Empat jam sebelumnya Aera masih bisa mengobrol bahkan tertawa bersama keluarganya. Namun, setelah memasuki fase aktif. Jangankan untuk tertawa, ingin senyum saja sudah bergetar hebat karena tak kuasa menahan sakit yang berkali lipat dari kontraksi empat jam sebelumnya.
Untung saja keluarga tetap setia mendampingi Aera. Jimin terus menerus menggenggam tangan Aera, mencium kening dan birai sang istri secara bergantian. Sedangkan ibu dan ayahnya memberikan semangat dan doa lewat kata-kata yang tiada henti.
Ibunya yang tadi sangat tegar pun kini sesekali menitikkan air matanya, ada rasa haru, bahagia dan kasihan. Semuanya bercampur menjadi satu. Kedua orang tua Aera ini tidak sanggup melihat putrinya yang akan bertaruh nyawa diumurnya yang masih 19 tahun. Dia tidak menyangka, sebentar lagi putri kecil mereka akan menjadi seorang ibu.
"Kau adalah putriku yang kuat. Kau pasti bisa nak, pasti bisa." Begitulah kalimat yang terus menerus diucapkan oleh ibunya.
Aera yang masih mengontrol napas disertai menahan rasa sakit itu hanya bisa mengangguk, sesekali juga mengerang dan mendesah kesakitan. Dia ingin sekali menangis sekuat tenaga dan berteriak pada siapapun bahwa sekujur tubuhnya terasa ngilu dan perih sekali.
"Yoon Aera, kau tahu? Setiap wanita itu dilahirkan tiga kali. Kelahiran pertamanya saat dia terlahir sebagai seorang anak ke dunia. Kelahiran kedua, saat dia menjadi seorang istri. Dan kelahiran ketiga, saat dia menjadi seorang ibu. Itu berarti, sebentar lagi kau akan menjadi wanita sempurna, sayang."
Tangis Aera pun pecah setelah menyimak ucapan ibu yang menyentuh hatinya, semangatnya kembali menggebu kala dirinya tersadar bahwa hidupnya sudah melangkah sejauh ini, sebentar lagi dia akan memasuki kelahiran dirinya yang ketiga kali, dia akan menjadi seorang ibu, wanita yang paling tuhan muliakan.
Menatap manik tulus ibunya justru semakin membuat Aera terisak. Dia jadi merasa bersalah kepada diri sendiri yang mungkin masih sering menyakiti perasaan ibunya, wanita yang telah bertaruh nyawa demi dirinya, merasakan sakit seperti yang ia alami saat ini.
"Eom-ma.." panggil Aera bergetar.
"Iya sayang?" Ibunya langsung menggenggam tangan Aera. Hati lemah sekali kala dia mendengar suara Aera yang begitu lemas dan serak.
"'M-maafkan aku jika sering membuat eomma bersedih dan kesal."
Aera tidak pernah menyangka, ibunya pernah merasakan sakit seperti ini deminya. Lalu setelah dia lahir, dia justru menjadi wanita yang kadang suka menusuk perasaan ibunya dengan kata-kata atau sikapnya.
"Ibu sudah memaafkan semua kesalahanmu, sayang," jawab ibunya, lalu melandaskan satu ciuman lembut di kening Aera.
Ayah Aera yang tengah melihat pun menyentuh pucuk kepala Aera yang sudah basah akibat peluh perjuangannya.
Memang biasanya, disaat seperti inilah seorang anak menyadari perjuangan ibunya yang sampai rela berataruh dengan nyawa deminya.
****
Setelah tiga jam berlangsung, setelah bukaannya sudah diperkirakan siap masuk sepuluh jari, Aera lantas dipindahkan ke ruang bersalin.
Di ruangan ini lah perjuangan Aera akan dimulai. Dia tidak berjuang sendiri, ada Jimin dan ibunya yang mendampingi. Sedangkan ayahnya menunggu di luar setelah mendengar kabar bahwa ayah Jimin sudah terbang dari Jeju dan akan segera sampai di rumah sakit.
"Aera-ya, kau kuat.."
Jimin sudah mulai cemas sendiri. Dirinya akan melemah jika dihadapi hal semacam ini, hal dimana orang tersayangnya sedang diambang hidup dan mati.
"Aera-ya, aku di sini sayang.."
"Nggghhh!"
Aera mengejan seperti yang sudah dipelajari saat yoga rutinnya dulu. Semua tim medis yang berada di sana berkali-kali memuji usaha Aera untuk mengejan. Padahal sebenarnya Aera tidak sanggup lagi, ingin sekali rasanya menutup matanya karena terlalu lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HITCH ✔️
Fanfiction♡TOLONG DIFOLLOW SEBELUM MEMBACA:)♡ RATE : MATURE [CERITA SUDAH TAMAT] [DALAM TAHAP REVISI] "Menyerahlah sekarang, karena aku tidak akan pernah melepaskanmu jika malam ini kau tidak memutuskan pergi dariku." -Park Jimin "Tidak! Aku tidak akan menye...