8 Tahun Kemudian
Manhattan, New York City, U.S
"Tidak mungkin aku pulang dalam situasi seperti ini, Pa."Taeyong mengangguk singkat pada pelayan kafe yang baru saja meletakkan secangkir espresso di meja. Netranya menatap kepulan asap yang menguar dari kopi hangat itu. Atmosfer sekitar ditambah suara berat Jaejoong dari sambungan telepon membuatnya semakin merindukan kedua orangtuanya. Natal yang biasa ia rayakan meriah dengan sahabat dan keluarga, tahun ini harus ia lewati sendirian di kota yang sudah jadi rumah kedua untuknya.
"Ya sudah. Kamu yakin bisa meng-handle semuanya? Papa dengar ada lebih dari 500 pegawai yang akan ikut serta di aksi walk out lusa."
Saat ini, perusahaan e-commerce multinasional Leevin keluarga Lee yang berpusat di New York tengah menuai aksi protes dari para pegawainya. Mereka menuntut perusahaan untuk berhenti berdonasi kepada politisi dan pelobi yang tidak memercayai adanya perubahan iklim. Juga karena adanya perselisihan pembayaran dan kondisi kerja. Angka 500 pegawai terbilang kecil mengingat perusahaan e-commerce mereka memiliki 300.000 pegawai yang tersebar di seluruh dunia. Meski demikian, Taeyong akan menemui langsung para pegawainya dan menanggapi hati-hati keluhan mereka.
"Ya, tidak perlu khawatir. Di pertemuan investor dua bulan lalu kita sepakat membuat rencana untuk menyusun tim berkelanjutan yang akan menangani penekanan produksi emisi karbon. Tim itu sudah terbentuk dan kita akan segera meluncurkan Shipment Zero."
"Berapa persen progress-nya?"
"Meningkat 20% dari yang sebelumnya. Kita sudah berhasil menghilangkan lebih dari 200 ribu ton bahan kemasan. "
Jaejoong tidak akan pernah meragukan kemampuan Taeyong mengatasi Leevin. Perusahaan yang ia rintis itu hampir gulung tikar, tapi di tangan Taeyong, Leevin bisa kembali bangkit dan mendunia. Melejit di urutan ke satu perusahaan e-commerce terbesar di dunia.
"Baiklah, Papa percaya kamu bisa mengatasinya. Jaga diri baik-baik. Jangan lupa kenakan pakaian tebal dan syal saat keluar rumah."
Taeyong tersenyum. "Papa juga. Aku akan berkunjung setelah keadaan membaik."
Usai mengucapkan beberapa kata penutup, Taeyong mematikan sambungan telepon. Dia mendesah kasar. Menerawang jauh ke pohon natal raksasa yang ada di seberang kafe—pohon ikonis dunia Rockefeller Center. Suasana natal yang hangat membuatnya teringat pada gadis yang sudah lama hilang dari hidupnya. Dia mengenang kembali momen ketika Jisoo membuatkan christmas cookies untuk kedua orangtuanya, namun semua itu tandas masuk ke perut Taeyong.
Selalu ada momen dimana Taeyong merasa kosong. Hampa, bahkan ketika dia bisa mendapatkan segalanya dengan kesuksesan yang ia capai saat ini. Dia bisa membeli dan melakukan apapun untuk mendapatkan kepuasan. Meski begitu, masih saja ia merasa ada yang kurang sejak Jisoo pergi dari hidupnya. Taeyong hanya terus berusaha bersikap baik-baik saja. Seolah-olah dia tidak pernah mengenal Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate U, Love U
FanfictionCerita tentang Taeyong yang arogan, gengsian, narsis, dan selalu ngatain Jisoo (anak pembantunya) dekil. Tentang Jisoo yang bilang benci sama Taeyong, tapi baper waktu Taeyong main ke rumah bawain salep jerawat. Kalau Taeyong dan Jisoo yang setiap k...