Happy reading
*****
Semua orang terpesona melihat permainan piano Maudy. Mereka bertepuk tangan, mengapresiasi permainannya. Maudy, ia sedikit lega. Rasanya, sedikit beban di benaknya sedikit terangkat. Ia juga lega karena ia masih bisa bermain piano dengan baik.
Bu Dessy berdiri, ia menghampiri Maudy dengan senyum bangganya. "Bagus sekali nak, kalau begini kamu bisa jadi kandidat buat tampil di festival ekstrakurikuler."
"Maaf bu, festival ekstrakurikuler itu apa ya?"
"Begini, setiap tahun kita akan mengadakan festival ekstrakurikuler. Di festival itu, setiap perwakilan dari setiap ekstrakurikuler yang ada di pesantren ini akan tampil menunjukkan kemampuan terbaiknya. Bagi penampilan yang paling bagus akan mendapatkan reward. Sebenarnya kegiatan ini bertujuan untuk memotivasi siswa agar lebih giat untuk mengikuti ekstrakurikuler." Jelas Bu Dessy.
Di sela canda dan tawa mereka, rupanya ada seorang santri yang tidak menyukainya. Saat semua bertepuk tangan dan senang akan kehadiran Maudy, ia tidak sama sekali. Baginya, Maudy adalah benalu yang harus ia singkirkan secepatnya. Hasrat balas dendam yang lama telah ia kubur bangkit kembali. Ia tak menyangka, akan bertemu Maudy disini. Akhirnya, ada kesempatan untuk membalaskan dendamnya itu.
*****
Enam bulan telah Maudy lewati di pesantren ini. Awalnya memang terasa sulit untuk menyesuaikan diri di pesantren ini. Namun perlahan, Maudy berusaha untuk menyesuaikan dirinya.
Ujian akhir semester telah berlalu, begitu juga dengan pembagian rapor. Para santri diperbolehkan pulang ke rumahnya selama liburan berlangsung. Alhasil, suasana di asrama putri saat ini sepi. Hanya ada beberapa santriwati yang tidak pulang, termasuk Maudy.
Maudy pikir, buat apa pulang jika nyatanya kehadirannya tidak diharapkan disana. Buat apa ia pulang jika hanya untuk mendengar cacian dan makian dari Fariz. Baginya lebih baik disini, di tempat yang menerimanya dengan baik. Toh selama ini, Fariz tak pernah menelepon untuk sekedar menanyakan kabarnya seperti yang dilakukan wali murid lainnya.
Jika ditanya apakah ia merindukan rumahnya, tentu saja jawabannya iya. Ia merindukan semua yang ada disana. Ah sudahlah, sebaiknya ia harus melupakan sejenak rumahnya. Toh, ia nyaman berada disini. Ia bersyukur, setidaknya semua orang disini bisa menerima kehadirannya.
"Mbak Maudy!" Teriak pak satpam dari jauh. Ia berlari tergesa-gesa menuju tempat Maudy duduk. "Mbak dipanggil sama Ustadzah Farida. Katanya ada yang mau diomongin mbak, penting!"
Maudy tertawa melihat pak satpam kelelahan akibat berlari. "Pelan-pelan aja pak. Nih minuman buat bapak." Ia menyodorkan sebotol air mineral yang dibawanya tadi. Kebetulan, ia belum meminum air itu.
Satpam itu menerimanya, ia meneguk air mineral itu hingga habis tak bersisa. "Mbak, mendingan mbak ke joglo sekarang, katanya Ustadzah Farida penting banget soalnya."
Ada apa ya? Biasanya kan gue dipanggilnya pas senin doang buat piket. Perasaan, gue sama Kak Rere juga nggak buat salah pas piket kemarin? Mending gue kesana sekarang deh.
"Yaudah pak, makasih infonya ya. Saya mau ke joglo dulu. Assalamu'alaikum pak." Maudy beranjak pergi meninggalkan asrama putri.
"Waalaikumsalam mbak, makasih air mineralnya ya!"
*****
Disinilah Maudy saat ini, di depan joglo Ustadzah Farida. Kaki jenjangnya terus melangkah. Mengikis jarak antara dirinya dan pintu joglo. "Assalamu'alaikum ustadzah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
M A U D Y A ✓
ДуховныеMenceritakan mengenai Maudya Ayu Azzahra yang berjuang untuk melunakkan hati ayahnya. Ayahnya menganggap, Maudy itu pembawa masalah dan pembuat onar. Hingga suatu saat, ayahnya mengirimnya ke suatu pondok pesantren. Rintangan demi rintangan selalu m...