10. Rumah Kita (1)

29.7K 4.4K 268
                                    

Rena tidak ingat memiliki janji apapun hari ini. Dia hanya sibuk membaringkan badannya sambil memejamkan mata. Alias tertidur.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tidak ada di kamus Rena hari libur dia akan bangun dibawah jam dua belas siang.

Setelah satu minggu ini sibuk dengan pesanan karyanya dan juga membuat CV lamaran pekerjaan, hari ini Rena berniat bersantai.

"Ren... Dion nungguin di depan." Rena yang ingin melanjutkan tidurnya tersentak. Dia mencoba mengingat apa memiliki janji dengan Dion hari ini.

Satu ingatan terlintas di kepalanya. Tadi malam Dion menghubunginya mengatakan akan menjemputnya pukul sepuluh pagi.

Rena bergegas bangun dan mengambil handuknya.

"Iya Bun, suruh tunggu sebentar." Jawab Rena.

Rena bersiap dengan mengenakan rok pendek diatas lutut berwarna soft pink dan kaus putih kebesaran yang dia masukkan ke dalam. Rambutnya yang tergerai segera dia ikat menjadi satu. Wajahnya yang polos dia polesi sedikit bedak dan pewarna bibir. Gaya andalannya.

Rena meraih sling bag pink miliknya, memasukkan dompet dan ponselnya. Lalu menyemprotkan parfum, mengambil kaus kaki dan berlari ke bawah.

"Sorry, gue lupa." Jujur Rena begitu tiba di ruang keluarga tempat Dion berada.

"Hm ya, tidak apa-apa." Balas Dion. Dia menyeruput kopi yang sepertinya tadi dihidangkan Bunda lalu berdiri.

"Kamu pakai baju bagusan dikit lah Ren, kayak mau main sama temen aja. Ini calon suami kamu loh." Omel Bunda yang menganggap pakaian Rena gak banget.

"Ribet, gini aja udah bagus Bun. Ayo, Yon!" Rena segera menyalimi tangan Bundanya dan bergegas keluar. Dia malas mendengar omelan Bundanya.

Rena mengambil sepatu kets putih miliknya dan segera memakainya. Segala yang dikenakan dan dilakukan Rena tidak luput dari perhatian Dion.

"Kamu suka warna putih dan... pink?" Terka Dion. Rena mengangguk singkat lalu berdiri. "Kok gue berasa anak SMP gini ya?" Gumam Rena tiba-tiba.

"Kenapa?" Tanya Dion sembari membuka pintu mobil untuk Rena. Hal yang selalu ingin dia lakukan dari kemarin. Tangan kanannya dia posisikan di pinggiran pintu, berniat melindungi kepala Rena.

"Bukan apa-apa." Jawab Rena setelah sempat dilanda kegugupan.

Dion berjalan memutar, masuk ke mobilnya dan mulai berkendara menjauhi perkarangan rumah Rena.

"Kita mau kemana?" Tanya Rena yang benar-benar lupa dengan janjinya. Dia hanya ingat hari ini Dion akan menjemputnya, itu saja.

"Ke rumah saya." Jawab Dion.

"Lo mau ngapain gue?!" Rena segera menyilangkan tangannya di depan dadanya.

Sampai saat ini dia belum ingat janji temu apa yang telah dia buat dengan Dion.

"Mau diapa-apain gimana? Rumahnya saja masih kosong." Gumam Dion yang masih dapat di dengar Rena. Rena menurunkan tangannya, berusaha kembali biasa saja.

Rena memperhatikan jalan yang dia lalui. Tidak terlalu di tengah kota, sekitar empat puluh lima menit dari rumah Bundanya. Penglihatan Rena melihat gerbang tinggi perumahan yang sepertinya terbilang cukup baru. Rena terus memperhatikan. Banyak rumah yang bentuknya serupa dari luar. Beberapa masih kosong dan beberapa lagi sudah terisi. Mobil mereka melewati taman kompleks yang dikerubungi anak-anak. Lalu setelahnya berhenti di sebuah rumah yang berwarna putih sepertinya masih cat bawaan dan di tonggak pagarnya tertulis G 15. Blok dan nomor rumah.

NADI [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang