kasian pacarnya itu."

Mohon maaf pak dia bukan pacar saya.

Lihatlah sekarang muka Raja yang tengah menahan tawa setelah mendengar ucapan bapak penjual bubur itu. Ingin rasanya Haura melempar sambal ke wajahnya.

"Iya pak," Haura tersenyum kaku ke arah penjual bubur tersebut.

Setelah itu bapak penjual bubur kembali pada pesanan yang tengah ia buat. Sedang kak Adnan masih fokus menatap keduanya tapi tak lama hanya beberapa detik saja.

"Ngeselin," ucap Haura pelan pada kak Raja. Dirinya begitu greget dengan laki-laki satu ini.

🦩

Mengagumimu Dalam Diam {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang