10. Gagal

150 50 9
                                    

Atika mengikuti Marc menurui tangga, pergelangan tangannya dicekal kuat oleh Marc. Ia berusaha berjalan sejajar dengan lelaki itu, tapi langkah kecil Atika tidak sebanding dengan langkah panjang Marc. Di kepala Atika sejumlah pertanyaan sedang berputar- putar, apa yang sedang dilakukan Marc, kenapa ia betitu kesal melihat interaksinya dengan Shandy, Marc tidak bisa menyembuntikan emosi, bahkan sejak pertemuan pertama mereka Marc terang- terangan melarang Atika dekat dengan Shandy.

Marc terus menarik lengan Atika hingga sampai di tempat dimana mobil Marc diparkir. Atika tidak berkutik sedikitpun, hanya mengikuti lelaki itu sampai ke parkiran. Marc baru berhenti tepat di sebelah mobilnya terparkir,  membuka pintu penumpang lalu menuntun Atika masuk. Atika juga tidak berkomentar apa- apa sampai Marc duduk di belakang kemudi.

“Markum, lo udah enggak waras ya, atau memang enggak waras?”, tanya Atika sinis.

Marc melirik Atika sekilas, tatapannya beralih pada pergelangan gadis itu, bekas memar jelas terlihat pada kulit putih Atika, Marc mendengus kesal, itu pasti perih untuk perempuan seperti Atika,  tanpa sadar ia pasti mencengkram lengan gadis itu terlalu keras. Ia mencari keberadaan kotak P3K mencari krim pereda nyeri, lalu meraih pelan lengan Atika.

Atika menahan nafas karena terkejut dengan perlakuan lelaki aneh di dekatnya itu, matanya melotot menyaksikan Marc mengoles krim dengan lembut. Beberapa kali ia juga meringis menahan sakit. Jika Pak Juan atau Rivan tahu, ada yang menyakiti Atika, bisa ngamuk dua pria itu. Atika menggeleng, mereka tidak perlu tahu.

“Markum, sebenarnya lo kenapa sih?”

Marc mendesah pelan menatap Atika lekat, “I am sorry, gue kebawa emosi, gue cuma kesal lo deketin Shandy, pakai acara modus pingsan lagi”.

“Tapi kenapa gue enggak boleh deket- deket Shandy?”. Tanya Atika kesal.

Di tempat duduknya Marc terdiam sejenak, bibirnya ingin mengutarakan sesuatu, tapi hatinya melarang. Ia kembali memutar tubuhnya menghadap Atika yang masih menunggu jawaban darinya.

“Tolong, gue minta tolong, jauhi Shandy”, perintah Marc menatap lekat mata Atika.

“Kenapa harus? Apa urusan lo? Emang lo suka sama gue”, raut kesal di wajah gadis itu sudah hilang. Ia tidak ingin memperpanjang masalah dengan si Markum ini. Atika akan mencari tahu di lain waktu.

“Emang harus gue suka sama lo baru lo jauhi Shandy, gue akan lakuin”, ujar Marc seraya tersenyum jahil.

“Enggak usah, lo bukan tipe gue”, Atika memasang raut pura- pura kesal. Lalu sebuat ide cemerlang muncul di kepalanya.

“Markum, kalau bokap gue tau lo nyiksa gue, lo bisa dituntuntut pasal kekerasan loh” Atika menunjukkan bebas memarnya.

“Jangan sampai tau dong, kan gampang”, sahut Marc dengan santai seraya meraih dua botol air mineral dari kursi belakang lalu menyerahkan satu pda gadis itu.

Atika menerima botol itu dari Marc, “Lo enggak peka kode, tanyain kek apa maunya gue”, Atika melotot kesal pada lelaki kurang peka menyebalkan yang sedang meneguk air di tangannya sampai tandas.

“Emang mau lo apa, ngajak gue jadian?”, kekeh Marc.

“Markum, gue nggak bawa mobil, anterin gue dong ke Cibuluh, hitung- hitung ganti rugi lo nyiksa anak orang”, bujuk Atika.

Marc mengerutkan keningnya, melihat senyum tulus gadis itu,beberapa kali gadis otu mengerjabkan matamya, menaik-naikkan alisnya,  Marc tidak tega menolak, lagipula ia tidak sedang sibuk, kemudian ia mengangguk setuju pada gadis itu. Atika bersorak kegirangan, lalu kembali duduk dengan tenang saat Marc melotot padanya.

Marc mengemudikan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi, namun tetap hati- hati. Sepanjang jalan mereka tidak banyak mengobrol, hanya membicarakan perjalanan yang mereka lewati, selebihnya itu seluruh perhatian Marc tercurah pada jalanan sore itu, yang tidak begitu ramai, padahal weekend seperti ini jalanan kota Bogor sudah pasti padat kendaraan. . Tidak perlu waktu yang lama, mereka sudah berada di kawasan Cibuluh.

Atika meminta diturunkan di kantor depan sebuah kantor cabang minyak negara.
Beberapa detik Marc bingung Atika minta diturunkan di tempat itu, jam tangannya menunjukkan sudah pukul setengah empat sore. Jika ada urusan, seharusnya Atika datang lebih awal. Tapi Marc tidak ingin mencempuri lebih jauh urusan gadis itu, kecuali berhubungan dengan Shandy.

“Thank you, Markum. See you”, Atika melambaikan tangan pada Marc lalu lelali itu melajukan mobilnya pergi.
***

Atika menunggu di sebuah warung di depan kantor itu, selepas Marc pergi, tiba- tiba hujan turun, jadi Atika memilih berteduh di sebuah warung yang berlokasi tepat di depan kantor. Ia sedang menunggu Kevin Hadinata. Dari penuturan Tante Rima, Kevin sebenarnya ditempatkan di Jakarta Pusat, kantor pusat, namun untuk dua bulan kedepan Kevin diberi mandat dari atasannya untuk mengawasi kantor cabang Cibuluh.

Beberapa pegawai sudang terlihat keluar kantor, beberapa memilih langsung pulang, namun sebagian memilih berteduh di warung,  Atika mengamati lekat- lekat apakah ada Kevin diantara orang- orang itu.

“Nungguin siapa?”

Atika mendongak. Kebetulan sekali, orang yang ditunggu sudah datang. Tidak perlu menebar umpan, ikannya sudah datang sendiri. Kevin sudah ada di hadapan Atika. ada raut lelah di wajahnya, namun Atika tidak peduli, urusannnya dengan lelaki itu harus dibereskan detik ini juga.

“Kita perlu bicara”, ujar Atika sinis.

Kening Kevin berkerut, namun diturutinya saja gadis itu,  ia duduk di hadapan Atika “Mang teh manis panas dua”, pesan Kevin pada Mang Asep, penjaga warung langganan para pegawai.

Tak perlu menunggu lama Mang Asep membawa dua gelas teh manis pesanan Kevin.

“Satu gelas buat Kevin, satunya buat neng cantik, siapa atuh Kev, pegawai baru?”, Mang Asep meletakkan teh di hadapan Kevin dan Aaika.

“Calon istri saya Mang”, Mang Asep terkekeh sembari mengangkat kedua jempolnya pada Kevin, lalu kembali melayani pembeli lain.

Selepas kepergian Mang Asep, Atika menatap tajam Kevin, mencubit lengan lelaki itu sekuat tenaganya. Kevin terkejut bukan main melihat perlakuan sadis gadis manis itu, ia meringis kesakitan.

“Sebenarnya ada apa, kamu jauh-jauh ke sini, kangen saya”, goda Kevin masih mengusap bekas cubitan Atika.

Atika mendengus kesal, “Kevin, ehhh Bang Kevin, gue minta maaf deh kalau ada salah, tapi tolong jangan mau dijodoin sama gue, lagian lo nggak mungkin jomblo kan, lo cuma mau main main sama gue, udah deh, ampunin gue ya ya ya, lagian apa lo mau dijodohin sama bocah?”.

Kevin tersenyum melihat gadis di hadapannya, lalu menoleh ke luar warung, hujan. Bahkan alam pun mendukung Kevin, hujan sore ini memihak padanya, dengan turunnya hujan, maka ia dapat memandang wajah cantik Atika lebih lama, mendengarkan gadis itu mengomel, memperhatikan raut kesal, dan emosi yang meluap-luap, Kevin menikmati itu.

“Kamu kan udah 22 rahun, jadi enggak melanggar undang- undang dong, saya nggak akan batalin, lagipula orangtua kamu juga setuju”, Kevin menunjukkan senyum kemenangan.

Wajah Atika merengut tak karuan, ia memandang sejenak hujan di luar warung, bagaimana bisa alam tidah medukungnya, ia malah terjebak lebih sama bersama manusia menyebalkan berwujud Kevin.

“Tapi gue enggak setuju”, suara Atika meninggi.

“Bukan tidak, tapi belum”, sahut Kevin.

“Tapi gue suka orang lain”.

Kevin mendekatkan wajahnya ke telinga Atika “Dan saya tidak peduli itu, toh saya sudah mengantongi restu On Juan dan Tante Ratna”, bisik Kevin.

Atika menjauhkan wajahnya, menjaga jarak dengan Kevin,  mencubit lengan Kevin lagi, “Dasar nyebelin”.

“Saya sudah kirim pesan buat Om Juan, kamu pulang terlambat, saya antar kamu”, Kevin memamerkan senyumnya pada Atika. Atika membuang muka, rasanya ia menyesal sudah membuang waktu mendatangi Kevin.

Holaaaa, selamat malam. Wahhhh Si neng manis gagal nih bujuk bang tampan. Gimana ya caranya biar bang Kevin mau batalin perjodohan mereka, Atika kan maunya babang Shandy. Oalahhh bingung deh, pake acara digangguin sama si Marc, tau ah gelap deh Atika. Btw makasih ya udah baca, vote, komen, semoga suka. Salam sayang yolaww ❤

INTEL???  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang