Chapter 19

2.3K 452 99
                                    

Siang ini, langit biru cerah dengan matahari bersinar terang. Tidak terlalu silau, tapi tidak mendung. Sangat pas untuk berjalan jalan di taman dan memetik bunga.

Namun tidak bagi Jennette, gadis bersurai coklat itu tampak frustasi dengan keadannya sekarang.

Sudah dua jam dia mendekam di perpustakaan, mencoba segala rumus,  tapi ia tidak juga menemukan jawaban dari tugas yang diberikan Carniche padanya.

Jennette mengacak rambutnya sebal, kenapa juga harus ada soal yang susah begini?

Penampilannya sekarang, benar benar seperti gadis sosialita yang pura pura jadi gembel.

Pakaiannya sangat cantik, gaun ungu simpel tanpa lengan dengan renda sebagai hiasan di bagian bawah. Surai kecoklatannya itu dikuncir kuda, sangat cocok.

Tapi lihat saja, satu kakinya di atas kursi, satu nya dilipat naik ke atas. Rambut nya yang terkuncir kuda juga nampaknya akan segera hancur karena sudah berkali kali di tarik tarik.

Apalagi wajah Jennette sekarang. Persis seperti Ibu Ibu yang kehabisan baju diskon di Ramayana.

"Haduhhh!!! Kenapa sih soal matematika tuh susah?! Soal metik tuh ngajarin hal gak baik tau gak!?"

"Di Indonesia tuh contohnya! Masa dari kelas satu udah disuruh ngitung, 'Budi dalam sehari menabung sehari seribu. Dalam setahun, berapa uang yang terkumpul? ", gerutu Jennette dengan gaya alay bin lebay.

"Lah itu kan tabungannya Budi! Ngapa jadi aku juga yang harus ngitung, mana boleh kepo kepo sama urusan pribadi orang!"

Mana pula saat ini dia tidak bisa meminta tolong Ijekiel atau Anne untuk membantunya. Anne tidak punya pendidikan lebih soal bidang matematika dan beberapa pelajaran lainnya.

Dan Ijekiel sedang mendekam dikamarnya dengan seluruh tumpukan kertas.

Bahkan belum sempat Ijekiel keluar dari kamar dan menyapa Jennette. Kertas kertasnya itu sudah keluar dari celah bawah pintu dan menyapa Jennette.

Seakan mengatakan 'Jangan ganggu Tuanku. Dia sedang sibuk sampai mirip orang gila'

Dengan perasaan terlanjur kesal bin sebal bin ingin mengamuk, Jennette melempar buku matematika nya yang berketebalan 10 cm itu asal kedepan.

Ctak

"Aduh!"

Sontak Jennette melihat ke asal suara. Matilah! Bukannya jatuh ke lantai, justru buku matematika nya itu melayang ke jidat mulus Sang Ayah.

Jennette lantas segera beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Anastacius. Dalam hati dia senang sih si brengsek itu terhantam buku tebal.

Tapi sebagai bentuk formalitas, dia harus pura pura khawatir kan?

"Tuan. Apa Tuan baik baik saja?", tanya Jennette dengan nada khawatir palsu.

Padahal ia senang sekali melihat jidat mulus nan putih milik Anastacius itu mulai membiru.

Anastacius meringis kesakitan seraya meraba jidatnya yang terkena hantaman oleh buku milik Jennette.

Niat awalnya ingin mengusik putrinya yang sedang belajar di perpustakaan, eh malah kena karma jidat kejedot buku.

Lagian Jennette kenapa masih harus nanya sakit atau nggak sih? Menurutnya saja, terkena buku setebal itu tiba tiba, mana lemparannya kencang, apa tidak sakit?

Ya sakitlah!

"Saya baik baik saja Nona. Itu hanya buku tipis saja", balas Anastacius.

'Aku gak akan kena gegar otak kan? Belum juga balas dendam, masa sudah mati lagi', lanjutnya dalam hati.

Jennette [Suddenly I Became A Princess]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang