"Kak Ikram udah dulu larinya Haura cape," Haura berhenti sambil membungkukan setengah badan dengan nafas yang memburu.
Pagi ini Haura dan Ikram berada di lapangan sempur. Lapangan ini merupakan salah satu lapangan yang sangat ramai di kota bogor setiap hari minggu. Lihat saja, pagi-pagi seperti ini pun sudah ramai sekali. Ada yang membawa keluarganya, membawa anak-anaknya, membawa pasangannya sampai berjalan sendirian macam jomblo.
"Gitu doang masa cape,"ucap kak Ikram meremehkan setelah memberhentikan larinya lalu menengok ke arah adik perempuannya itu.
"Gitu doang apanya? Keliling lapangan lima kali masih dibilang gitu doang? Lapangan sempur luas kak. Luas," Haura menekankan kata terakhir pada ucapannya itu.
Dia terkekeh lalu mendekat ke arah Haura, "Ulululu, ayo-ayo istirahat dulu,"ucapnya sembari merangkul bahu Haura.
"Main rangkul-rangkul aja si," Haura menggerutu sambil melihat ke arah kakaknya itu, yang di tatap justru balik menatap,"Biarin kan adik sendiri jadi gak masalah dong"ucapnya. Haura memutar bola mata malas ketika mendengar ucapannya itu.
"Duduk disini aja ya,"ucap Haura ketika ada tempat yang kosong. Kak Ikram mengangguk dan Haura langsung mendudukkan tubuhnya dengan alas rumput hijau yang menghiasi lapangan sempur ini.
"Kak Ikram beli minum dulu,"ucapnya. Setelah Haura mengiyakan kak Ikram langsung melangkahkan tungkainya untuk membeli minuman.
Haura menikmati suasana lapangan sempur pagi ini. Udara yang masih sejuk serta burung yang berkicauan menambah suasana indah pada pagi hari, indah sekali pokoknya.
Tak berapa lama setelah berpamitan untuk membeli minum, kini kak Ikram telah berada di hadapan Haura dengan membawa dua botol air mineral.
"Nih,"ucapnya sembari memberikan satu botol air mineral itu kepada adiknya itu.
"Makasih,"ucap Haura sembari mengambil air itu lalu membuka tutup botolnya.
Kak Faisal duduk di sebelah Haura. "Kak, menurut kak Ikram cowo yang semalem ke rumah tuh kaya gimana?"tanya Haura selepas meminum air yang ada dalam botol tersebut.
"Yang semalem?"tanyanya. Haura mengangguk. "Menurut kakak si dia baik. Kalau dilihat dari bicaranya semalem si dia itu tegas terus berwibawa tapi tetep sopan. Apalagi pas kakak tau di usia nya yang masih muda kaya gitu dia udah ada usaha. Keren lah pokoknya,"ucap kak Faisal.
"Kenapa kamu gak langsung terima aja si? Abi sama umi juga kayanya ngasih lampu hijau buat dia sama kamu,"ucapnya lagi.
"Haura bingung kak. Kalau Haura langsung terima apa nanti gak kasian sama kak Ikram juga kak Rendra? Masa adiknya nikah duluan,"ucap Haura diselingi dengan kekehan.
"Yeh di tanya serius malah becanda,"ucap kak Ikram dan Haura malah tertawa mendengar ucapannya.
"Cepet kasih jawaban jangan kamu gantungin anak orang," Haura meredakan tawanya ketika kak Ikram berujar seperti itu.
"Insyallah Haura akan kasih jawaban secepatnya."
"Good girl,"balasnya sambil mengacak-ngacak kepala Haura yang tertutup hijab.
Baru saja Haura ingin marah karena kak Faisal mengacak-ngacak hijabku, tiba-tiba dia sudah bangkit dari duduknya lalu berlari meninggalkan Haura yang masih duduk di sana. Haura yang tak terima langsung mengejarnya tak perduli dengan tatapan orang di sekitar yang melihat kelakuan kami.
🌸
Duar...
Haura tersentak kaget dengan sentakan itu. Haura menengok menghadapkan kepala ke belakang, mencari tau siapa yang berbuat ulah itu.
"Astagfirullah, Keira kenapa ngagetin gitu si,"ucap Haura ketika menemukan orang yang tengah tersenyum tanpa dosa yang berdiri tepat di belakangnya
"Hehe, maaf-maaf abis kamu melamun aja. Kirain mah fokus ngelihatin yang lagi pada tanding di lapangan malah fokus ngelamun,"ucapnya sembari berdiri di sebelah Haura.
Haura membalikkan badan kembali menatap ke arah lapangan sekolah. Hari ini seperti tahun-tahun lalu selepas ujian semester ganjil sekolah mereka akan mengadakan Class Meeting yang dimana banyak pertandingan seperti bola volly, futsal, bola basket dan bermacam pertandingan lainnya yang diadukan antar kelas.
"Ngelamunin apa si kamu?,"tanya Keira sambil menatap lurus ke depan.
"Gak ngelamunin apa-apa."
"Bohong nih pasti, jujur dong ngelamunin apa? Katanya sebagai sahabat harus sama-sama saling terbuka,"ucapnya yang kini pandangannya berpindah alih menatap Haura.
"Soal kak Zidan,"ucap Haura pelan, nyaris tak terdengar.
"Ha? Apa? Kak Zidan?"tanya Keira dengan suara yang cukup keras.
"Pelan-pelan ngomongnya," Haura memperingati.
"Sorry, sorry, tentang kak Zidan?"tanyanya sekali lagi. Haura mengangguk.
"Ada apa? Cerita dong waktu itu kan kamu bilang mau cerita,"ucapnya.
"Ini mau cerita,"ucap Haura. "Kak Zidan ngekhitbah aku," Haura melanjutkan ucapannya. Haura benar-benar berusaha berbicara sepelan mungkin agar tidak ada yang mendengar.
"Hah!? Khitbah!?," Keira terkejut saat Haura berucap demikian.
Orang yang tengah berjalan di sekitar mereka atensinya langsung tertuju pada dua perempuan itu setelah Keira berbicara dengan kerasnya.
"Keira," Haura menekan ucapannya, memperingati Keora agar mengecilkan suaranya.
"Maaf kelepasan,"ucap Keira sembari memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Kamu seriusan kak Zidan ngekhitbah kamu?"tanyanya. Haura menganggukan kepala sebagau jawaban dari pertanyaan Keira yang baru saja terlontar.
"Kapan?,"tanya Keira.
"Malam sabtu kemarin."
"Terus gimana? Kamu terima?,"tanyanya. Haura diam membisu tak menjawab apapun.
"Jangan bilang gak di terima?"tanyanya lagi sembari menatap Haura dengan lekat.
"Bukan gak diterima tapi belum ada jawaban,"jawab Haura akhirnya.
"Parah ngegantungin anak orang. Kenapa gak diterima aja?,"tanyanya. Lama-lama Haura merasa dirinya seperti di interogasi kaya maling. Banyak sekali pertanyaan yang keluar dari mulut sahabatnya yang satu ini.
"Dikira nerima orang semudah itu. Ini menyangkut masa depan gak boleh asal-asalan dan aku juga gak mau nyakitin hati kak Zidan nantinya,"ucap Haura.
"Halah gak mau nyakitin, terus kalau kamu nanti nolak lamaran kak Zidan apa itu namanya kalau bukan nyakitin dia juga? Sama aja kan. Sama-sama nyakitin"ucapnya.
"Lagi kenapa kamu gak langsung kasih jawaban aja gitu. Kalau iya yaudah iya, kalau enggak bilang enggak jangan malah di gantungin terus akhirnya di ting-,"ucapnya yang terpotong karena seseorang memanggil Haura.
Haura dan Keira memutar kepala melihat siapakah orang yang memanggil namanya barusan. "Panjang umur di omongin orangnya dateng,"ucap Keira. Haura menyikut lengannya pelan agar berhenti berbicara.
"Assalamu'alaikum,"ucap kak Zidan memberi salam.
Haura dan Keira membalas salam itu. "Mau cari Haura ya kak?,"tanya Keira. Kak Zidan mengangguk.
"Ini orangnya. Siap sedia di depan kelas kaya prajurit pelindung kelas,"ucap Keira. Kak Zidan yang mendengarnya hanya tersenyum tipis. Lama-lama gesrek otak Keira sepertinya.
"Ada apa kak?," tanya Haura, akward sekali suasananya.
"Ikut saya ke ruang Osis. Ada sedikit yang mau saya bicarakan tentang Class Meeting ini sama anggota Osis yang baru,"ucapnya. Haura mengangguk.
Selepas itu Haura berpamitan pada Keira untuk ke ruang Osis sebentar setelah mendengar perintah kak Zidan barusan.
"Jangan akward gitu dong, santai aja,"ucap Keira tepat di telinga Haura ketika Haura baru saja beranjak dari tempatnya berdiri tadi. Haura menatapnya tajam dan dia malah tertawa puas. Menyebalkan.
🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengagumimu Dalam Diam {TERBIT}
Novela JuvenilJika kata tak mampu mengungkapkan sebuah rasa maka doa lah yang menjadi jalan tempuh untuk mengungkapkan semuanya. Mengadukan namamu pada Sang Maha Cinta di sepertiga malam milikNya adalah cara terbaikku dalam mengagumi salah satu makhluk ciptaanNya...