Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Bukannya pergi ke kantin seperti anak kelas yang lain, Jisoo justru tengah tertidur. Tangannya terlipat di atas meja. Bibirnya terbuka, hingga tanpa sadar air liur menetes dari sela bibir.
Jisoo belum sarapan dan enggan pergi ke kantin. Rasa kantuknya lebih besar dibanding rasa lapar. Semalam ia harus begadang menyelesaikan kerja sampingannya memasang stiker tutup botol.
Biasanya, dalam seminggu ia hanya perlu memasang 5 paket tutup botol, tiap paketnya berisi 30 pcs. Dia diberi upah 50 ribu rupiah untuk pengerjaan satu paket. Dan semalam, tempat produksi itu menawarkan pada Jisoo untuk menyelesaikan memasang stiker 15 paket. Jisoo butuh uang, karena itu tidak peduli selelah apa hari kemarin, dia menyanggupi penawaran itu. Alhasil, Jisoo hanya tidur dua jam semalam.
Pukulan kaleng di kepala membangunkan Jisoo yang baru saja tertidur. Ia terkesiap, punggungnya menegak. Kaleng minuman soda yang sudah kosong tergeletak di meja.
"Ups! Sorry, Pogal, nggak sengaja. Kalengnya nyasar, bukan ke tempat sampah, tapi ke sampahnya." Oknum pelempar kaleng itu, Nancy, bule berperawakan besar yang sedang memakan pringles. Dia menertawakan Jisoo bersama teman-teman bulenya yang lain.
Jisoo mencebik kesal, dilemparnya kaleng ke tempat sampah yang ada di belakang. Kemudian kembali tidur seolah tidak ada yang terjadi. Seolah-olah hatinya tidak sakit diperlakukan seperti itu. Seolah-olah dia pantas disamakan dengan sampah. Sebenarnya, Jisoo hanya terbiasa dan tidak berdaya untuk melawan.
Kalau bukan karena orangtua Taeyong, Jisoo tidak akan bisa belajar di sekolah internasional sebagus ini. Sekolah swasta yang dipenuhi anak-anak dari keluarga kaya raya di negara mereka. Anak pengusaha, politisi, orang-orang berpengaruh di Indonesia, semua berkumpul di sini. Jisoo layaknya itik yang nyasar di taman sekumpulan angsa.
Dia sempat hampir putus sekolah, sebelum akhirnya orangtua Taeyong mau membantunya. Saat itu mereka benar-benar kekurangan uang, untuk makan sehari-hari saja susah. Jisoo menunggak biaya sekolah berbulan-bulan. Lalu ibu mencari solusi dengan minta tolong pada orangtua Taeyong untuk meminjami uang guna menutup tunggakan biaya sekolah Jisoo. Ibu juga bersedia gajinya dipotong sebagian. Namun, orangtua Taeyong berbaik hati membiayai sekolah Jisoo, cuma-cuma.
Tidak tanggung-tanggung, ia dimasukkan ke sekolah yang sama seperti anaknya sendiri. Jisoo tersentuh akan kebaikan hati mereka. Oleh karenanya, Jisoo ingin menyelesaikan pendidikan dengan cemerlang. Tanpa mau terlibat perkelahian dengan anak-anak orang kaya yang kerap mengolok-olok dia. Jisoo tidak ingin mengecewakan ibunya dan orangtua Taeyong.
"Pogal!"
Jantung Jisoo berdegup kaget. Mejanya ditendang dengan keras. Suga, anak pengusaha bisnis travel terbesar di Indonesia yang bernama asli Agus, berkacak pinggang di samping meja.
"Pinjam PR matematika."
"Nggak ada," sahut Jisoo malas dan bermaksud kembali menenggelamkan kepala di tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate U, Love U
FanfictionCerita tentang Taeyong yang arogan, gengsian, narsis, dan selalu ngatain Jisoo (anak pembantunya) dekil. Tentang Jisoo yang bilang benci sama Taeyong, tapi baper waktu Taeyong main ke rumah bawain salep jerawat. Kalau Taeyong dan Jisoo yang setiap k...