.
.Banyak orang yang mengatakan bahwa waktu berjalan dengan sangat cepat. Namun bagi Jimin, setiap detik terasa begitu berat dan lambat. Hingga enam bulan berlalu tanpa kemajuan dalam rumah tangga mereka, Jimin belum melakukan usaha apapun untuk membawa Aera kembali ke dalam hangat rumah milik keluarga Park.
Bukan berarti Jimin mengingkari janjinya sendiri. Alasannya belum berjuang untuk Aera dikarenakan dia masih harus memperjuangkan kesembuhannya sendiri. Jimin sengaja tidak menjumpai Aera selama 6 bulan, biasanya hanya beberapa kali tidak sengaja bertemu jika Aera sedang membuntuti Seokjin, namun Jimin tidak melakukan apapun ke Aera, menyapa pun tidak. Jimin hanya fokus untuk kesembuhan dirinya, seperti melanjutkan kembali terapi yang sempat ia hindari. Dia ingin menyembuhkan dirinya dengan usahanya sendiri.
Lagipula dia sudah mulai percaya dengan Seokjin, dia tahu hyungnya akan menjaga Aera untuk sementara. Jadi waktu berjauhan dari Aera itu akan ia manfaatkan sebaik mungkin untuk pemulihan dirinya.
Bisa dibilang, ini awal pembuktian Jimin kepada Aera. Karena selama 6 bulan menjalani terapi, Jimin mulai merasakan bagaimana menikmati hidup dengan baik, serta yang paling penting, yang paling Aera harapkan saat dulu, Jimin sudah menjadi cahaya untuk kebahagiaannya sendiri.
Jadi, hari ini sudah saatnya Jimin berjuang untuk Aera. Dia sudah mantap untuk memunculkan dirinya ke hadapan sang istri yang masih membencinya.
*****
"Appa.."
Jimin baru saja keluar dari kamarnya, lalu dia mendapati Ji Ae yang merengek seraya berjalan ke arahnya. Putrinya yang berumur 4 tahun ini menarik ujung baju Jimin dengan wajah tertekuk. Kini, Ji Ae sudah tumbuh sedikit lebih besar, ucapannya pun sudah mulai lurus dengan kosa kata yang beragam.
"Apa sayang?" sahut Jimin setelah membungkuk. Dia juga mengelus pucuk kepala anak semata wayangnya.
"Ji Ae tidak ingin bersama paman Suga. Ji Ae ingin bersama paman Taehyung saja!" Ji Ae menggoyangkan badannya seraya memasang wajah teraniaya. Lantas hal itu membuat Jimin cemas, pasalnya dia tahu sendiri bahwa Suga sangat cuek dan tidak terlalu menyukai anak-anak. Kebetulan pula dua hari yang lalu dia menitipkan Ji Ae kepada Suga.
"Apa paman Suga menyakiti Ji Ae?" tanya Jimin menjadi panik.
Ji Ae dengan cepat menggeleng. "Kata paman Suga, Ji Ae menakutkan. Paman Suga hampir saja menangis karena Ji Ae."
"Ji Ae-yaa! Paman tidak ada hampir menangis waktu itu. Memang seperti ini wajah paman jika sedang merasa kesulitan." Suga datang tiba-tiba dari ruang tamu. "Jimin-ah! Kumohon, berhentilah menyiksaku. Kau tahu? Putrimu ini terobsesi dengan pangeran berkuda putih!" imbuh Suga, kini berganti merengek kepada Jimin.
Jimin terkekeh hingga matanya tenggelam, baris giginya terbingkai sempurna dengan bibir tebalnya. "Lalu hyung disuruh Ji Ae menjadi kudanya?" tanya Jimin.
"Tidak! Aku disuruh menjadi pangeran berkuda itu. Lalu dia memaksaku menaiki sepedanya dan bergerak seolah sedang menunggangi kuda. Kau tidak tahu betapa sakitnya aku selama satu jam harus beradu dengan kursi sepeda."
Kekehan Jimin berubah jadi tawa yang terbahak. Pantas saja Ji Ae berkata kepadanya bahwa Suga hampir menangis karenanya. Jimin tidak bisa membayangkan betapa tersiksanya Suga pada saat itu.
"Hyung, tapi hanya kau satu-satunya yang punya waktu luang. Taehyung dan J-Hope hyung sedang ada kegiatan. Namjoon hyung sudah menyerah karena Ji Ae selalu menangis setiap kali mainannya dirusaki Namjoon hyung. Sementara itu, Jungkook dan Seokjin hyung sedang pergi mengurus sesuatu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HITCH ✔️
Фанфик♡TOLONG DIFOLLOW SEBELUM MEMBACA:)♡ RATE : MATURE [CERITA SUDAH TAMAT] [DALAM TAHAP REVISI] "Menyerahlah sekarang, karena aku tidak akan pernah melepaskanmu jika malam ini kau tidak memutuskan pergi dariku." -Park Jimin "Tidak! Aku tidak akan menye...