Hai semua,
Sebelumnya aku mau ngucapin
Dirgahayu Republik Indonesia yang ke 75.Happy reading
*****
"Azza ...."
Gumam Bian lirih sebelum ia pingsan dikelilingi dokumen yang berceceran di lantai. Azka yang sedang sibuk menyalin berkas, tak menyadari jika Bian pingsan.
"Bi, kok diam aja disitu? Lo ngapain? Sini, cepat salin dokumennya. Gue udah selesai." Azka menegur Bian tanpa menoleh, matanya masih terfokus pada layar laptop di hadapannya. Merasa ada yang aneh, Azka memutuskan menutup laptopnya, melihat Bian.
Ketika ia menoleh, ia terkejut bukan main. Berkas yang tadinya tersusun rapi dalam sebuah map, kini berceceran di lantai. Dan sahabatnya pun begitu. Ia pingsan sambil memegang kepalanya yang kesakitan. Azka berlari, menghampiri Bian. Ia menepuk-nepuk pelan pipi Bian. Berharap agar kesadarannya kembali lagi. "Bi, Bian! Sadar Bi. Lo kenapa?!"
"Bi, apa lo bisa denger gue?! Bi, Bian!" Setelah lama, akhirnya usahanya membuahkan hasil. Kelopak mata Bian yang tadinya terpejam, kini terbuka perlahan. Bian memegangi pelipisnya yang masih terasa sakit.
"Ugh ... Azza ...." Lirih Bian meringis menahan sakit.
Azza, siapa?
"Bi, ini gue Azka sahabat lo. Bukan Azza! Sadar Bi!" Azka semakin panik, ditengah kepanikannya, ia juga bingung. Mengapa Bian menyebut nama Azza? Siapa Azza itu?
Deg!
"Ugh ... Ka, sakit banget ... tolong ambilin obat gue ...." Bian makin kesakitan, sekali lagi, ia kembali pingsan. Tanpa pikir panjang, Azka langsung membawa Bian keluar menuju mobil. Ia hendak membawa Bian ke rumah sakit.
"Abi, Ummi, Azka ke rumah sakit dulu! Bian tiba-tiba pingsan." Pamitnya pada Abi dan ummi nya yang sedang bersantai di ruang tamu. Mendengar itu, Abi dan ummi memutuskan untuk ikut serta ke rumah sakit, mengingat Azka dalam keadaan panik.
*****
Maudy meraih sesuatu yang ada dalam lemarinya, ia meraih sebuah kotak berisi surat terakhir peninggalan bundanya, serta beberapa foto bundanya. Ia berencana membawa kotak tersebut bersamanya sebagai pengobat rindu nantinya. Iseng, ia kembali membuka lipatan kertas beraroma vanilla itu. Aroma khas dari almarhumah bundanya.
Untuk Mou Mou nya bunda
Maudya sayang, jika nanti kamu bangun dan bunda nggak ada di samping mu, jangan bersedih nak. Bunda pergi karena memang tugas bunda disini sudah selesai. Bunda harap, Maudy bisa ikhlas menerima kepergian bunda.
Maudya sayang, kamu jangan pernah merasa bersalah atas kepergian bunda. Bunda melakukan ini karena bunda ingin melihatmu tumbuh dewasa layaknya anak-anak lain. Biarkan bunda yang berkorban untukmu, supaya kamu tetap hidup.
Maudya sayang, bunda mohon, jaga ayah dan Kak Syifa. Jadilah anak yang baik, dan nurut sama ayah. Bunda percaya, Maudy adalah putri bunda yang kuat. Jadilah pelita yang menerangi keluarga ini ya.
Yang terakhir, bunda mau bilang,
Kelak, dunia yang kamu hadapi saat dewasa tak akan sama dengan dunia mu saat kamu anak-anak. Jika kamu lelah, istirahatlah. Jika kamu sedih, menangislah. Karena itu adalah hal yang wajar. Tapi, jangan lupa untuk kembali berdiri dan bangkit.Jangan lupa untuk selalu beribadah ya nak. Bunda sayang sama Maudy.
Tertanda,
Bunda Windy.
KAMU SEDANG MEMBACA
M A U D Y A ✓
SpiritualMenceritakan mengenai Maudya Ayu Azzahra yang berjuang untuk melunakkan hati ayahnya. Ayahnya menganggap, Maudy itu pembawa masalah dan pembuat onar. Hingga suatu saat, ayahnya mengirimnya ke suatu pondok pesantren. Rintangan demi rintangan selalu m...