TEMPAT BERBEDA

51 7 2
                                    

- Hanif -

________________


Menempuh hampir tiga belas jam perjalanan udara Indonesia-Sudan, lelah sudah pasti, tapi perasaan bahagia lebih mendominasi. Sudan, negara yang ku pilih untuk melanjutkan jenjang pendidikan. Kuliah di Indonesia yang sudah berjalan dua semester ku tinggalkan, saat mendapat beasiswa di Universitas Internasional of Africa.

Aku berangkat bersama dua puluh orang lainnya yang sama-sama berasal dari Indonesia tapi dari daerah yang berbeda. Ragil, dia duduk di sampingku saat di pesawat. Alhasil, sekarang kami menjadi akrab.

"Nif, nyariin siapa?" tanyanya saat melihatku jelingak-jelinguk seperti mencari seseorang.

"Kata temenku dia mau menjemput kita ke Asrama. Tapi kok belum datang ya," jawabku.

Aku mengeluarkan hp untuk menghubunginya, tapi sebelum itu ada yang menepuk pundakku dari belakang.

"Hanif, kan?" suara itu berasal dari belakangku.

Aku berbalik, dan ku lihat seorang pemuda dengan tubuh gempal tersenyum sumringah menyambutku.

"Amar, maa syaa Allah ... akhirnya kita ketemu lagi." Kami saling bersalaman dan berpelukan sebentar.

"Bagaimana perjalanannya?"

"Alhamdulillah, lancar tapi yaa itu, karena perjalanan jauh badanku pegal semua" ungkapku.

"Tidak apa-apa, nanti kau istirahat di Asrama saja nanti."

"Kamu kok tambah gemuk di sini. Makan apa saja hah?" tanyaku memegangi perutnya.

"Kau ini, ini bukan gemuk, tapi ini lambang kesejahteraan haha." Ia tertanya nyaring.

"Ekhem ... gua gak di kenalin nih" Ragil berdiri di sampingku, memasang wajah malas.

"Afwan ... afwan akhi," jawabku merangkulnya "Mar, kenalin ini Ragil, dia sekampus juga sama kita."

"Eh, Assalamu'alaika ya akhi ... selamat datang di Sudan."

"Waalaikumussalam warahmatullah, hehe iya Mas doakan saya semoga betah di sini."

"Eh, jangan manggil Mas lah, panggil Amar aja."

"Ok, Mar. Kita ke asrama kapan nih?gua udah capek, pengen tidur." keluh Ragil.

Amar nampaknya agak kaget mendengar kata lo-gue dari Ragil. Maklum di antara kami hanya Ragil yang memakai bahasa gaul seperti itu.  Aslinya dia adalah anak beken Jakarta. Entah karena apa Ia malah tersesat melanjutkan kuliah di sini. Tapi dia mengatakan kalau Ayahnya yang menyuruhnya, katanya kalau dia mah "Ogah" tapi walaupun terpaksa dia tetap pergi. Aku juga heran kenapa dia bisa lulus, tapi bisa saja itu karena doa orang tuanya.

"Eh, yaudah yok Nif. Kalian pasti capek habis perjalanan jauh. Kita keluar lalu nyari taxi." ajak Amar.

Kami berjalan keluar bandara. Mencari taxi lalu kemudian berangkat menuju asrama yang sudah di sediakan bagi semua mahasiswa. Sekitar satu jam perjalanan, akhirnya kami bertiga sampai di sebuah bangunan bertingkat. Asrama khusus bagi setiap mahasiswa pendatang di sini.

Tempatnya cukup nyaman. Satu kamar setidaknya di isi satu sampai delapan orang, dan itu pun dari berbagai negara.

Kamar ku berada di tingkat ke dua bangunan itu, kamar paling pojok. Aku sekamar dengan Ragil, kebetulan bukan? kami satu pesawat dan sekarang satu kamar. Hah, itulah takdir.

"Haaahh, gua capek banget," ucap Ragil kemudian menjatuhkan dirinya ke kasur.

"Setidaknya taruh barang-barang mu dulu Gil, baru tidur" ujarku.

Tapi Ragil tak menyahut. Baru beberapa detik berbaring, dia sudah terlelap nyaman. Aku hanya menggelengkan kepala. Kenapa Allah mempertemukan ku dengan teman seperti dia?

"Eh, si Ragil udah tidur?" tanya Amar saat dia datang. Tadi dia pamit mengambil sesuatu dari kamarnya yang ada di lantai pertama.

"Iya Mar, tuh anak capek banget kayaknya." Aku terkekeh

"Yaudah Nif, nih makanan. Cuma ada roti hehe. Tau sendiri kan kalau mahasiswa gimana."

Aku menerimanya. Dua buah roti khas orang sini.

"Jazakallah khoyr. Kamu memang paling peka, Mar," tambahku.

"Kau kayak sama siapa aja. Dulu di pesantren kan kita selalu berbagi makanan, ingat gak?"

"Haha ingatlah, pokonya makanan sedikit apa pun pasti di bagi." kataku sambil menaruh roti itu di meja.

"Kamu istirahat dulu aja setelah ini. Nanti sore baru kita keluar beli barang yang kamu butuhin. Ajak di Ragil juga." titahnya.

"Ok, siap. Aku juga capek banget ini. Pengen tidur dulu bentaran."

"Aku pamit dulu kalau gitu. Kalau butuh sesuatu ke bawah aja ya." Aku menaikkan jempolku pada Amar.

Kamar ini belum di isi sepenuhnya. Totalnya baru enam orang. Dan ku lihat mereka masing-masing sibuk dengan barangnya. Aku ingin berkenalan, tapi ku tunda dulu. Mungkin mereka baru juga tiba dan ingin beristirahat.

Setelah setengah jam, barulah semua barangku sudah rapi di dalam lemari. Barangku tidak terlalu banyak, hanya pakaian dan beberapa buku tebal. Aku lihat Ragil masih tertidur dengan barang dan koper yang hanya di biarkan begitu saja.

Ku rebahkan tubuhku di kasur. Tidak terlalu empuk, tapi cukup nyaman. Aku menerawang ke atas. Keputusan ku untuk ke sini membuatku harus jauh dari keluarga, teman, dan dia.

Dia? iya, dia. Seorang perempuan yang sering ke surau untuk mengajarkan anak santri mengaji setiap malamnya. Sepucuk surat yang telah ku titipkan, ku harap dia sudah membacanya.

Kejadian saat tak sengaja aku menyentuh tangannya, membuatku gelisah dan berdebar dalam waktu bersamaan. Itu pertama kali aku menyentuh tangan perempuan yang bukan mahramku. Dan aku berdoa, semiga suatu saat nanti tangan itu akan halal di genggaman ku. Agar tak ada dosa, agar rasa ini terbawa dengan benar.

"Salma, apa kabar?" ucapku dalam hati. Setelah itu aku terlelap di atas kasur dan di tempat yang baru ini.

***

Assalamu'alaikum ... Jadi part ini Pov dari Hanif yah yg udah nyampe di Sudan hehe. Jauh bngt kan? kasihan Salma nungguin wkwk

Jngan lupa VOTE, KOMEN, dan SHARE cerita ini yak supaya aku tambah semangat nulisnya.

Salam sayang untuk kalian,

Bk2

Skenario TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang