Bab 15

13.1K 1.7K 126
                                    

Bab 15
Perbedaan pendapat

"Hei, kau baik-baik saja?" Daisuke melepaskan pelukan Haru, menangkup wajah yang tampak lelah dengan tatapan kosong itu. Daisuke lebih senang melihat Haru marah-marah dibanding diam seperti ini.

"Aku lelah." Haru beranjak menuju kamarnya, Daisuke mengikuti Haru tanpa kata. Ini bukan waktu yang tepat untuk mengajak Haru pulang, melihat kondisi Haru pria Kambe lebih mementingkan perasaan Haru saat ini. Meski Haru tidak bercerita, ia tahu ada yang tidak beres.

Haru meletakkan tasnya diatas meja, ia bergerak seperti robot ketika mengambil pakaian tidurnya. Haru tidak perduli lagi pada kenyataan bahwa ia tidak suka Daisuke ada dijarak yang sangat dekat dengannya apalagi sampai melihatnya mengganti pakaian.

Daisuke memperhatikan punggung Haru, memang tidak semulus punggung wanita yang selama ini tidur dengannya. Namun matanya terpaku pada satu titik, bagian tengkuk Haru yang terdapat tanda kepemilikan darinya. Sebuah tanda yang akhirnya membuat hubungan mereka nyaris diambang kehancuran, melihat tanda itu perasaannya menjadi tidak nyaman. Seperti ia berusaha diingatkan pada tindakan bodohnya malam itu.

"Kancingmu." Daisuke menunjuk kancing piyama Haru yang tidak terkancing dengan benar. Pria itu berjalan mendekat, Haru duduk diatas ranjang dengan tatapan kosong. Daisuke berjongkok dihadapan Haru, membuat tinggi mereka sejajar. Dengan sikap tak perduli dan tak tahu malu, Daisuke mengancingkan piyama Haru dengan telaten. Daisuke Kambe yang selama hidupnya tidak pernah mengurus oranglain, kini mau berbesar hati mengurus Haru yang entah pikirannya ada dimana.

Daisuke memandang lekat wajah Haru, dalam jarak sedekat ini Daisuke bisa mencium aroma strawberry yang lembut dari tubuh Haru. Hidung bangir Haru, sepasang bibir tipis yang sedikit kasar, bulu mata lentik yang membingkai mata bulat Haru, serta alis menukik yang seolah membentuk wajah Haru sebagai ekspresi pria pemarah. Daisuke menahan diri untuk tidak menyentuh Haru meskipun ia ingin dan ia memiliki hak itu, Haru bagai kaca yang nyaris pecah jika disentuh sedikit maka semua akan hancur berantakan. Daisuke tidak ingin hal itu terjadi, jika Haru belum siap bercerita maka ia akan menunggu sampai Haru siap. Jika Haru tidak mau bercerita padanya maka Daisuke berharap Haru menemukan tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Daisuke tidak mau memaksa Haru, ia tidak ingin egois untuk Haru. Sudah cukup dirinya menjadi egois karena membuat Haru terjebak dalam pernikahan ini serta menandainya.

.
.
"Ibuu!" Yoko keluar dari pintu belakang minimarket tempatnya bekerja, gadis berambut pink yang kini mengenakan jaket putih berlari kecil menyusul ibunya. Yoko merangkul lengan ibunya dan bersikap manja, Chiyo hanya tergelak kecil melihat tingkah putri sulungnya. "Haru-nii masih dirumah?"

"Anak keras kepala itu tidak mau menjelaskan apapun. Daisuke datang kerumah, ingin menjemput Haru tapi kakakmu belum pulang pasti dia mabuk lagi!" Keluh Chiyo sudah hapal tabiat putra sulungnya yang memang gemar mabuk.

"Dia sering pusing kepala karena ibu memaksanya menikah." Yoko menjawab ringan. Ia melirik kantung belanjaan ibunya, bertanya-tanya kenapa ibunya berbelanja sejauh ini. Tapi Yoko tidak mau terlalu memikirkannya.

Jalanan sudah mulai sepi karena hari telah larut malam, tidak seramai saat jam pulang bekerja. Mereka melintasi toko-toko yang berjejer disepanjang jalan, melewati toko sepatu yang selalu membuat Yoko berhenti selama lima menit didepan toko itu untuk melihat sepatu yang terpajang disana tanpa bisa membelinya. Mereka melewati cafe yang biasanya diisi mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas kampus, Yoko selalu menegakkan punggung dan bersikap tidak perduli setiap kali melintas disana. Keinginan untuk menimba ilmu di universitas sangat tinggi, tapi keterbatasan keluarga membuatnya menahan keinginannya. Berusaha menghibur diri bahwa kehidupannya saat ini sudah lebih dari cukup.

Petal On The Wind [Daisuke x Haru]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang