15. Shandy

117 31 21
                                    

Untuk mennggantikan janjinya yang belum bisa dipenuhi, hari ini Shandy mengajak Atika pergi makan siang di sebuah restoran cepat saji. Shandy datanng terlebih dahulu, ia mengecek ponsel sekali lagi memastikan Atika sudah membaca pesannya, beberapa menit lalu ia mengabari gadis itu bahwa ia sudah ada di lokasi.

“Halo, maaf ya agak telat”, Atika duduk di hadapan Shandy seraya meletakkan ransel kecil abu abu miliknya.

“Enggak masalah aku juga baru kok. Oh iya Atika soal kemarin Iam sorry”, Shandy tersenyum tulus.

Atika mengedikkan bahunya, “It’s okay. Oh iya udah bisa mesan nih. Maaf- maafannya udahan dong”, Atika terkekeh.

“Kamu mau pesan apa?”

Atika mengetuk- ngetukkan jarinya di meja seraya melihat menu, berpikir sejenak lalu memutuskan pilihan, “Hmm, beef burger, spicy wingers, sweet corn, rica-rica chicken rice, terus air mineral deh”.

Untuk beberapa saat Shandy tercengang mendengar pesanan gadis itu, namun secepatnya ia mengatupkan kembali mulutnya, ia tersenyum, lalu pergi mengambil pesanan mereka. Tidak perlu waktu lama, karena restoran sedang sepi, Shandy membawa nampan berisi pesanan mereka.

“Aku suka makan bareng kamu’, ujar Shandy.

“Kenapa?”, Atika mencomot spicy wingernya sebagai pembuka,  sesekali mencolek saos tomat sebagai pelengkap.

“Kamu enggak jaga image. Aku suka cewek yang banyak makan, manis”, Shandy menatap Atika yang kini tengah sibuk mengunyah beef burger.

“Gue juga suka sama lo”, Atika tersedak ketika menyadari ucapannya, ia berdeham sejenak, “maksudnya gue juga suka jalan sama lo”.

Shandy terkekeh melihat tingkah Atika, “Enggak ada yang marah, kita jalan berdua?”, Shandy menatap Atika serius.

Gadis itu mengangkat bahu tak acuh, “Enggak ada, paling cewek lo?”.

“Aku enggak punya cewek”, Shandy menatap lekat pada bola mata Atika.
Atika kaget setengah tidak percaya teryata orang yang selama ini ia incar kini mengakui ia sedang tidak ada pacar. Ingin rasanya Atika menari di restoran itu, karena jalan harapan semakin terbuka lebar.

“Gebetan punya dong?”, cecar Atika.

“Ada. Dia lagi ada di depan aku”, Shandy melirik Atika yang seketika menyudahi makannya.

Seulas senyum malu- malu kucing terbit di wajah Atika disertai dengan rona merah yang bersemu manja di pipinya. Tidak hanya itu, Atika merasa sedikit mules di perutnya, ia bingung apakah itu efek kekenyangan atau salah satu bentuk gejala salah tingkah di depan gebetan. Ia tahu Shandy hanya berusaha menggodanya, tapi tetap saja ia suka. 

“Maksud kamu a….”

“Halo Shand, eh ada penguntit juga disini”, suara khas seseorang kembali menghempaskan Atika ke parit bersama tikus got.

Baru saja rasanya mata dan hati Atika berbunga- bunga mekar berseri, tak perlu waktu lama bagi bunga itu menjadi layu . Si pengacau kesenangan Atika tiba- tiba datang entah darimana seenaknya duduk diantaranya dan Shandy, siapa lagi orangnya kalau bukan Marc alias Markum . wajah Atika muram menyaksinyan wajah tak bersalah Marc.

“Hei, Marc, bukannya lo mau ngerjain skripsi?”, tanya Shandy bingung.

Marc tertawa pelan, “Enggak jadi, Bro. Tadi gue lewat dari parkiran anak akuntansi, enggak sengaja ngeliat lo sama si penguntit ini, jadi gue ikutin, takut lo diculik sama dia, man. Hati- hati lo Shand, ini cewek hobbynya nguntit”, Marc mengunyah cheese burgernya.

Shandy tidak habis pikir dengan ulah temannya ini begitu pula dengan Atika, ia hanya bisa mendengus sebal dan merutuki Marc dalam hatinya, dan yang paling memancing emosi Atika, Marc selalu ada saat ada Shandy, ada pertanyaan di hati kecil Atika, apa sebenarnya yang terjadi antara Marc dan Shandy, mengapa Marc selalu berusaha menjauhkannya dari Shandy.

“Shand, gue pulang duluan aja deh, ada janji sama papa”, Atika meraih ranselnya lalu belirik Marc yang fokus pada kegiatan makannya, “Markum gue duluan”, desis Atika sinis.

Shandy ingin menyusul gadis itu, namun dengan cepat dicegah oleh sahabatnya itu.
***

Atika mengolesi margarin ke atas teflon, menuang adonan martabak ke atasnya. Sesekali ia menusukkan lidi untuk memastikan apakah adonannya sidang matang. Pak Juan melihat mimik bahagia di wajah putrinya yang sedang sibuk membuat martabak kesukaan mereka, dari tempat duduknya.

“Tika, gimana kabar Kevin, udah lama enggak nongol?”, Pak Juan angkat bicara.
Atika melipat dan mengoles margarin diatas adonan yang sudah matang, menoleh sekilas ke arah papanya, “Kevin terus yang ditanya, uang jajan Tika dong yang ditanyain, Paps”.

Pak Juan menggeser kursinya agar lebih dekat dengan putrinya itu, “Dia baik kan sama kamu?”

“Baik sih, Paps walaupun kadang ngeselin”, kini giliran keju parut, meses, susu kental manis yang mendarat di atas martabak Atika.

“Kamu tertekan dijodohkan sama dia?”, mimik serius jelas terpampang di wajah Pak Juan.

Atika duduk di samping papanya, meletakkan makanan kesukaan mereka di meja, “Awalnya Tika enggak suka sih,Paps, Atika pikir itu terlalu semena- mena, cuma Tika jalanin aja, toh dia juga enggak pernah jahatin Tika, jadi Bang Kevin itu aku anggap aja kaya temenaku, lagian dia itu juga pasti punya pacar lah, Paps. Mana mau dia sama mahasiswa, Paps”, Atika mencomot sepotong martabak.

“Maafin Paps ya udah semena- mena jodoh- jodohin kamu. Orangtua Kevin itu baik sekali, selalu bantu Paps, Kevin juga papa kenal sebagai anak yang baik, makanya papa percaya buat jodohin dia sama kamu, tapi semua juga balik ke kalian. Memangnya kamu sudah punya pacar?”

Atika terkekeh, ia tidak mungkin bisa berbohong jika sudah ditanya serius oleh papanya ini. Selama ini  tempat curhat Atika itu adalah Pak Juan dan Rivan,dua laki- laki yang selalu setia mendengar keluh kesahnya, beda dengan Nirma dan Bu Ratna yang cenderung tegas dan tidak ingin memanjakanAtika.

“Sebenarnya bulan pacar, Paps. Namanya Shandy”.

Heyyyy good night temen-temen. Makasih loh yahh udah baca, makasih juga buat votenya, ditungggu loh komen kamu salam sayang yolaww muahhhhh ❤

INTEL???  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang