Happy reading
*****
Seharian ini, Maudy disibukkan dengan urusan mengejar materi, mengumpulkan tugas yang belum ia kerjakan, serta mengerjakan ulangan susulan. Memang melelahkan sekali rasanya, apalagi Maudy baru sembuh dari sakit. Tentu saja kondisi fisiknya masih belum seberapa kuat. Seharusnya, Maudy beristirahat pada hari minggu ini. Namun sebaliknya, ia memilih untuk mengejar materi pelajaran saja. Maudy tak mau nantinya ia ketinggalan jauh dengan teman-teman nya yang lain.
Tadi pagi, seperti biasa Maudy pergi mendatangi tempat favoritnya. Ia pikir, Bian juga akan datang seperti biasanya. Jadi Maudy memilih untuk menunggu. Begitu lama ia menunggu, namun Bian tak kunjung menampakkan batang hidungnya atau sekadar bersuara untuk menyapanya dari balik pohon itu seperti biasanya. Maudy menyerah, ia kemudian pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan sedih yang menggelayut.
Maudy menggeleng kuat. Tidak, jangan lagi! Maudy tak ingin kejadian masa lalu terulang kembali. Ketika ia sudah terlanjut nyaman dan menaruh hati untuk Revan, Revan malah pergi meninggalkannya tanpa kabar apapun. Mungkin ... sudah saatnya Maudy kembali ke kehidupannya yang dulu. Kehidupannya sebelum Bian hadir.
Ya, itu yang terbaik. Bukankah setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan? Namun mengapa, masih ada rasa sesak yang tertinggal? Berulang kali Maudy meraup udara, berulang kali pula Maudy menggelengkan kepalanya kuat untuk mengusir pikirannya yang kini memikirkan Bian. Akhirnya, Maudy berusaha menasehati dirinya sendiri.
Fokus Mou! Fokus! Udah, jangan mikirin Bian, pikirin aja masa depan lo! Biarin aja, mau dia kesana ataupun nggak, nggak ada pengaruhnya buat lo sekarang. Toh, lo dulu ketemu dia karena sengaja kan? Jadi nggak papa. Ingat, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Sekarang, lo fokus aja ke materi lo yang ketinggalan! Batin Maudy.
Ia melangkahkan kakinya cepat menuju ke ruang guru untuk menyerahkan beberapa buku tugasnya kesana. Saking cepatnya, Maudy tidak menghiraukan panggilan dari Bu Lili di belakangnya. Ya, Maudy hanya ingin pikirannya teralihkan saja.
"Maudy!," teriak Bu Lili yang berusaha menyusul Maudy. Bu Lili berlari untuk bisa menyusulnya.
"Maudy! Tunggu nak!" Bu Lili berhenti, napasnya tersengal akibat berlari mengejar Maudy, ia pun akhirnya memilih duduk di salah satu kursi dekat sana, mengistirahatkan dirinya sejenak. Untunglah, Maudy mendengar teriakannya yang terakhir. Lantas, Maudy berbalik untuk menghampiri Lili.
Maudy tersenyum tidak enak melihat Bu Lili kelelahan akibat mengejarnya. "Maaf bu, saya tadi tidak dengar panggilan ibu."
"Tak apa Maudy, tapi lain kali, usahakan ketika berjalan jangan sambil melamun, bahaya nak." Peringat Bu Lili.
Seketika, wajah Maudy berubah merah padam, ia tertangkap basah sedang melamun. Dan bagaimana jika Bu Lili tahu kalau yang sedang dipikirkan Maudy adalah Bian, yang notabene nya adalah anak Bu Lili sendiri. Bisa tambah malu Maudy nanti.
"Eh, nggak kok bu, saya nggak melamun. Saya hanya ingin cepat-cepat menyerahkan tugas ini ke guru di ruang guru. Itu saja. Tapi, ada apa ya bu? Kok ibu memanggil saya?"
"Ada titipan pesan dari Ustadzah Farida. Katanya, kamu disuruh ke rumah beliau saat jam makan siang nanti. Ada hal penting yang mau dibicarakan. Saran saya, untuk mengetahui detailnya, lebih baik kamu kesana Maudy."
Hmm ... benar juga apa kata Bu Lili. Maudy penasaran, apa yang ingin dibicarakan Ustadzah Farida padanya. Ada baiknya, ia kesana saja nanti. Baiklah, Maudy sudah memutuskannya.
"Terima kasih informasinya Bu Lili, nanti saya akan kesana saat jam makan siang. Untuk sekarang, saya permisi dulu ya bu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
M A U D Y A ✓
SpiritualMenceritakan mengenai Maudya Ayu Azzahra yang berjuang untuk melunakkan hati ayahnya. Ayahnya menganggap, Maudy itu pembawa masalah dan pembuat onar. Hingga suatu saat, ayahnya mengirimnya ke suatu pondok pesantren. Rintangan demi rintangan selalu m...