TAK SENGAJA

164 12 6
                                    

- Salma -

__________________

Allahu akbar ... Allahu akbar ...

Suara azan mulai mengalun indah ketika matahari sudah melambai-lambai di ufuk barat.  Terang berganti gulita, bulan mulai menampakkan diri di atas langit malam di dampingi taburan bintang.

Aku bersiap diri, mengambil wudhu sebagai penyuci diri sebelum bertemu dengan-Nya yang Mahasuci.

Mukenah putih itu ku kenakan, lalu ku raih sajadah di atas nakas. Hari ini aku akan salat di surau yang tak jauh dari rumah. Setiap hari senin sampai jumat aku akan ke surau mengajar anak-anak untuk mengaji.

"Bu, aku pergi dulu ya. Assalamu'alaikum," ucapku sedikit berteriak agar ibu yang sedang ada di dapur bisa mendengarnya.

"Iya Nduk, hati-hati."

Suara iqomah terdengar saat aku masih di tengah perjalanan. Pertanda imam akan segera memulai salat.

"Allahu akbar ... Alhamdulillahi robbil'alamin...."

Merdu. Itu kata yang akan orang-orang katakan ketika mendengar suara itu. Dan tak terkecuali aku.

Itu kak Hanif. Seorang mahasiswa serta imam surau di kampungku. Ia seorang pendatang yang sedang mengenyam bangku kuliah di salah satu universitas di kota. Ia di beri sebuah kamar berukuran sedang tepat di samping masjid.

Aku sampai di pintu masjid ketika imam sudah selesai membaca Al-Fatihah. Segera ku gelar sajadahku dan ikut khusyu mendengar alunan surah Ar-Rahman, surah pilihan Kak Hanif menemani salat maghrib berjamaah kali ini.

"Assalamu'alaikum warahmatullah...."

 Salam itu menjadi tanda usainya salat. Semua mulut berkomat-kamit menyebut asma Allah. Lalu mengangkat tangan, memohon pada Sangpengabul doa.

"Aamin...." lirihku di akhir doa.

"Kak." Seorang anak kecil mendekatiku, mengulirkan tangan ingin menyalami. Aku tersenyum, inilah yang aku suka setiap mengajar mereka. Berkumpul bersama mereka sebuah bahagia yang sederhana tapi selalu ku rindukan.

Satu persatu anak-anak perempuan menyalamiku. Bahkan terkadang berebut untuk saling mendahului. Lucu, aku selalu tersenyum kala melihat tingkah mereka walau kadang mereka juga membuatku dan pengajar lainnya kewalahan karena mereka yang kadang bertingkah terlalu aktif.

"Kalian kedepan ya, jangan lupa duduknya diatur," titahku pada anak-anak. Pengajian memang di adakan di teras masjid, bukannya di dalam.

"Iya, Kak Salma," jawab mereka serempak.

Aku ikut keluar saat anak-anak sudah mengatur duduknya. Anak laki-laki di tempatkan di teras bagian kanan, sedang yang perempuan di teras bagian depan.

Terhitung ada 5 pengajar. Aku, Dania, Agus, Rifki, dan imam masjid, alias Kak Hanif yang ikut membantu kami juga mengajar. Setiap orang akan mengajar satu kelompok anak santri yang sudah di pisahkan menurut tingkatan mereka masing-masing.

Semua berjalan seperti biasa. Aku akan memanggil satu per satu anak untuk melantunkan bacaan mereka. Dan yang lain mengerjakan tugas yang sudah ku berikan sebelumnya.

Skenario TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang