➖ Patner Kontrak

474 75 20
                                    

"Panggil tim pemasaran ke ruang meeting, suruh mereka siapkan laporan bulanan. Saya tunggu jam 10 di sana." titah Doyoung tidak terbantahkan. Dia bergerak menuju ruangannya dengan langkah penuh percaya diri.

"Jam 10, Pak?" tanya sang sekertaris ragu. Dengan wedges tujuh senti ia berlari mengejar langkah Doyoung yang lebih lebar.

Doyoung jadi menghentikan langkahnya. Dia berbalik menatap perempuan berambut coklat gelap itu dengan tatapan kelewat tajam. "Ada masalah?"

"E-engga ada, Pak. Cuma-" sekertarisnya tampak ragu untuk melanjutkan ucapannya saat melihat reaksi yang Doyoung berikan.

"Cuma apa?" tanya Doyoung masih dengan tatapan tajam yang mengarah pada sekertarisnya.

"Sepertinya jam 10 masih terlalu pagi, Pak." sekertaris itu menunduk dalam-dalam. "Selain office boy karyawan lain belum datang-"

"Jam kantor mulai jam 10. Saya gak terima alasan." sahut Doyoung tegas. Rahang laki-laki Park itu mengeras menahan amarah karena Doyoung tidak suka dibantah.

Melihat reaksi Doyoung yang bertambah dingin justru membuat sang sekertaris makin menunduk, bahkan tak berani mengangkat wajahnya karena terlalu takut.

"Lama-lama kamu seperti akan menerkam karyawanmu sendiri, Kim Doyoung."

Atensi Doyoung teralihkan pada pemilik suara yang barusan menginterupsinya, dia lantas menghela napas saat mendapati seorang perempuan dengan dress simpel berwarna pastel yang panjangnya hanya sebatas setengah paha.

"Ada perlu apa sampai kamu datang kemari?" tanya Doyoung malas.

Perempuan itu tersenyum tipis lalu bergerak menghampiri Doyoung, berdiri di tengah-tengah atasan-bawahan itu.

"Bilang pada tim pemasaran," pundak sekertaris itu ditepuk pelan. "Rapatnya dimulai setelah jam makan siang."

Doyoung melotot. "Apa-apaanㅡ" kalimatnya terputus saat perempuan itu menatapnya tajam.

"Ada urusan yang harus kita selesaikan Mr. Diktator." ucap si perempuan.

Kalau saja perempuan ini bukan tunangannya Doyoung tidak akan pernah menuruti perkataannya. "Terserah padamu saja," katanya lalu berlalu tanpa menoleh lagi.

Setelah Doyoung pergi barulah si sekertaris mengangkat wajahnya, tersenyum lega ke arah perempuan yang merupakan tunangan bosnya itu.

"Terimakasih banyak Nonaㅡ"

"Oh jangan berterimakasih padaku," perempuan itu menggeleng cepat sambil tersenyum kecil. "Setelah ini tolong dimaklumi kalau-kalau terdengar suara ribut dari ruangan Doyoung ya, Nona sekertaris."

Sekertaris tadi hanya mengangguk paham dan membiarkan perempuan anggun tadi menyusul Doyoung di ruangannya.

Hampir seluruh karyawan di lantai ini tahu seperti apa hubungan antara sepasang tunangan itu, alih-alih romantis seperti tunangan pada umumnya, mereka lebih cocok disebut sebagai musuh bebuyutan karena setiap kali tunangannya berkunjung pasti mereka akan terlibat pertengkaran kecil.



•^•




"Katakan apa yang ingin disampaikan, aku tidak punya banyak waktu." ucap Doyoung begitu tunangannya itu masuk ke ruangannya.

"Aku bahkan belum duduk tapi kamu sudah berkata seperti itu," protes sang tunangan. "Kamu ini benar-benar definisi Diktator yang sesungguhnya."

Doyoung terlihat acuh justru dengan santai dia membuka lembaran dokumen yang berisi grafik saham perusahaannya yang terus naik-turun.

If theyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang