6. Mengenal Mama (2)

33.1K 4.6K 586
                                    

Hey yow. Karena antusiasnya kalian bikin aku senang jadi aku up lagiiii...

🍩🍩🍩

"Mama sudah menghubungi Papa kamu, katanya kamu disuruh ke rumahnya langsung bersama Rena." Suara Bu Dila menginterupsi Rena dan Dion yang masih terpaku saling menatap satu sama lain setelah adegan bercerita yang sepertinya cukup panjang.

"Mama yang telfon sendiri?" Tanya Dion tidak menyangka. Pasalnya selama ini Mamanya tidak pernah mau menghubungi Papanya langsung.

"Iya. Untuk kepentingan kamu. Kalian bisa kesana sekarang. Kembali sebelum makan malam, kita makan disini. Mama yang masak." Perintah Bu Dila pada mereka berdua.

"Ma..." Dion masih tidak menyangka dan sebenarnya juga tidak ingin bertemu dengan ayahnya.

"Sekarang Dion." Dion menghela nafas kasar lalu berdiri mengajak Rena keluar bersamanya. Rena pamit pada Bu Dila dan menyusul Dion keluar rumah.

"Yon, ini kita ke rumah bokap lo? Serius?" Tanya Rena ikut tidak menyangka. Dari cerita Dion yang sangat dramatis, sudah sepantasnya keluarga ini membenci Papa Dion sampai mati. Tapi bisa-bisanya?

"Iya." Dion berubah jadi lebih pendiam. Dion masuk ke dalam mobilnya diikuti Rena. Rena masih sedikit bingung dengan keadaan sekarang.

"Lo... gapapa?" Tanya Rena lagi.

"Saya sudah biasa. Sejak bercerai, Mama dan Papa memang tidak ada hubungannya lagi. Tapi tidak dengan saya, darahnya mengalir di diri saya. Mau tidak mau saya tetap harus bersikap baik padanya. Setiap adik tiri saya lahir, saya selalu mengunjungi mereka. Atau sekedar diminta untuk makan malam bersama di rumahnya." Rena merasa kagum dengan Dion. Dia sangat pandai menahan diri.

"Kapan terakhir kali lo kesana?"

"Tahun lalu, sepertinya."

Wah, Rena benar-benar tidak siap dengan situasi yang akan dia hadapi.

Jarak rumahnya tidak terlalu jauh, hanya sekitar dua puluh menitan dari Rumah Bu Dila. Rena melihat rumah di hadapannya yang lebih sederhana dibanding Rumah Bu Dila.

Dion mengetuk pintu tiga kali.

"Abang..." Sorak anak perempuan menyambut kami. Dion tersenyum dan membiarkan tangannya disalimi anak itu.

"Kata Papa, Abang bakal ke rumah. Aku senang banget." Lagi, Dion tidak banyak menanggapi. Dia hanya bisa tersenyum dan tersenyum.

Tapi senyumnya sedikit memaksa.

Rena tidak bisa membayangkan betapa sakitnya pipi Dion ketika terus dipaksa naik seperti itu.

"Ini Kak Rena, Papa mana?" Dion memperkenalkan.

"Papa di dalam." Anak itu tidak terlalu menyambutku. Aku hanya memaklumi saja.

Dion menggenggam tangan Rena. Rena memandangnya heran, tapi genggamannya semakin kuat begitu kakinya melangkah masuk.

"Biasanya saya selalu berusaha berdiri sendiri, untuk kali ini dan seterusnya tolong kuatkan saya." Dion bergumam, tapi masih dapat di dengar Rena.

Anak perempuan tadi menutup pintu rumah kembali lalu berlari masuk mendahului Rena dan Dion. Rena melihatnya langsung melompat duduk di atas pangkuan ayahnya.

Kehangatan keluarga memang lebih terasa disini. Ada tiga orang anak kecil dan satu wanita yang bisa dibilang cukup muda.

Rena juga ragu.

Dion salim pada Papanya, Rena mengikuti.

"Malam, Om." Sapa Rena.

Lelaki yang sepertinya seumur Papanya itu hanya berdehem.

NADI [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang