Gaiseu, aku cuma mau bilang, tolong nanti kata penutupku dibaca ya di bagian akhir. Sekarang kita sama2 menyelam ke akhir cerita Ji Ra dulu.
Selamat membaca
Seokjin merasakan tubuhnya seakan tersengat tegangan tinggi setelah rungunya baru saja menerima kalimat mengejutkan dari Aera. Dia mendengar dengan jelas, tidak meragu sedikitpun tentang apa yang tadi tidak sengaja ia dengar saat sedang merapatkan pintu ruang rawat yang ditempati oleh Jimin dengan pelan. Aera yang sedang membelakanginya, jaraknya pun cukup jauh dari pintu, ditambah pula sedang fokus berbicara dengan Jimin, lantas tidak membuat wanita itu menyadari kedatangan Seokjin. Dan untung saja, sebelum Aera mengetahui keberadaannya, lelaki itu sudah kembali pergi dengan aman. Dia mengurungkan niatnya untuk menawarkan diri agar bergantian dengan Aera untuk menjaga Jimin. Namun dia pun tak lantas bersegera meninggalkan rumah sakit, dia justru bersandar pada dinding luar kamar Jimin, tatapannya kosong, sedang perasaannya kacau balau.
Sekitar 10 menit merenung di depan ruangan, akhirnya Seokjin tersadar dengan mengembus satu napas kasar tatkala Aera keluar dari ruangan. Mereka sama-sama terkejut, namun Aera lebih dulu mengatur ekspresi dan perasaannya dari keterkejutan. "Eoh? Seokjin oppa? S-sejak kapan kau berada di sini? Maksudku di Hongkong,"tanya wanita bersurai panjang dengan wajah sembabnya.
"Kau akan pulang?" tanya Seokjin kemudian. Seokjin sedikit datar saat merespon Aera.
"Iya, sebentar. Aku ingin menjemput Ji Ae," jawab Aera bersamaan memperbaiki tasnya yang sedikit terbuka. Aera melakukan itu tatkala sorot mata Seokjin dilempar ke arah tasnya.
Seokjin yang masih berdiri tegak tanpa mengalihkan sedikit pandangannya pun mulai curiga, didukung pula dengan usaha Aera yang cukup panik untuk menutupi satu barang di dalam tasnya. Hingga saat tas tertutup dengan sempurna, bersamaan Aera yang telah membungkukkan badannya dan berlalu begitu saja, Seokjin masih bertahan dalam diamnya. Dia tidak menahan Aera sama sekali, dia bahkan menutup rapat kedua bibirnya.
****
Aera berjalan sedikit tergesa setelah membanting kasar pintu mobilnya. Peluhnya mulai merintik pada permukaan wajahnya yang sangat panik. Dia tidak sampai hati meninggalkan Ji Ae seorang diri di rumah ini. Jadi dia berlari secepat mungkin, hingga akhirnya mendapatkan wajah puterinya yang sedikit ketakutan saat menyadari dirinya telah masuk ke dalam kamar.
"Ji Ae-yaa.. Kenapa?" tanya nya di tengah langkah yang semakin mendekat pada ranjang Ji Ae. Anak kecil itu menggeleng bersamaan menahan tangis ketakutannya.
Aera tidak menjawab, dia merogoh sesuatu dalam tasnya. "Sudah waktunya meminum obat. Kenapa kau harus demam disaat seperti ini? Hm?" tanya nya.
Sungguh demi apapun, Aera memang terlihat menyeramkan. Wajahnya pucat, mata sembab, pikirannya pun terkadang kosong seperti orang kehilangan arah. Bahkan saat ini Aera tengah menatap nanar kepada Ji Ae, namun birainya menarik satu sudut ke atas. Menyeramkan!
"E-eomma.. Ji Ae sudah sembuh. Ji Ae t-tidak panas lagi." Ji Ae mencoba menolak secara halus. Dia takut, takut sekali meminum kembali obat itu.
Aera melandaskan punggung tangannya ke dahi Ji Ae untuk memastikan, setelahnya dia tetap membuka botol obat. "Ji Ae masih sakit. Ayolah, minum obat ini, agar kita bisa pergi bersama appa."
Aera semakin terlihat menyeramkan. Lantas Ji Ae menggeleng seraya menyeka botol obat pada genggaman sang ibu hingga terjatuh.
Dengan cepat, wajah Aera menegang, matanya seakan amarah. "JI AE!! KAU KENAPA SELALU MEMBANTAH EOMMA?! TOLONG JANGAN MENYULITKAN RENCANA EOMMA! TOLONG JADILAH ANAK YANG BERGUNA! KAU TIDAK TAHU YA? EOMMA SUDAH HAMPIR GILA.. EOMMA INGIN SECEPATNYA MENGAKHIRI INI!"
KAMU SEDANG MEMBACA
HITCH ✔️
Fanfiction♡TOLONG DIFOLLOW SEBELUM MEMBACA:)♡ RATE : MATURE [CERITA SUDAH TAMAT] [DALAM TAHAP REVISI] "Menyerahlah sekarang, karena aku tidak akan pernah melepaskanmu jika malam ini kau tidak memutuskan pergi dariku." -Park Jimin "Tidak! Aku tidak akan menye...