MASIH DIA

27 3 0
                                    

- Hanif -

Tak terasa aku sudah sepekan di sini. Perkuliahan ku akan di laksanakan esok hari. Aku sudah menyiapkan buku-buku apa saja yang ku perlukan. Beberapa ada yang baru ku beli di sini dan beberapa juga hasil pinjaman dari Amar.

Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi. Hari ini aku, Ragil, dan Amar akan pergi le suatu tempat. Hari ini kami akan menghadiri pertemuan dalam sebuah organisasi khusus mahasiswa dan mahasiswi Indonesia yang mengenyam pendidikan di Sudan.

Aku sudah siap dari tadi, tapi Ragil masih sibuk mencari baju mana yang akan Ia pakai. Dia memang harus terlihat modis setiap waktu. Aku hanya menjawab sekenanya jika Ia bertanya baju itu bagus Ia kenakan atau tidak.

"Kau itu lama sekali, Gil. Udah mau jam sepuluh nih," protes Amar.

"Tunggu-tunggu, bentar lagi gua siap."

Hingga lima menit kemudian barulah kami berangkat. Kami tidak hanya bertiga, ada beberapa mahasiswa lain yang ikut bersama kami.

Kali ini kami tidak jalan kaki, melainkan menaiki sebuah bus karena jarak tempatnya yang agak jauh dari asrama kami.

Sekitar dua puluh menit barulah kami sampai. Rapat ini di adakan di sebuah masjid. Rapat kali ini sebagai sambutan bagi kami mahasiswa baru. Yang datang sudah cukup banyak saat kami tiba.

Aku tak langsung masuk, aku menuju tempat pengambilan air wudhu. Sepertinya acaranya belum akan di mulai, aku memutuskan untuk salat dhuha terlebih dahulu. Sedangkan Ragil dan Amar sudah terlebih dahulu masuk ke masjid.

Aku membasuh muka, rasanya segar sekali. Apa lagi cuaca di sini sangat panas. Bisa lebih dari 40°C.

Setelah berwudhu aku langsung masuk ke masjid, menunaikan salat dua rakaat di saf paling belakang.

Setelah salat aku bergabung bersama yang lain. Aku duduk di samping Ragil, sedangkan Amar duduk di depan karena Ia di amanahkan menjadi MC.

Acara di mulai lima menit kemudian. Mulai dari pembacaan ayat suci Al- Qur'an hingga sambutan dari ketua organisasi ini.

Setelah itu Mc mengintruksikan bahwa salah satu di antara kami yakni mahasiswa baru harus maju ke depan dan menceritakan kesannya setelah sampai di Sudan.

Ragil dengan percaya diri mengacungkan tangan. Tak khayal memang, Dia punya tingkat ke PD-an yang lebih.

Setelah Ragil selesai, kini giliran mahasiswi baru yang di persilahkan. Kami di halangi oleh sebuah hijab, jadi ada pembatas antara mahasiswa dan mahasiswi agar tak saling melihat.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...."

Tunggu, suara itu. Sepertinya aku mengenalnya. Aku masih mencoba mengingat-ingat.

"Nif, kok aku kayak pernah dengar salam ini yah," kata Ragil.

Setelah salam itu, mahasiswi tadi melanjutkan kata-katanya. Barulah di situ aku dan Ragil ingat. Suara itu milik....

"Elza!" ucap Ragil lantang.

Astaga! memalukan sekali. Rasanya aku ingin bersembunyi saja. Kenapa juga aku harus duduk tepat di sampingnya. Ragil yang sadar telah menari perhatian hanya bisa meminta maaf sambil cengengesan.

"Nif, itu Elza, kan. Yang sempet kita tolongin dari preman," Ia berbisik.

"Iya kayaknya, Gil," jawabku tak begitu yakin.

Kami kembali mendengarkan mahasiswi itu. Ia menceritakan bahwa Ia sangat tertantang kuliah di sini dan juga bangga.

Setelah semua acara selesai, kami di suguhkan kue-kue khas orang sini. Kami makan bersama, menikmati kebersamaan dengan saudara senegara.

Kami salah zuhur di masjid itu. Barulah selepas itu kami memutuskan untuk pulang. Saat di luar masjid aku merasakan ada yang janggal. Aku merogoh kantong celana, tapi dompet ku tidak ada di sana. Aku panik, bukan karena uangnya, tapi banyak surat dan kartu penting di dalamnya.

Aku memutuskan kembali ke masjid. Mungkin saja terjatuh tadi.

"Mau kemana, Nif?" Ragil bertanya padaku yang hendak memutar haluan.

"Dompetku hilang, Mar. Mungkin jatuh pas aku ambil wudhu tadi."

Lalu Mar dan Ragil mengikutiku. Berusaha membantu mencarikan dompetku yang hilang.

Lima belas menit mencari, kami tak menemukan apa pun.

"Apa kita lapor aja?"

"Lapor polisi maksudnya?" tanya Ragil pada Amar.

"Gak usah, kita cari lagi aja dulu," ucapku.

Kami memutuskan untuk mencari lagi. Hingga kami memutuskan untuk bertanya pada penjaga masjid dan mahasiswa Indonesia yang masih ada di situ.

Karena lelah mencari kami sama-sama duduk di pelataran masjid. Entah harus ku cari kemana lagi dompet itu. Bisa jadi jatuh saat di bus tadi.

"Assalamu'alaikum," sebuah salam mengalihkan perhatian kami.

"Waalaikumussalam," kami serempak menjawab.

"Kayaknya ini milik kamu deh,"

Ia menyodorkan sebuah dompet hitam ke arahku.

Hah itu dompetku, akhirnya ketemu!

"Alhamdulillah, ketemu. Aku pikir sudah hilang di bus tadi."

"Aku nemu tadi di sekitar tempat pengambilan air wudhu," jelasnya.

"Alhamdulillah, makasih yah. Kamu Elza, kan? yang dulu...."

"Iya, saya Elza. Yang dulu kalian pernah tolongin."

"Makasih yah, Za udah ngembaliin dompetnya Hanif," ucap Ragil.

"Iya, sama-sama. Maaf ya tadi dompetnya aku buka soalnya mau tau itu punya siapa."

"Iya, gak apa-apa kok."

Itu bukan aku yang menjawab, melainkan Ragil. Inikan dompetku tapi kenapa Ia yang menjawab?

"Yaudah, aku pamit yah. Gak enak udah di tungguin teman-teman."

Elza berpamitan, memberi salam lalu pergi menuju teman-temannya.

"Kebetulan banget yah Elza yang nemuin dompetnya Hanif,"

"Gil, tau gak? di dunia ini gak ada yang namanya kebetulan. Apa pun yang terjadi itu takdir. Termasuk yang tadi, Elza yang nemui dompetnya hanif," jelas Amar.

"Berarti pertemuan kedua kita sama Elza udah takdir dong."

"Iya lah. Pas banget gitu, Hanif juga pernah nolongin Elza, nah sekarang Elza yang nolongin Hanif. Jangan-jangan ini pertanda lagi," goda Amar padaku.

"Pertanda apaan!" ketus Ragil.

"Udah ah, yuk pulang!" jawabku.

"Elza cantik kan, Nif. Calon istri idaman." Amar masih menggodaku.

"Hushh! Hanif udah punya calon di Indo. Namanya Salma, gua denger pas dia nelfon." Ragil tak mau kalau menggodaku.

Aku memicingkan mata, sedetik kemudian Ragil dan Amar sudah berlari sambil tertawa.

"Awas kalian!"

Aku mengejar mereka di bawah sinar matahari yang begitu panas di Sudan.

***

Assalamu'alaikum gaezz

Part 11 Hanif ketemu lagi nih sama Elza. Duhh jadi Salma gimana dung?wkwk

Jngan lupa vote dan komen yak:)

Salam sayang,

Bk2

Skenario TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang