24. Gantung

90 13 5
                                    

“Atika, are you okay?”

Shandy memajukan tubuhnya, menepuk pundak Atika. Gadis itu masih tercengang, menatap lekat mata hitan pujaan hatinya itu. Saat ini Melihat Atika belum bereaksi, Shandy melambai- lambaikan tangannya di hadapan wajah Atika.

“Hah, Shand? Tadi lo bilang apa?”

Shandy tersenyum, sesekali ia merapikan anak rambut Atika yang berantakan tertiup angin. Shandy menarik Atika ke dalam pelukannya, berbisik lembut di telinga gadis itu.

“Atika, aku suka kamu.”

Atika tersenyum tanpa menoleh pada Shandy. Apa yang diharapkan selama ini, kini sudah menjadi kenyataan namun dilema semakin menghantui Atika. Ia mundur selangkah, memberanikan diri menatap Shandy.

“Shandy aku…” lirih Atika.

“Kalau belum bisa pastikan perasaan kamu sekarang, jangan dipaksa, mungkin kamu butuh waktu berpikir?”

Atika mengangguk. “Maaf, Shand. Tapi secepatnya gue bakal kasih jawaban.”

“Digantung nih ceritanya?”

Atika terkekeh.
***

“Jadi Shandy nembak  lo dan orang sekeren dia lo gantung? Bukannya dia yang lo kejar selama ini?” tanya Vita seraya mencomot kentang goreng buatannya sendiri.

Atika mengangguk membenarkan pertanyaan Vita. Atika berdiri, berjalan menuju kulkas keluarga Vita, mengambil beberapa buah kentang. Dengan cekatan Atika mengupas umbi tersebut. Vita berdecak dan memandang Atika heran.

“Bukannya dia pujaan hati lo?”

Atika meletakkan pisau kecil dan kentang di atas meja. “Iya, tapi gue dilema,” ujar Atika terus terang.

“Atau karena Kevin?”

Atika memutar bola matanya ke atas, menimbang-nimbang, namun segera menggeleng. “Gue rasa bukan, mana mungkin seorang Atika luluh sama Si Bang Ke. Gue Cuma takut aja.”

Vita mengangkat kentang goreng yang sudak kecoklatan lalu mematikan kompor . Gadis itu memilih kursi yang berhadapan langsung dengan Atika.

“Takut kenapa?” tanya Vita.

Atika menarik nafas dalam. “Lo ingat kan si Marc, adeknya Kevin selalu berusaha menjauhkan gue dari Shandy, tanpa alasan. Jadi gue penasaran kenapa.”

Vita terdiam mendengar ucapan Atika. Dalam hati ia membenarkan tindakan sahabatnya itu, biar bagaimanapun setiap orang pasti punya alasan dalam melakukan sesuatu, begitu pula dengan Marc.

“Gimana kalau kita yang cari tahu. Lo kan berpengalaman jadi intel tuh, bahasa kasarnya lo pernah nguntit Shndy, jadi kita ikutin deh tuh anak.”

Atika mengerjab kagum pada ide sahabatnya yang paling cuek itu. Atika meraih ponselnya, membuka aplikasi instagram, lalu menemukan story Shandy di urutan pertama. Senyum Atika terbit, dengan mudah ia bisa mencari keberadaan lelaki itu.

“Dia lagi ada di Botani Square. Gue pernah ketemu dia di gerai kopi di sana, mungkin dia lagi di sana. Gue telpon Marc deh,” namun niat Atika terhenti, ketika sadar ia sama sekali tidak punya kontak Marc.

Bola mata Vita berputar tampak memikirkan sesuatu, tanpa sadar ia menggigit kuku, gadis blasteran India Batak itu selalu begitu juka sedang berpikir.

“Kenapa lo yakin dia ada di mall itu?” selidik Vita.

Atika terkekeh, selama ini ia menguntit Shandy berdasarkan unggahan lelaki itu di sosial media. Untuk golongan laki- laki, Shandy termasuk orang yang sering membagikan kegiatannya pada publik. Seperti unggahannya yang baru dilihat Atika, sebuah foto secangkir latte, lengkap dengan lokasi, dan diunggah lima menit yang lalu.

“Nanti deh gue jelasin, yang penting kita ke sana.”

“Kita langsung gerak yuk, mall itu lumayan dekat dari rumah gue, ada jalan pintas, tapi kita naik motor aja.” ujar Vita seraya meraih kunci motor di atas kulkas.
***

Sebelum memasuki mall, Atika dan Vita mengamati pantulan diri mereka di spion motor Vita, yang mereka pakai. Rambut kedua gadis itu acak- acakan, itu karena Vita memacu motor matic itu dengan kecepatan tinggi dan mereka berdua tidak mengenakan helm.

“Udah deh, Vit. Beresin rambutnya nanti aja deh, kita masuk, cari Shandy!” Atika menarik tangan Vita.

Vita mengangguk seraya mengikuti langkah sahabatnya itu. Tempat pertama yang mereka tuju adalah gerai kopi. Atika memindai seluruh ruangan, namun ia tidak menemukan keberadaan Shandy. Atika tidak menyerah, mereka berdua mengelilingi mall yang lumayan ramai pengunjung.

“Tika, coba deh cek HP lo, dia enggak ada buat story lagi?” tanya Vita seraya mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.

Atika menepuk jidat, merogoh tas selempangnya, mencari keberadaan ponselnya. “Ada postingan terbaru, nih. Dua menit yang lalu dia ada di restoran Ramen.”

“Ramen ada di lantai empat, cepetan yuk!” Vita menarik lengan Atika menuju lift.

Tak perlu menunggu lama, pintu lift terbuka, mereka sudah berada di lantai empat, dengan sedikit tergesa, mereka melewati gerai makanan Jepang, lalu belok kanan, dan tempat yagn dicari sudah di depan mata.

Keadaan restoran itu padat, bahkan semua meja hampir penuh. Mata Atika melebar seketika mendapati Shandy sedang membolak balik daftar menu, hampir saja Atika menghampiri Shandy, jika saja Vita tidak mencegah.

“Lo kok mau nyamperin dia, kan ceritanya kita lagi nguntit” omel Vita sambil mengajak Atika berbaur di kerumunan orang yang sedang mengantri.

Alis Atika terangkat menyadari tingkahnya. Bibirnya terangkat membentuk sebuah senyum. “Ya maaf, enggak usah ngegas gitu.”

Perdebatan mereka tidak berlanjut. Namun saat Vita tidak sengaja menoleh keluar restorang, ia menangkap sosok yang tidak asing.

“Itu Kevin bukan sih?” tanya Vita seraya memicingkan matanya.

Masih di antrean Ramen, Atika menatap orang yang ditunjuk Vita. Kevin sedang berjalan dengan seorang perempuan. Sebuah nama muncul di kepalanya. Seruni, ia ingat sebuah panggilan di HP Kevin. Kening Atika berkerut samar, dadanya terasa panas.

Atika menarik Vita. “Vit, gue punya urusan sama anaknya Om Surya!”

Vita dengan wajah bingung mengikuti Atika keluar dari toko. Ia berusaha menyamai langkah sahabatnya itu. Atika berjalan cepat, mengejar Kevin dan temannya.

“Kevin!” panggil Atika.

Di depan gerai peralatan kantor, Kevin dan perempuan yang bersamanya menoleh ke belakang. Kevin mendapati Atika dengan ekspresi datar, di belakang gadis itu, Vita tampak sedang mengatur nafas.

“Atika, di sini juga?”

Tanpa basa- basi, Atika mendekati Kevin, menarik lelaki itu menjauh, “Gue mau ngomong!”

“Ada apa?” tanya Kevin setelah mereka menjauh dari Vita dan teman Kevin.

“Itu siapa?”

Kevin menoleh pada perempuan yang dimaksud Atika. Senyum jahil terbit di bibir Kevin. “Kamu cemburu?”

Atika melotot, mencubit perut Kevin sekuat tenaga. “Siapa yang cemburu? Gue penasaran aja. Ya udah, enggak mau jawab juga enggak masalah.”

Kevin menggandeng Atika mendekati perempuan yang masih menunggu Kevin. Ia menenteng sebuah paper bag  dan sebuah map berwana biru.

“Atika, ini Cika, sepupu aku dari Bandung, kesini lagi mau mencari kerja. Jadi aku disiruh mama nemenin dia keliling Bogor.”

Cika mengulurkan tangan pada Atika. “Cika. Kamu calon istrinya Bang Kevin kan. Tante Rima sudah cerita.”

Atika hanya tersenyum kikuk, menoleh pada Vita yang sedang menahan tawa. Atika merutuki kelakuannya barusan. Benarkan ia cemburu, sehingga dengan bodohnya Atika mengubah rencana mengintel Shandy. Atika menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang merah.

Cieeelahhh ada yang cemburu buta nih. Udah suka belum, atau masih belum mup on dari gebetan. Ribet banget deh si mbak Atika ini. Ditembak gebetan malah digantung, bingung dehh. Udah deh besok di part selanjutnya aku kasih kepastian deh hahaha. Monggo boleh di voment 😍

INTEL???  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang