6 - Khitbah? [REVISI]

1K 66 1
                                    

Matahari telah menenggelamkan dirinya di bagian barat. Warna senja telah menghilang berganti dengan warna biru malam. Haura baru saja selesai memuroja'ah hafalan di kamar selepas sholat isya. Ketika dirinya sedang melepas mukena suara ketukan pintu terdengar dari luar.

"Masuk aja. Gak di kunci pintunya,"ucap Haura memberi tahu orang yang berada di depan kamarnya.

Orang yang mengetuk pintu itu menimbulkan kepalanya lalu membuka pintu kamar Haura lebar-lebar. Ternyata Ikram yang mengetuk pintu kamarnya itu.

"Apa?,"tanya Haura sembari melipat mukena.

Ikram mendudukkan tubuhnya di ujung kasur sebelum menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Haura, "Ada cowo tuh di bawah lagi di wawancara sama abi,"ucap Ikram memberi tahu. Haura memperlambat gerakan tangannya ketika mendengar ucapan itu.

'Cowo? Apa itu kak Zidan?' batin Haura bertanya-tanya.

Haura langsung bergegas melipat mukena dan sajadah lalu menaruh nya di atas tempat tidur. "Terus kak Ikram ngapain disini? gak sama abi di bawah?,"tanya Haura sembari mengambil kerudung bergo berwarna peach yang tersampir di gantungan belakang pintu.

"Maunya gitu tapi sama umi di suruh manggil kamu ya kak Ikram manut aja. by the way who is that guy?" tanya Ikram penasaran.

"Kakak kelas Haura."

"Are you sure? Kayanya kak Ikram gak yakin kalau itu cuma kakak kelas kamu. Abi gak mungkin semudah itu biarin laki-laki yang bukan keluarga dateng ke rumah, kecuali punya tujuan tertentu,"ucap Ikram.

"Atau jangan-jangan dia dateng ke sini mau," belum sempat Ikram melanjutkan ucapannya perempuan yang di hadapannya sudah memotong ucapannya terlebih dahulu.

"Kak Ikram mau tetep disini atau mau ikut turun ke bawah?,"tanya Haura sembari menatapnya tajam.

"Ikut turun ke bawah lah ngapain juga disini,"ucapnya sembari bangkit dari duduknya. Mereka melangkahkan tungkai menuruni anak tangga untuk menuju ruang tamu.

"Itu anaknya, sini nak,"ucap umi ketika Haura dan Ikram baru saja tiba di ruang tamu.

Haura berjalan ke arah umi sembari menundukkan kepala lalu duduk di sebelahnya, sedangkan Ikram duduk bersebelahan dengan abi.

Sekilas Haura melihat Zidan yang duduk di sofa single. Malam ini dia mengenakan celana jeans putih dan atasan kemeja hitam, rambutnya juga di tata dengan sangat rapi. 'Kenapa dia rapi sekali kalau cuma mau silaturahmi? Ah tapi gak mungkin juga kan dia silaturahmi pakai pakaian rumah apalagi pake baju tidur." gumam Haura dalam hati.

"Jadi kalau om boleh tanya apa maksud tujuan nak Zidan datang ke sini?,"tanya abi.

"Sebelumnya saya mau mengucapkan terimakasih karena sudah memperkenankan saya untuk berkunjung ke sini, dan saya juga mau mengucapkan maaf karena telah mengganggu keluarga om malam-malam seperti ini,"ucapnya.

"Maksud dan tujuan saya kesini mungkin Haura pasti juga sudah bilang kalau saya mau silaturahmi sama om sekeluarga. Tapi selain itu jika di perbolehkan saya juga ingin mengkhitbah anak om yang bernama Haura."

What!? Kok gini?

"Khitbah? Kamu yakin mau mengkhitbah anak saya?"tanya abi, nada bicaranya berubah menjadi tegas.

"Insyaallah saya yakin om. Saya yakin ingin mengkhitbah anak om,"ucap Zidan dengan mantap.

"Apa tidak terlalu terburu-buru? Kalian masih sangat muda dan kalian juga masih sekolah. Di usia kalian seperti ini juga kalian masih berada dalam fase pencarian jati diri,"

"Menikah nanti bukan hanya tentang bahagia terus. Nanti pasti ada batu sandungan dalam mengarungi bahtera hidup rumah tangga. Baik kamu maupun Haura harus memiliki mental yang sama-sama kuat dan persiapan yang matang dulu,"ucap abi.

"Insyaallah saya sudah mempersiapkan itu semua,om. Saya sudah mempersiapkan mental saya dan persiapan-persiapan yang harus di perlukan dalam mengarungi pernikahan nanti,"ucap Zidan lagi. Benar-benar laki-laki itu berusaha untuk meyakinkan abi.

Serius, Haura beneran gak tau mau ngomong apa lagi. Ini terlalu mendadak buat dirinya sendiri. Kenapa dari sekian banyak perempuan di sekolah malah Haura yang harus di khitbah olehnya.

Mereka berdua tidak pernah dekat sebelumnya, ketemu pun jika ada rapat dan kegiatan Osis saja atau berpapasan tidak sengaja di sekolah. Jadi aneh jika dia tiba-tiba dateng ke rumah lalu mengkhitbah.

"Bagaimana jika nanti Haura menerima khitbah kamu lalu menjadikan kamu sebagai pilihannya, apa kamu sudah siap dalam nafkah pernikahan itu sendiri?"tanya abi.

"Untuk nafkah itu sendiri om tenang saja. Alhamdulillah saya sudah mempunyai sebuah usaha yang insyaallah akan memenuhi kebutuhan hidup keluarga saya nanti,"ucap Zidan.

Masalah usaha yang di miliki Zidan itu memang benar adanya. Satu sekolah pun tahu bahwa Zidan mempunyai usaha distro yang sudah ada beberapa cabang di daerah bogor. Walaupun dia masih sekolah tapi usaha untuk berbisnis di usia muda benar-benar luar biasa, mungkin sebab itu banyak kaum hawa di sekolah yang mengantri padanya. Jika di fikir-fikir siapa yang tidak akan mengantri padanya, sudah baik, pintar, ganteng, agamanya cukup bagus, punya usaha sendiri lagi.

Kayanya Zidan hampir berhasil meyakinkan abi atau mungkin sudah berhasil meyakinkan abi.

Haura menangkap tatapan abi yang melirik dirinya sekilas. Haura benar-benar makin gugup saja. Mungkinkah hati abi sudah sedikit luluh karena penjelasan Zidan barusan.

"Jadi gimana,om?"tanya Zidan.

"Kamu tanya saya?"tanya abi sambil tertawa. "Kan yang mau kamu khitbah anak saya, kenapa saya yang kamu tanya?."

Zidan sedikit kikuk mendengar pertanyaan abi. Padahal tidak ada yang salah, mungkin kak Zidan bertanya seperti itu untuk bertanya apa sudah diizinkan atau belum.

"Gimana, nak? Kamu terima atau gak khitbahan nak Zidan?"tanya abi ketika tak ada yang bersuara dalam ruangan itu.

Haura tersentak kaget. Jantungnya hampir saja lompat karena pertanyaan mendadak itu. Bibir Haura seketika kelu tak tahu untuk berkata apa lagi. Haura benar-benar bingung untuk menjawab apa dari pertanyaan yang abi tanyakan itu.

🌸

Mengagumimu Dalam Diam {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang