Happy reading
*****
Suara lantunan shalawat mengalun lembut dari kamar bernuansa putih yang sudah dihias dengan berbagai pernak-pernik itu. Syifa kini tengah duduk di meja rias, dengan beberapa penata rias yang sedang meriasnya. Hanya dalam beberapa jam lagi, ia akan sah menjadi istri orang. Namun, mengapa Maudy sampai saat ini tidak datang? Hanya Farida dan Usman saja yang ada. Fariz, ia hanya diam saja. Entahlah, semenjak pulang dari Solo, Fariz menjadi lebih diam dari biasanya.
Pintu terbuka, ternyata Farida yang membukanya. Ia membawa kotak berukuran sedang. Para penata rias sedikit lagi menyelesaikan tugasnya. Farida mengerti, oleh karena itu, ia memilih menunggu hingga mereka selesai. Setelah dua menit, akhirnya Syifa selesai dirias. Ia tampak cantik dengan balutan kebaya berwarna putih dan hijab yang menghiasi kepalanya, lengkap dengan mahkota kecil di atasnya. Riasannya pun hanya natural saja. Syifa bangkit dari kursi riasnya, menghampiri Farida.
"Ustadzah, ad—."
"Loh, kan ummi udah bilang, jangan manggil ustadzah lagi. Panggil ummi ya sayang. Kan sebentar lagi kamu jadi anak ummi juga." Ucap wanita paruh baya itu.
"Iya ummi, maafin Syifa. Ummi ada apa kesini?"
Farida memandang kotak sedang yang ada di pangkuannya. Terbesit rasa iba tatkala melihatnya. "Ummi kesini mau menyampaikan titipan adikmu, Maudy. Dia minta maaf karena tidak bisa datang di acara ini karena harus menghadapi Ujian Kenaikan Kelas." Farida memberikan kotak itu kepada Syifa.
Syifa merabanya sejenak. Lalu, ia membuka kotak itu. Isinya, sepasang boneka beruang berwarna putih yang lucu. Di boneka itu, terdapat nama Syifa dan Azka, serta ucapan happy wedding. Ah, rasanya Syifa ingin menangis saat ini. Di salah satu tangan boneka itu, terselip gulungan kertas berpita merah muda. Syifa mengambil dan membacanya.
Dear Kak Syifa,
Assalamu'alaikum Kak Syifa. Apa kabarnya disana? Semoga kakak baik-baik saja dan selalu dalam lindungan Allah, aamiin. Hari ini, hari pernikahan kakak sama Kak Azka. Maudy senang karena Maudy bakal punya kakak laki-laki.
Maaf ya kak, Maudy nggak bisa datang ke pernikahan kakak. Sebenarnya, Maudy sangat ingin datang. Maudy ingin menggenggam tangan kakak ketika menuruni tangga rumah kita dan menuntun kakak buat duduk di samping Kak Azka setelah akad nanti. Tapi kayaknya, itu hanya akan jadi angan-angan Maudy saja.
Hari ini, Maudy ada ujian kenaikan kelas kak. Do'ain biar Maudy naik ke kelas 12 ya kak. Do'ain juga, biar nantinya Maudy bisa bikin kakak dan ayah bangga. Oh iya, hampir lupa.
Selamat ya kak atas pernikahannya. Semoga sakinah, mawadah, dan warahmah. Aamiin.
Segini dulu ya kak, semoga kakak dan ayah bahagia. Assalamu'alaikum
Tertanda,
MaudySurat itu sukses membuat Syifa berlinang air mata. Syifa meraih boneka beruang yang tergeletak itu dan memeluknya. "Loh, Syifa kenapa nangis? Nanti make up nya luntur gimana?"
"Maaf ummi, Syifa cuma terharu aja baca suratnya Maudy. Syifa sedih, Maudy nggak bisa datang kesini. Padahal, yang paling Syifa harapkan kedatangannya itu Maudy."
Farida tersenyum maklum. "Dengar Syifa, Maudy tidak bisa datang kesini karena dia ada ujian kenaikan kelas, ummi harap kamu bisa memakluminya. Nanti, kamu dan Azka kan bisa pergi ke Solo untuk menengoknya. Sekarang, ummi panggilin penata riasnya lagi ya, make up mu luntur sedikit soalnya."
Farida pergi, meninggalkan Syifa sendiri di kamarnya. Ia kembali memeluk boneka beruang itu, mencubit pipinya dengan gemas.
*****
Mempelai pria telah tiba. Diiringi dengan lantunan shalawat dan tabuhan rebana, di kanan Azka, ada Usman yang menuntunnya untuk masuk ke dalam dan duduk di meja akad. Semua sudah siap, para saksi, wali, penghulu, bahkan tamu undangan siap untuk menyaksikan akad nikah antara Azka dan Syifa.
Fariz maju ke hadapan Azka. Ia menjabat tangan Azka.
"Bismillahirrahmanirrahim, Saudara Azka Samudra Dewanata bin Usman Nur Akbar Dewanata, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya Syifa Maulida Hanindya binti Muhammad Fariz dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta emas 2 gram dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Syifa Maulida Hanindya binti Muhammad Fariz dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi? SAH?"
"SAH!"
"Alhamdulillah. Sekarang, pengantin wanita dipersilakan untuk turun menemui suaminya." Farida menuju kamar Syifa untuk menuntunnya keluar. Semua terpana tatkala Syifa dengan perlahan menuruni satu persatu anak tangga di rumahnya dan duduk di sebelah Azka.
Syifa meraih punggung tangan Azka dan mengecupnya dengan lembut. Ada rasa haru disana. Kini, Azka telah sah menjadi suami sekaligus imam bagi Syifa. Acara kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan surat dan akta nikah, sungkeman, serta menyalami para tamu yang sudah datang.
*****
Di ruangan sepuluh, Maudy tengah sibuk mengerjakan soal ujian. Hari ini, jadwal ujiannya fisika dan bahasa Inggris. Memang jika ujian, tempat duduk dan ruang kelas diacak. Maudy mendapat tempat di ruangan sepuluh bersama beberapa adik kelas, kakak kelas, dan teman seangkatannya. Maudy bernapas lega, ia sudah berhasil mengerjakan 20 soal dari 35 soal. Huft, masih kurang 15 soal lagi. Fisika kali ini benar-benar menguras tenaganya. Apalagi, Maudy tidak seberapa menguasainya.
Meski tak begitu menyukai fisika, Maudy tetap mempelajarinya. Walaupun terkadang ia kesusahan. Waktu tersisa beberapa menit lagi, semua soal telah Maudy selesaikan. Maudy melirik adik kelas yang duduk di sebelahnya. Wajahnya terlihat pucat pasi. Ia mengalihkan pandangannya ke arah LJK gadis itu, ternyata soal yang belum dijawab masih banyak.
Kebetulan, Maudy sempat melirik beberapa soal dari gadis itu. Segera, ia mengambil pensilnya dan kertas hitungan di atas meja. Menuliskan rumus apa yang harus dipakai untuk soal itu. Tak lupa terdapat pesan di bawahnya 'maaf ya dek, kakak cuma bisa kasih kamu rumus, sisanya kerjakan sendiri', begitu bunyinya. Ketika pengawas tidak melihat, Maudy menggeser kertas itu.
Gadis di sebelahnya tersenyum semringah mendapatkan contekan dari kakak kelasnya. Walaupun hanya rumus, itu sangat membantu. Ia kemudian kembali fokus ke soal yang belum dikerjakannya. Dan benar, rumus yang diberikan Maudy ternyata efektif untuk mengerjakannya.
Usai ujian selesai dan pengawas keluar ruangan, gadis itu hendak berterimakasih kepada Maudy, namun ... dimana Maudy? Ia sudah tidak ada di kelasnya. Gadis itu memutuskan untuk mencarinya.
"Kak ... kakak tunggu kak."
Maudy yang merasa dipanggil pun menoleh. "Iya, ada apa ya dek?"
"Kak, makasih ya, tadi kakak udah bantuin aku. Walaupun soal kakak juga sama-sama susah, kakak tetap nolongin aku. Makasih ya kak."
Maudy tersenyum. "Nggak papa dek. Lagian kan kakak cuma kasih rumusnya doang, sisanya itu usaha kamu buat ngerjakan. Lain kali, kalau ulangan fisika, kamu bisa cari cara alternatif nya dek biar ngitungnya lebih cepat. Yaudah, aku duluan ya dek, semangat ujiannya."
Maudy berbalik menyusuri koridor kelas. Ah hampir lupa, hari ini kakaknya menikah. Semoga saja, hadiah yang disiapkan Maudy dari jauh-jauh hari bisa sampai ke tangan kakaknya. Dan ya, Maudy hanya bisa mendoakan kakaknya dari jauh. Tak apa, asal mereka bahagia, Maudy ikut bahagia.
*****
Terima kasih yang udah mau baca
See you next chapter.....
26, Oktober 2020
dif_ran
KAMU SEDANG MEMBACA
M A U D Y A ✓
SpiritualMenceritakan mengenai Maudya Ayu Azzahra yang berjuang untuk melunakkan hati ayahnya. Ayahnya menganggap, Maudy itu pembawa masalah dan pembuat onar. Hingga suatu saat, ayahnya mengirimnya ke suatu pondok pesantren. Rintangan demi rintangan selalu m...