part 13

23K 1.5K 53
                                    

Rose berjalan dengan tertatih ke dalam rumah sakit tempat ibunya di rawat, keringat mengalir deras di wajah putihnya. Dia berhasil kabur sebelum akses keluar di tutup oleh para bodyguard.

Dia terus berjalan menuju kamar rawat ibunya, masuk ke dalam dengan perasaan tidak karuan. Rose kembali menutup pintunya, berjalan mendekat ke arah ibunya yang terbaring koma. Sudah 5 bulan ibunya tidak ada perkembangan dan kesehatannya terus memburuk, dokter terus mendesaknya agar segera menjalani operasi tapi Rose tidak ada uang untuk membayar biayanya.

Rose duduk di bangku di samping ibunya, menggenggam tangan kurus itu dengan lembut. Air mata perlahan turun dari kedua matanya.

"ibu, sebentar lagi ibu akan baik-baik saja. Rose jamin tidak akan ada lagi orang-orang jahat itu menagih hutang pria tua itu kepada ibu." ucap rose lirih, dia sadar kalau bagaimanapun juga dia pasti akan tertangkap walaupun sekarang dia berhasil kabur.

Tuan muda Kenzie dan juga Sherlyn, Rose sadar kalau yang dilakulannya salah dan mereka berdua juga tidak pantas menerima semua ini.

Tapi dia harus memilih ini karena ibunya yang sudah menderita selama 20 tahun karena ayahnya yang kasar dan kini penyakit ganas yang terus menggerogoti tubuhnya.

Dan tujuannya kabur dari sana, Rose hanya ingin mengucapkan salam perpisahan kepada ibunya setelah itu dia akan menyerahkan diri kepada keluarga Rainart atas perbuatannya.

Rose menghapus kasar air matanya, dia mengambil sebuah surat dari saku mantelnya dan meletakkannya di laci nakas di samping ibunya.

Menatap lama wajah damai ibunya untuk terakhir kali, Rose bangkit lalu mencium dahi wanita yang sangat di sayanginya itu lama.

"goodbye, ma. I love you so much." Ucap Rose lirih. Dia lalu berjalan keluar dari kamar rawat ibunya.

Rose mengambil handphonenya dan mengetikkan pesan kepada orang yang sudah memerintahkannya.

"aku sudah melakukannya. Tolong tepati janji anda, tuan."

Tidak lama sebuah pesan masuk di handphonenya.

"ya, akan kutepati."

•••••

Kenzie membuka matanya berat, dia langsung merasa jantungnya berdetak dengan sangat cepat dan seakan ada api yang membakar di dalam tubuhnya.

"urgh!! Panas! Sakit!" Kenzie berucap lirih, air matanya mengalir deras. Kenzie menggeliat kesakitan di atas brankar rumah sakit.

Seluruh organ yang ada di dalam tubuhnya terasa sangat panas dan jantungnya juga berdetak sangat cepat seakan ingin meledak. Rasanya kematian sebentar lagi akan menemuinya.

Shella dan Eric yang sedang berbicara di ruangan itu dengan dokter yang menangani Kenzie segera menoleh mendengar rintihan lirih Kenzie.

Eric yang tepat berada di samping Kenzie langsung menahan tangan Kenzie yang berinfus agar infusnya tidak terlepas dari tangan Kenzie.

"sakit~ panas!" Kenzie merintih kesakitan seraya meremas baju pasien di dada kirinya. Shella menggenggam erat tangan Kenzie yang tidak berinfus, dengan air mata yang kembali mengalir. Dia tidak tahan melihat anaknya kesakitan seperti ini.

"lakukan sesuatu!" teriak Eric marah kepada dokter paruh baya yang memeriksa Kenzie. Dokter itu segera mengambil obat bius dan menyuntikkannya ke tangan Kenzie.

Tak lama rintihan kesakitan Kenzie berhenti dan tubuhnya juga berhenti menggeliat kesakitan. Kenzie kembali tertidur.

"sampai kapan anak saya harus seperti ini, dok?" tanya Shella dengan berurai air mata, tangannya meremas tangan Kenzie erat.

Dokter paruh baya bernama Daniel itu menghela nafas pelan, "sampai obatnya kami dapatkan, nyonya. Karena seperti yang saya katakan tadi, racun yang berada di tubuh tuan muda Kenzie itu sangat langka dan sangat sedikit sekali yang tau tentang racun ini.

Dan lebih sedikit lagi yang bisa membuat antibiotiknya. Racun ini berbahaya tapi tidak sampai membunuh korbannya." jelas dokter Daniel.

"sebisanya percepat, Daniel. Akanku bayar berapa pun biayanya." ucap Eric datar, dia hanya menatap wajah pucat Kenzie sesekali mengelus rambut anaknya itu.

"baik, tuan. Akan saya usahakan." ucap Daniel lalu berjalan keluar setelah membungkuk hormat kepada Eric dan Shella.

Shella terduduk di kursi yang berada di samping Kenzie, dia menelungkupkan wajahnya di tangan Kenzie yang tidak berinfus. Eric berjalan mendekat ke arah istrinya, mengelus rambut panjang Shella yang biasanya tergerai indah kini berantakan karena terus dijambak Shella sepanjang perjalanannya ke rumah sakit.

"Kenzie akan baik-baik saja, dear. Obatnya akan segera didapatkan Daniel, tenanglah." ucap Eric menenangkan Shella yang masih saja menelungkupkan wajahnya di tangan Kenzie. Shella mengangkat wajahnya dari tangan Kenzie, mengelus tangan anaknya itu dengan lembut.

"tapi selama obatnya belum didapatkan dokter Daniel, Kenzie akan terus tersiksa setiap dia terbangun. Dan kita juga tidak tau kapan obatnya akan didapatkan bukan?! Kenzie akan terus tersiksa selama obatnya belum didapatkan." ucap Shella lirih tapi masih dapat didengar Eric.

Eric hanya bisa diam, apa yang dikatakan istrinya itu semua memang benar. Kenzie akan terus tersiksa selama obatnya belum didapatkan, dan yang bisa mereka lakukan hanya terus menyuntikkan obat tidur ke Kenzie sampai Daniel mendapatkan obatnya.

Eric mengepalkan kedua tangannya, amarah yang daritadi dia coba untuk dia tahan hampir saja meledak keluar. Dia akan menghancurkan siapapun yang sudah melakukan ini.

Pintu ruang rawat Kenzie dibuka dengan kasar, Cathelline, ellina, Adelliana dan juga Jasmine segera masuk ke dalam setelah menutup kembali pintunya.

"bagaimana keadaan cucuku, Eric?" tanya Cathelline khawatir setelah dia berada di dekat Kenzie, mengelus rambut halus anak itu dengan pelan.

Eric menjelaskan kepada yang lain dengan tenang karena Shella pasti tidak sanggup menjelaskan kondisi Kenzie kepada yang lain.

"kenapa kamu harus menerima ini, baby?" ucap Ellina setelah mendengar penjelasan Eric. Menatap wajah Kenzie yang pucat pasi.

"Eric, kamu ditunggu papa dan yang lain di ruang bawah tanah. Biar kami yang menjaga Kenzie dan Shella disini." ucap Adelliana seraya menatap Eric, Eric mengangguk lalu berlalu keluar dari ruang rawat. Bodyguard berjaga di sepanjang lorong ruang rawat Kenzie, Eric menoleh ke arah kepala bodyguard yang berada di depan ruang rawat anaknya.

"Mario, lakukan seperti yang kuperintahkan sebelumnya." ucap Eric datar, Mario mengangguk patuh. Eric lalu berlalu dari hadapannya dengan aura berbahaya.

Mario mengeluarkan pistolnya, memeriksa peluru yang ada di dalamnya. Seperti yang diperintahkan tuannya dia tidak akan lagi ragu-ragu.

'siapapun yang mencoba memaksa masuk selain keluargaku atau dokter Daniel, tembak di tempat. Sekalipun orang itu mengaku suruhan dokter Daniel.'

Karena Eric sudah memerintahkan dokter Daniel untuk tidak pernah menyuruh siapapun untuk memeriksa Kenzie selain dokter Daniel, Eric tidak ingin kejadian tahun lalu terjadi lagi. Seorang dokter yang mengaku sebagai suruhan dokter Daniel padahal adalah pembunuh bayaran yang menyamar.























Tbc




Aku up lagi dong🤧

Karena besok aku santai jadi moodku lagi sedang baik😁

Jangan lupa vote dan komennya😉😉



Love you all💕💕






See you👋👋

my protective familyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang