➖ can you stay?

742 75 9
                                    



Saat membuka pintu rawat inap nomor 127 Sejeong mendapati Doyoung yang tengah bergelut dengan pakaiannya. Laki-laki itu terlihat sedikit kesulitan saat menggunakan pakaiannya.

Senyum wanita itu mengembang tanpa alasan yang jelas, dan dengan segera ia menghampiri laki-laki itu.

"Kau bisa memanggil perawat saat membutuhkan bantuan." ujar Sejeong, ia mengambil alih pakaian di tangan Doyoung kemudian berniat membantu.

Doyoung yang cukup terkejut dengan kedatangan wanita itu refleks menarik pakaiannya lagi. "Aku bisa sendiri."

"Aku akan bantu." Sejeong mencoba merebut pakaian itu, tapi Doyoung menahannya.

"Aku bisa sendiri, dokter." kata Doyoung.

"Biarkan aku membantumu, kau terlihat kesulitan." balas Sejeong.

"Memakai baju tidaklah sulit."

Melihat Doyoung yang begitu bersikeras membuat Sejeong menyerah dan membiarkan laki-laki itu melakukannya sendiri.

Mungkin memakai pakaian adalah hal yang mudah dilakukan oleh banyak orang, tapi untuk kondisi Doyoung yang satu tangannya harus di gips itu tidaklah mudah. Akhirnya laki-laki itu menyerah. Doyoung tertawa kecil lalu beralih menatap Sejeong. "Kau benar, aku bahkan kesulitan memakai baju."

Sejeong maju mendekat, membantu Doyoung menggunakan pakaiannya. Matanya dapat melihat dengan jelas banyaknya luka bekas jaitan di atas tubuh laki-laki itu.

Sejeong jadi meringis sendiri tanpa sadar, dan Doyoung menyadarinya.

Laki-laki itu tersenyum tipis. "Kupikir mungkin bekasnya akan hilang suatu saat nanti."

"A-ahh..." Sejeong jadi mendadak gugup. "Kurasa… itu memerlukan waktu yang lama."

"Tidak hilang pun tidak masalah." Doyoung mengambil alih satu kancing terakhir yang belum terkancing. "Terimakasih ya, dokter."

Sejeong tersenyum canggung. "Sama-sama."

"Maksudku terimakasih banyak atas semua bantuanmu." Sejeong melihat laki-laki itu tersenyum begitu cerah, sejenak Sejeong merasa hatinya berdesir.

"Terimalah ini…" Doyoung menyodorkan satu goodie bag, "ini masih jauh dari kata cukup untuk menebus jasamu tapi kuharap kau menyukainya."

Sejeong menerimanya dengan bingung. "Harusnya kau tidak perlu repot-repot,"

"Tidak masalah, aku tidak repot kok. Lagi pula aku hanya ingin membuat kesan yang baik sebelum aku pulang."

Rasanya ada yang aneh dengan Sejeong karna setiap kali laki-laki itu tersenyum dan menatapnya jantungnya seakan tergelitik. Tapi di saat yang bersamaan Sejeong mendadak merasa sedih.

"Kudengar kau akan dipromosikan ke luar negeri, benar begitu?" tanya Doyoung. Laki-laki itu menyibukkan diri dengan merapihkan barang-barangnya yang ada di atas nakas, memasukkan semuanya ke dalam tas.

"Benar,"

Doyoung langsung menoleh dan senyum laki-laki itu kini terlihat lebih lebar lagi. "Congratulations..." ujarnya tulus.

"Itu bukan apa-apa—"

"Itu sebuah kebanggaan, bagaimana bisa itu bukan apa-apa?" Doyoung mendekati wanita itu, berdiri tepat di depannya lalu menjulurkan tangan. "Selamat ya, dokter."

Sejeong tak bisa menahan untuk tidak tersenyum saat itu juga. "Terimakasih."

"Kuharap kau tidak melupakanku ya?" ujar Doyoung yang disusul dengan tawa renyah khas laki-laki itu.

If theyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang