Cerita tentang Taeyong yang arogan, gengsian, narsis, dan selalu ngatain Jisoo (anak pembantunya) dekil. Tentang Jisoo yang bilang benci sama Taeyong, tapi baper waktu Taeyong main ke rumah bawain salep jerawat.
Kalau Taeyong dan Jisoo yang setiap k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Iris Taeyong kian dilingkupi kilat kemarahan ketika Jisoo terus berusaha berontak dan mengambil ponsel dari tangannya. Cengkraman pada pergelangan Jisoo kian erat. Bahkan, Jisoo sudah tidak bisa menahan selimut dan membiarkannya melorot sebatas pinggang.
"Taeyong!"
Sudah dua kali Taeyong mencoba menghubungi Changmin, tetapi tak kunjung diangkat.
"Jangan, please," pinta Jisoo dengan suara bergetar.
Sedari tadi, Taeyong hanya mencoba mengabaikan larangan perempuan itu. Dia benar-benar ingin tahu, sebesar apa perasaan Changmin pada Jisoo. Bisakah Changmin menerima Jisoo kembali sebagaimana murahnya pria itu memberikan pengampunan pada Victoria? Oh, Taeyong akan bersyukur kalau Changmin marah dan memilih membatalkan pernikahan mereka. Dengan begitu, ia bisa jadi satu-satunya pria untuk Jisoo.
"Taeyong, jangan!"
"Apa?! Kamu sendiri ragu sama perasaan dia, 'kan?"
Jelas Taeyong sudah kalah begitu disuguhkan air mata yang jatuh membasahi wajah cantik itu. Air muka Jisoo amat panik, was-was, dan menyiratkan luka. Taeyong tidak akan pernah sanggup melihat Jisoo sekalut ini. Tatapannya masih penuh dengan permohonan.
Taeyong menghela kasar napasnya. Percuma juga, Changmin tidak kunjung mengangkat panggilan. Dia memutus sambungan telepon. Diletakkannya ponsel di atas nakas. Lantas melepaskan Jisoo dari cengkraman. Lagi-lagi, ia kelewatan. Pergelangan Jisoo tampak memerah.
"Aku nggak bisa bikin mereka kecewa," kata Jisoo pelan tanpa melepaskan pandangan dari Taeyong yang sama kacaunya seperti dirinya. "Aku nggak bisa ninggalin Changmin."
"Tapi kamu bisa ninggalin aku?" sahut Taeyong nanar.
"Dia butuh aku."
"Kamu pikir aku nggak butuh kamu?"
Jisoo menyentuh rahang Taeyong dan memaksa pria itu menatapnya. Taeyong tidak bisa menyembunyikan betapa frustrasinya ia saat ini. Seumur-umur, Taeyong tidak pernah dibuat sesakit ini.
"Taeyong, kamu hebat, kamu sehat, kamu sempurna di mataku. Sedangkan Changmin ... Dia lebih butuh aku. Kamu bisa dekat sama perempuan lain yang jauh lebih baik dari aku."
Sungguh, Taeyong tidak habis pikir kenapa Jisoo bisa berkata seperti itu, ketika selama ini tidak ada perempuan lain yang ia inginkan selain Jisoo. Kalau Taeyong bisa berpaling dengan begitu mudah, ia tidak akan segila dan seputus asa ini. Sayangnya, dia tidak bisa merelakan Jisoo. Mengenyahkan dan melupakan perasaannya pada Jisoo tidak semudah itu. Tertawakan Taeyong yang sekarang bisa dengan lantang mengakui kalau dia amat mencintai Jisoo. Padahal, dulu dia selalu mengelak.
"Aku nggak mau perempuan lain. Aku mau sama kamu!" seru Taeyong marah. "Apa aku harus sakit dulu biar kamu milih aku? Apa aku harus cacat dulu supaya kamu mau nikah sama aku? Aku yang sempurna di matamu justru bikin kamu menjauh, iya?"