Tak terasa besok adalah hari dimana perlombaan akan di mulai. Selama beberapa hari terakhir kemarin aku selalu pulang sekolah tak tepat waktu karena harus latihan terlebih dahulu setelah pulang sekolah.
Tak hanya aku. Kiya dan Chava—teman dari kelas sebelah yang memang mewakili perlombaan pidato pun harus pulang terlambat.
Dan hari ini adalah hari terakhir kami untuk menyiapkan penampilan esok hari. Kami pun harus rela pulang terlambat lagi walau latihan kali ini tak selama hari-hari kemarin.
Selama latihan ini aku selalu di dampingi oleh bu Nabila. Dengan sabar dia membimbingku, mengoreksi bacaan Al-Qur'an ku dan memberi masukan tentang langgam-langgam apa saja yang akan di pakai nanti sewaktu tampil.
Aku menutup bacaan Al-Qur'an ku dengan membaca sodaqallah lalu menutup Al-Qur'an yang ada di hadapanku.
“Udah bagus itu Ra. Top deh,”ucap bu Nabila sembari mrngacungkan ibu jarinya. Aku tersenyum mendengarnya.
“Tapi tetep aja bu, Haura deg-degan. Masih belum percaya diri,”kataku jujur.
“Tenang aja. Insyaallah besok lancar. Bawa enjoy gak usah di bikin deg-degan. Kalau deg-degan dari sekarang gapapa deh ibu maklum, tapi nanti pas tampil jangan deg-degan. Kalau tampil kamu deg-degan bisa gak konsen kamunya,”
“Kamu tuh sebenernya udah punya basic. Di poles dikit aja udah bagus bacaannya. Jadi gak perlu ketar-ketir. Terpenting dari yang terpenting untuk tilawah itu tajwid sama makharijul hurufnya. Insyaallah kamu bisa,”ucap bu Nabila.
“Aamiin bu. Mohon doanya ya untuk kelancaran lomba besok,”ucapku.
“Di doain insyaallah,”ucap bu Nabila sembari tersenyum lembut padaku.
Aku, Kiya, dan Chava baru saja selesai latihan terakhir. Kami bertiga sekarang tengah berjalan menuju gerbang sekolah dan siap untuk pulang.
Sebegitu mudahnya untuk aku cepat akrab dengan anak-anak disini. Seperti Chava yang baru kenal beberapa hari ini saja aku seperti sudah merasa dekat telah lama dengannya.
Chava mudah sekali mencairkan suasana. Sama seperti Kiya, Syahla, dan Keira.
Chava pun merupakan perempuan berniqab sama seperti Kiya. Dia bercerita baru dua tahun ini ia mengistiqamahkan dirinya untuk memutuskan memakai niqab. Masyaallah. Semoga aku bisa menyusul mereka untuk menutup diri ini dengan sempurna.
“By the way kalian tau gak dimana kita lomba nanti? Aku lupa tanya tadi sama bu Nabila,”ucapku. Entahlah sepertinya penyakit lupaku sudah mulai kambuh lagi.
“Tadi pak Salim bilang si di Madrasah Ash-Shalahiyyah,”ucap Kiya. “Sekolah lama kamu kan?.”
Aku mengangguk. Jadi lomba besok akan di adakan di sekolah lama ku. Berarti Syahla dan yang lainnya akan menjadi panitia di acara tersebut. Dan aku punya kesempatan untuk berbicara dengan Syahla kembali.
Tin! Tin!
Saat kami tiba di depan gerbang sekolah, suara klakson mobil menyambut kami. Tak lama sang pengemudi memberhentikan mobilnya tak jauh di depan kami lalu menurunkan kaca mobil.
“Kak Raja?”ucapku saat kaca mobil itu sudah turun dan menampakkan sang pengemudi.
“Ngapain balik lagi ke sekolah?”tanyaku.
“Di suruh jemput kamu sama budhe,”ucap kak Raja dari dalam mobil.
“Sama umi?”tanyaku. Kak Raja mengangguk. “Haura kan di jemput pak Tanto,”ucapku.
“Kata budhe pak Tanto gak bisa jemput kamu, anaknya sakit. Pakdhe juga gak bisa jemput kamu karena masih di kantor,”ucap kak Raja. Aku mengangguk paham.
“Ayo masuk,”titah kak Raja.
“Chava, Kiya, mau bareng?”tawar ku pada mereka.
Mereka sama-sama menggeleng. “Kamu duluan aja. Aku di jemput soalnya,”ucap Chava.
“Iya, kamu duluan aja. Aku juga di jemput,”ucap Kiya.
“Yaudah, aku duluan ya. Assalamu'alaikum,”ucapku pada Kiya dan Chava.
“Wa'alaikumussalam, hati-hati,”ucap mereka. Aku mengangguk.
Aku berlari kecil menuju mobil kak Raja. Sesampainya di sana aku langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
“Chava, Kiya, duluan ya,”ucap kak Raja.
Mereka mengangguk. Setelah itu kak Raja kembali menutup kaca mobil dan bersiap melajukan mobilnya.
Kak Raja membunyikan klakson mobil sebelum kami benar-benar pergi dari hadapan Chava dan Kiya. Aku melambaikan tanganku kepada mereka begitu juga dengan Chava dan Kiya yang melambaikan tangannya.
Mobil yang dikendarai kak Raja pun mulai melaju meninggalkan daerah sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengagumimu Dalam Diam {TERBIT}
Ficção AdolescenteJika kata tak mampu mengungkapkan sebuah rasa maka doa lah yang menjadi jalan tempuh untuk mengungkapkan semuanya. Mengadukan namamu pada Sang Maha Cinta di sepertiga malam milikNya adalah cara terbaikku dalam mengagumi salah satu makhluk ciptaanNya...