12. Special POV

31.1K 4.6K 465
                                    

Terimakasih untuk 120 ribu pembaca.

Terus baca dan dukung cerita ini ya...

Ini part selingan aja karena gatau lagi mau mikir apa.

Seharusnya ini tu Wedding Plan(2) tapi lupa semua karena udah lama banget nulisnya.
🍩🍩🍩

RENA POV

Hal-hal yang emang gak pernah gue pikirin selama ini satu per satu mulai mendatangi gue. Menikah secepat ini, diumur segini, bahkan gue belum ngerasain dunia karir.

Kadang gue mikir, kenapa gue gak menolak keras aja kemarin?

Kenapa gue harus merasa bertanggung jawab untuk menerima perjodohan yang gue gak tau bakal bawa kebahagiaan atau enggak.

Gila! Ini nikah coy, gue cerai jadi janda.

Tapi perlahan gue melihat beberapa sisi dari Dion yang bisa dikatakan gak bisa disia-siakan.

Dion, tipikal yang simpel dan gak ribet. Lah kalau simpel pasti gak ribet dong begok.

Iya itu maksud gue.

Dion juga santun dengan orang tua.

Dia baik.

Sepertinya.

Jadi sepertinya ini yang buat gue mikir, it's okay to try a relationship with him.

Tanpa sadar emang, awalnya gue menghayal, pernikahan apa yang gue inginkan sambil membuka buku sketsa tempat gue biasa coret-coret. Perlahan dengan gue sadari bibir gue melengkung membentuk senyuman. Gak tau kenapa, gue bahagia aja gitu melihat jari jemari gue mulai menggambar sketsa gaun.

Gaun pernikahan yang ingin gue pakai nantinya.

Hari ini gak banyak pesanan sketsa. Bukan gak banyak sebenarnya tapi deadlinenya emang masih lama.

Gue si pecinta deadline.

Kadang gue mikir kenapa gak masuk desain atau arsitektur aja sih dulu? Kenapa malah nyasar di ekonomi? Bego emang.

Dion Reynandi.

Tiba-tiba aja namanya melintas lagi di pikiran gue.

Gak nyangka aja gitu gue udah mau dikawinin.

Eh dinikahin maksudnya.

Beberapa hari setelah mengurus rancangan pernikahan, gue diajak ke rumah kosong yang katanya baru dia beli.

Bisa-bisanya dia minta maaf karena gak ngasih gue rumah mewah.

Pemikiran yang salah dari dia sebenarnya.

Meskipun bapak gue kaya, tapi gue masih tau diri. Bisa apa gue tanpa bokap?

Maksud gue, sebagus atau sejelek apapun tempat tinggal yang dia kasih untuk gue, tetap bakal gue terima karena bokap udah mempercayakan gue dengannya dan ya masih banyak orang-orang yang bahkan gak punya tempat untuk berlindung.

So, jangan merendah untuk meroket deh lo, Yon!

Gitu pemikiran gue awalnya, tapi dibalik kalimatnya tersimpan ketulusan yang besar membuat gue memahami dan sangat berterimakasih karena setidaknya gue gak ditelantarkan.

Dan lagi, sejujurnya gue bercanda bilang kamar warna pink. Kamar gue emang kombinasi putih dan pink dengan perabot berlapis warna emas yang gak nyambung abis tapi gapapa yang penting gue nyaman. Gak nyambung kan.

Dia nuruti gue, dia nuruti kemauan gue. Gue kaget, senang, spechless aja gitu karena dia mau. Rumahnya juga jadi lebih bagus karena pemilihan warna yang awalnya gue asal sebut tapi benar-benar dia wujudin.

NADI [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang