AKHIR KITA

40 2 2
                                    

- Hanif -

_____________

Aku masih berdiri di hadapan Salma. Menunggu jawabannya. Semoga Salma mau pulang dan kami bisa secepatnya melangsungkan pernikahan.

"Salma," seseorang yang berdiri di samping Salma memanggilnya.

"Mereka siapa?" tanyanya lagi.

"Kenalin, ini Dania, ini Rifki dan ini Kak Hanif."

Dia menyalami kami satu persatu.

"Gimana, Sal?" tanyaku ingin memastikan keputusan Salma. Apakah ia mau menerima khitbahku atau tidak. Dan aku harap iya mengatakan iya.

"Sal, kamu belum menjawab pertanyaanku."

Aku menatapnya heran. Pertanyaan apa yang dia maksud?

"Sal, will you marry me?"

Aku terbelalak kaget. Laki-laki ini sedang melamar Salma dan itu di hadapanku.

Aku beralih pada Salma. Ia masih diam tak menjawab pertanyaan laki-laki itu atau pun pertanyaan ku.

"Maaf."

Hanya kata itu yang kemudian di ucapkan Salma lalu berlari meninggalakan kami semua.

Salma, maaf mu berarti apa dan untuk siapa?

Aku ingin mengejar tapi sebelum itu laki-laki yang tadi melamar Salma di depanku menahanku.

"Saya ingin bicara," ucapnya tegas.

Aku mengiyakan dengan ikut dengannya.

"Perkenalkan nama saya, Gibran Pradibta."

"Saya Hanif."

"Saya dengar kamu mau mengkhitbah Salma?"

"Iya itu benar. Dulu sebelum ke sini, saya sudah akan mengkhitbahnya tapi tertunda karena suatu alasan."

"Kalau begitu kita mencintai orang yang sama."

Aku mengangguk mengiyakan.

"Hukumnya, Salma harus menjawab dulu pinangan saya sebelum dia menjawab pinangan kamu. Karena di sini sayalah yang terlebih dahulu mengatakan akan menikahi Salma."

Ya, Gibran benar. Lagi-lagi aku terlambat.

"Kalau begitu biar saya yang mengejar Salma. Dia menerima ataupun menolak, kita sama-sama harus terima."

"Iya," ucapku pasrah.

Setelah percakapan itu Gibran pergi mencari Salma sedang aku kembali menemui Rifki dan Dania yang sedari tadi menungguku.

"Gimana Kak Hanif?" tanya Dania

Aku menggeleng lemah

"Kita cuma bisa menunggu keputusan Salma."

***

Aku, Rifki dan Dania memutuskan untuk istirahat di masjid pesantren itu. Hingga waktu zuhur tiba, baik Salma ataupun Gibran tidak ada yang terlihat. Aku semakin cemas, apa Salma sudah menerima lamaran Gibran? Kalau begitu artinya aku kalah.

Setelah salat zuhur pemilik pesantren mengajakku untuk ke rumahnya. Di sana kami di suguhkan makan siang.

Ingin sekali aku menanyakan keberadaan Salma dan juga Gibran tapi ku urungkan.

Aku masih menunggu hingga sore tiba. Kecemasanku kian bertambah.

Sudah berjam-jam terlewat tapi Salma dan Gibran tidak ada yang muncul.

Skenario TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang