M A U D Y A 🍁 01

20.6K 646 12
                                    

Hai,
Ini cerita baru aku nih
Semoga kalian suka ya

Happy reading

*****

Suasana disekitarnya gelap. Hanya ada cahaya dari lampu jalanan yang menerangi. Seorang gadis berseragam putih abu-abu berjalan mengendap-endap memasuki rumahnya. Ia mendapati lampu rumahnya telah mati, pertanda semua penghuninya sedang tidur. Ia menghela napas sejenak, ia berpikir, kali ini ia beruntung, Dewi Fortuna sedang memihak nya sehingga ia tidak ketahuan. Namun, dugaannya salah. Tepat setelah kakinya menginjak anak tangga pertama, lampu ruang tamu menyala terang. Terlihat seorang pria paruh baya dan seorang gadis yang tampak lebih tua beberapa tahun darinya duduk di sofa.

"Mau kemana kamu?!" Teriak lelaki paruh baya itu.

Deg

Mampus gue!

"Itu, anu yah ... Ma-Maudy mau ke kamar yah, capek banget." Ujar Maudy tanpa menatap lelaki yang dipanggilnya dengan sebutan ayah itu.

"Sini dulu!" Perintah ayahnya lagi. Maudy hanya bisa pasrah dan menuruti perintah ayahnya. Ia segera menuju ke sofa, namun ketika hendak mendaratkan bokongnya untuk duduk hal itu dicegah ayahnya. "Siapa suruh kamu duduk?! Berdiri!"

Ia menegakkan posisinya, matanya menunduk tak berani menatap ayahnya. "Dari mana kamu?! Apa pantas, seorang gadis remaja pulang larut malam seperti ini?!"

Hening, tak ada jawaban dari Maudy. "Kenapa?! Nggak bisa jawab huh?!"

Ayahnya beranjak dari sofa. Mengambil sesuatu di laci nakas yang terletak tak jauh dari sofa. "Apa ini Maudy? Apa kamu bisa jelaskan maksud surat ini?!"

Glek

Maudy menelan salivanya susah payah. Ia tahu betul bahwa surat yang ada di hadapannya adalah surat panggilan untuk orang tuanya. Pasti ayahnya sudah membaca surat tersebut, terlihat dari amplopnya yang sudah sedikit sobek. Ia melirik sejenak ke arah kakaknya, Syifa yang juga tengah tertunduk ketakutan.

"Udah mulai berani kamu ya! Dulu ngerusak cctv sekolah, sekarang merokok, besok apalagi?!" Ayahnya lepas kendali. Kemarahan yang sejak tadi ia tahan akhirnya meletup juga. Maudy masih setia dengan posisi berdirinya, ia masih menunduk.

"Mau jadi apa kamu kalau gini terus! Dasar anak nggak tahu diuntung kamu ya! Udah disekolahin di sekolah mahal, semua fasilitas ada, tapi masih aja buat ulah!"

Maudy tercekat, hatinya terasa perih mendengar perkataan ayahnya. Bulir bening air mata sudah siap menerobos kapan saja. Namun, ia masih menahannya, ia tak ingin terlihat lemah di depan ayah dan kakaknya. Ia memberanikan diri menatap wajah ayahnya. "Ayah tahu, alasan Maudy ngelakuin semua ini?" Tanyanya dengan suara bergetar. Ia mati-matian menahan air matanya agar tidak menetes keluar.

"Ayah tahu, Maudy ngelakuin semua ini biar dapet perhatian ayah, kasih sayang ayah. Maudy pengen diperhatiin kayak Kak Syifa yah. Kenapa sih, ayah selalu dingin dan cuek sama Maudy? Sedangkan sama Kak Syifa, ayah selalu lembut dan penuh perhatian. Apa salah kalau Maudy juga pengen diperhatiin sama ayah Maudy sendiri?" Keluh Maudy pada ayahnya. Suaranya semakin lirih dan bergetar.

Ayahnya tersenyum sinis. Maudy kembali menunduk. "Itu karena kamu tidak pantas diberi kasih sayang! Lihat kakak kamu, dia pintar, dan bisa membanggakan saya. Sementara kamu, rambut di cat kayak anak ayam di pasar, ngerusak cctv sekolah, merokok. Apa yang bisa dibanggakan dari kamu?! Bisanya cuman buat onar aja! Lagipula, anak yang telah menyebabkan istri saya tiada, tidak akan pernah saya anggap sebagai anak saya!. Camkan itu!" Ayahnya menatap Maudy nyalang, setiap kata-katanya dipenuhi tekanan dan emosi.

M A U D Y A ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang