TERUNTUK DIA

18 1 0
                                    

- Salma -

_____________________

Aku tak pernah menyangka akan melihat Bapak terbaring lemah di ranjang rumah sakit. D tubuhnya di pasangi beberapa selang. Kata dokter ada sedikit masalah dengan jantung Bapak dan itulah kenapa Ia tiba-tiba pingsan.

Selama ini Bapak tidak pernah mengeluh apapun di depanku atau di depan Ibu.

"Sabar ya, Sal. Bapak kamu pasti sembuh," ucap Kak Bayu.

"Aaminn," jawabku lirih.

Sampai sekarang Kak Bayu masih setia menemaniku. Padahal aku tahu, sejak tadi ada beberapa telpon yang Ia abaikan. Apa lagi kalau bukan urusan pentingnya di kantor. Tapi Dia malah di sini, menemaniku di ruang rawat Bapak.

"Kak, kalau Kak Bayu punya urusan pulang aja dulu. Aku di sini sama Ibu juga gak apa-apa kok," ucapku tak enak hati padanya.

"Tapi, Sal...."

"Gak apa-apa Kak Bay." Aku meyakinkannya.

"Yaudah, Sal aku ke kantor dulu yah. Ada sedikit urusan. Kalau udah kelar baru aku pasti ke sini lagi."

"Mending Kak Bayu istirahat dulu aja. Besok baru ke sini lagi."

"Tapi kamu...."

"Kan ada Ibu."

"Tapi kalau butuh sesuatu jangan sungkan buat telpon aku yah. Aku stay 24 jam."

"Iya, pasti," ucapku sambil tersenyum.

"Ok, aku ke kantor dulu kalau gitu. Assalamu'alaikum." ucapnya lalu menyalami Ibu yang duduk di tepi ranjang Bapak.

***

Keesokan harinya kondisi Bapak mulai membaik. Alat pendeteksi jantung yang melekat di tubuhnya sudah di lepas, hanya saja bapak masih kesulitan bernapas sehingga masih harus menggunakan alat bantu.

"Maaf kan Salma, Pak. Salma selama ini sudah kurang perhatian sama Bapak," lirihku sambil menciumi tangan Bapak.

Bapak mengelus kepalaku dengan sebelah tangannya yang bebas dari selang infus.

"Jangan menyalahkan diri sendiri, Nak. Ini takdir. Kita harus hadapi ini sama-sama. Kita hanya bisa berdoa dan berikhtiar untuk kesembuhan Bapakmu."

Tok ... Tok ... Tok ...

Pintu di ketuk kemudian masuklah seorang dokter dengan dua orang perawat di belakangnya.

"Permisi, saya mau memeriksa kondisi pasien," kata sang dokter.

"Oh, iya Dok. Silahkan."

Dokter itu mulai memeriksa kondisi Bapak, dan dengan sigap suster itu mencatat di atas kertas yang sedari tadi Ia pegang.

"Untuk pemeriksaan lanjutan, akan di lakukan CT-scan."

"Iya, Dok."

"Dan tolong jaga kondisi pasien. Jangan sampai Ia memikirkan hal-hal yang bisa membuatnya berpikir keras atau yang bisa membuatnya terguncang."

"Iya, baik Dok," jawabku.

"Baiklah, saya permisi."

Dokter itu pun keluar ruangan di ikuti dua suster itu untuk memeriksa pasien lain.

"Sal," panggil Ibu.

"Ya, Bu?"

"Ibu mau bicara."

Raut wajah ibu berubah serius.

"Ada apa, Bu?"

"Kemarin Bapak dan Ibu sempat berbincang mengenai kamu, Nak. Kamu tau kan, banyak tetangga yang menggunjing kita karena kamu yang selalu menolak lamaran yang datang,"

"Apa itu yang menjadi beban pikiran Bapak selama ini Bu?" lirihku.

"Bapakmu mulai khawatir. Ia memikirkan jika kamu terus menolak maka tidak akan ada laki pemuda yang mau melamarmu."

"Tapi Ibu kan tau, aku belum siap nikah, Bu," ucapku berkaca-kaca.

"Pikirkan lagi nak. Ini demi Bapakmu. Kemarin orang tua dari pemuda yang pernah kau tolak memaki Bapakmu. Bahkan Ia mengeluarkan kata-kata tak pantas tentang dirimu."

Aku tak sanggup bicara lagi. Apa karena aku Bapak sampai jatuh sakit seperti ini?

"Ibu mohon, Sal. Jika nanti ada yang melamarmu lagi, jangan di tolak yah. Bapak dan Ibu mau liat kamu menikah sebelum kami di panggil pulang oleh Yang Maha kuasa."

Aku langsung memeluk Ibu. Menangis menumpahkan resah.

"Bu, jangan bilang gitu," lirihku.

Tok ... Tok ... Tok

Aku mengurai pelukanku. Sepertinya ada yang datang menjenguk Bapak.

"Assalamu'alaiku," ucap seseorang yang baru saja masuk.

"Waalaikumussalam," jawabku berbarengan denga Ibu.

"Eh, Nak Bayu. Ayo masuk."

Ternyata Kak Bayu tak sendiri, Ia datang dengan wanita paru bayah yang beberapa tahun lalu sempat ku temui.

"Eh, tante. Apa kabar?" tanyaku sambil menyalaminya.

"Alhamdulillah baik, Sal. Kamu gimana?"

"Alhamdulillah, baik juga tante."

"Kemarin Bayu cerita kalau Bapak kamu masuk rumah sakit, makanya tante ikut ke sini."

"Iya, tante. Aku seneng banget tente udah mau repot-repot jengukin Bapak aku."

"Mari silahkan duduk, Bu," kata Ibu.

"Iya, Bu. Makasih."

Kami berbincang-bincang cukup lama. Ibu dan  Mama Kak Bayu terlihat langsung akrab.

Bapak terbangun, dan aku menawarinya makan. Aku menyuapinya sedikit demi sedikit. Setelah semua tandas aku membantu Bapak meminum obatnya.

"Gimana keadaan Bapak kamu, Sal?" tanya Kak Bayu yang berada di seberang ranjang Bapak.

"Alhamdulillah, lebih baik dari kemarin. Tadi dokter bilang bapak harus menjalani CT-scan."

"Semoga Bapak kamu cepat sembuh yah, Sal."

"Aamiinn...."

Bapak melihat interaksi kami, dan tanpa di duga Ia melepas sendiri alat bantu napasnya. Aku terkejut dan segera menahan tangan bapak. Tapi Ia melirikku dengan isyarat Ia tak apa-apa.

"Nak, Bayu," panggilnya dengan suara parau.

"Iya, Pak."

"Bapak ingin menanyakan sesuatu," bapak mulai merasakan sesak lagi ketika harus mengatakan kalimat panjang.

"Iya, pak tanyakan saja."

"Apa ... apa kamu bersedia menjaga Salma untuk saya?" ucap Bapak tertatih.

Kak Bayu terkejut begitu pun aku. Kak Bayu melirikku begitupun aku. Kami sama-sama memasang wajah tak biasa, kami sama-sama kaget.

Ya ... Rab
Apakah ini akhir dari penantianku?
Apakah ini pilihan yang Engkau tujukan untukku?
Apakah Kak Bayu imamku di masa depan dan bukan Kak hanif seperti yang ku inginkan?
Hatiku hancur bersama dengan rasa yang sudah ku jaga bertahun-tahun.
Kak Hanif, jika saja kau ada di sini....

***

Assalamu'alaikum gaez

Happy reading yah,

Salam sayang,

Bk2

Skenario TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang