3. Makan Malam (1)

39.5K 4.8K 267
                                    

Diingatkan sekali lagi, cerita ini ditulis dari awal Rena dan Dion bertemu.

Ayo ikuti kisah mereka!

🍩🍩🍩

Hari ini sidang skripsi Rena dan Kiana. Mereka berdua berhasil menyelesaikan kuliahnya sesuai target. Di umur dua puluh dua tahun, semester tujuh, perkuliahan mereka telah usai. Dan kini mereka sedang makan siang di rumah keluarga Altameiro. Bunda dengan antusias memasak untuk anak, menantu dan cucunya.

Tapi hal lain membuat Rena kesal. Perkataan Bundanya.

"Rena, nanti kamu makan malam dengan Dion ya. Tempatnya udah Bunda atur." Info bunda menghentikan kegiatan makan Rena.

"Aku gak mau, Bun." Tolaknya langsung.

"Loh? Kamu yang minta dicarikan calon suami, udah bunda bantu kok malah nolak? Lagian kemarin kan kamu udah terima perjodohan ini." Sindir bunda tepat sasaran.

"Aku cuma bercanda!" Suara Rena meninggi membuat Satria mendentingkan sendoknya merasa kesal.

"Jaga nada bicaramu, lihat dengan siapa kamu berbicara sekarang." Satria sangat keras dalam tata krama. Jadi jangan sesekali bertingkah tidak sopan di hadapannya.

Rena menghentakkan kakinya kesal, meninggalkan makanannya yang belum habis. Kiana menyusulnya merasa Rena perlu ditemani.

Ttok ttok ttok

Ketukan di pintu untuk yang ketiga kalinya, Rena masih belum ingin membukakan pintu kamarnya untuk Kiana.

"Ren..." Suara kunci dibuka terdengar dari dalam. Akhirnya dia mengizinkan Kiana masuk.

Kiana duduk di kasurnya, Rena sedang menutupi wajahnya dengan selimut.

"Terima aja, Ren." Saran Kiana, Rena membuka selimutnya dan menyeringit heran.

"Gila!" Umpatnya sebelum menutup wajahnya kembali.

Kiana menarik selimutnya, "dengarin gue dulu. Ayo cerita sebagai adik dan kakak ipar."

Rena menurut, duduk berhadapan dengan Kiana. "Apa yang lo takutin?"

"Mustahil nikah tanpa cinta!" Gertaknya.

"Gue juga nikah tanpa cinta, aman-aman aja." Kiana mengingatkan.

Rena memandangnya kesal. "Setidaknya lo suka sama Bang Satria. Dan apa? Aman-aman aja? Lo hidup di balik ketakutan."

Kiana memandangnya tidak percaya. "Tapi gue bisa mengatasinya dan lo pasti bisa."

"Sampai sekarang lo masih minum pil pencegah kehamilan kan? Lo masih belum berani hamil kan?"

"Jaga mulut lo, gue bukan gak berani tapi gue cuma mau kuliah gue selesai dulu, itu aja!"

"Bacot!" Balas Rena tajam.

"Lo kelewatan!" Kiana beranjak pergi keluar dari kamarnya.

Yang Rena saksikan dari kehidupan pernikahan Kiana dan Satria bukan hanya sekedar keuwuan semata. Tapi masalah pernikahan mereka juga dia saksikan membuatnya ngeri sendiri.

Rasa bersalah menghampiri hatinya. Tidak seharusnya dia mengatakan hal seperti itu. Bukankah sudah semestinya dia membimbing Kiana supaya jadi lebih baik? Ah, masalahnya saja tidak bisa dia selesaikan sendiri. Bagaimana caranya dia membimbing orang lain?

"Ren..." Kali ini Bunda masuk ke dalam kamarnya. Rena bergegas menutup wajahnya kembali.

Bunda duduk di pinggiran kasur. Tangannya menarik permukaan selimut yang menutupi wajah Rena.

NADI [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang