•••
"Are you sure you want to do this?"
Deelara mengangguk cepat. Matanya sayu dengan napas terengah-engah, sekilas Tian melihat akan sarat keputusasahan di manik mata itu.
"Please!"
Tian membungkam bibir yang baru saja memohon untuk segera di masuki itu dengan ciuman yang lebih panas. Sungguh! Tidak ada yang lebih menyenangkan ketika seseorang di bawah sana begitu menginginkanmu.
Setelah puas bermain-main dengan bibir Deelara, ciuman Tian perlahan-lahan turun ke leher, melumat dan menggigit sebanyak yang dia mau. Tangannya bergerak cepat membuka pengait bra, membebaskan kedua gundukan yang terasa pas di tangannya. Tidak terlalu besar tapi juga tidak kecil. Ketika bibirnya menyentuh puncak gundukan itu, tubuh pemiliknya bergerak gelisah, tidak kuasa menahan desahan yang sialnya semakin membangunkan sesuatu di bawah sana.
Bibir Tian perlahan turun, mengecup perut rata Deelara hingga ke panty yang masih menutupi bagian bawahnya. Tian sengaja bermain-main dari luar panty, menggigitnya dengan gemas hingga desahan itu kembali terdengar. Saat itu juga Tian merasakan remasan di tangannya, Tian kembali memposisikan dirinya sejajar dengan Deelara, menatap mata sayu yang kini sudah berkabut gairah. Tidak tahan, Tian kembali melumat bibir merah yang sedikit terbuka itu dengan menggebu-gebu. Satu tangannya bermain di bawah sana, mengusap inti Deelara dan sedikit menekannya hingga perempuan itu kembali mengerang di sela-sela ciuman mereka.
Kali ini dengan berani Tian menyingkap kain penghalang itu dari samping, mengusapnya pelan lalu membenamkan satu jarinya ke dalam inti Deelara. Seketika tubuh perempuan itu menegang dengan napas tertahan, dan Tian menikmati remasan pada jarinya di bawah sana. Terasa hangat dan sempit.
"Do you like it?" Tanya Tian sambil memaju-mundurkan jarinya di bawah sana. Sementara dirinya sendiri menikmati wajah tersiksa Deelara yang sedang bergairah.
Tanpa malu, Deelara mengangguk lemah. Menggingit bibirnya kuat.
Tian semakin semangat mempermainkan inti Deelara. "Do you want more?"
Deelara mengangguk cepat dengan napas terengah-engah.
Tian menambah satu jarinya di bawah sana, membuat perempuan itu semakin menggila. "What is your answer, Deelara?"
"Shit!" Menjeda kata-katanya, perempuan itu menggigit bibir bawahnya kuat. "I want more, I want you."
Tian menyeringai puas, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Deelara. "So what should i do now?" Bisiknya sensual.
"Shut up! And fuck me harder." Perintah Deelara di antara menahan gairah dan rasa kesalnya.
Seringaian Tian semakin lebar. Tian mengeluarkan dua jarinya yang sudah basah, melepas baju dan celananya sendiri hingga tubuhnya naked lalu memposisikan dirinya di antara kaki Deelara. Tanpa berniat membuka panty Deelara yang sudah sangat basah, Tian menyibak kain terakhir itu ke samping, bersiap memasuki Deelara seperti yang jarinya lakukan.
Namun sesuatu terasa mengganjal di bawah sana, seperti penghalang yang menolak untuk di masuki. Namun, lagi-lagi gairah mengalahkan akal sehatnya. Dengan sekali sentakan, inti keduanya menyatu.Untuk beberapa detik, Tian membeku. Menatap perempuan di bawahnya yang tengah meringis, menahan sakit dengan mata terpejam. Ragu-ragu Tian melihat kebawah dan seketika wajahnya berubah tegang.
"Lo perawan?"
Mata perempuan itu terbuka, bukan mata yang berkaca-kaca yang menjadi pertanyaan Tian. Namun tatapan perempuan itu, mata yang seolah menyimpan banyak luka di dalam sana.
"Kenapa? Apa karena gue perawan jadi lo nggak tertarik lagi?"
Shit! Tian mengumpat dalam hatinya. Sepintas tidak ada yang salah dengan kata-kata Deelara. Namun ada rasa aneh yang tiba-tiba Tian rasakan ketika melihat tatapan penuh luka itu.
Tian menelan ludahnya susah payah, "Are you oke?"
Deelara mengangguk.
Tidak bisa di pungkiri jika Tian juga menginginkan lebih. Laki-laki normal mana yang akan mundur ketika sesuatu di bawah sana sedang menikmati cengkeraman hangat dari seseorang yang baru saja dia perawani beberapa saat yang lalu.
"Okay, i'll start. Bilang kalo aku nyakitin kamu."
Entah keberanian dari mana hingga Tian merubah cara bicaranya menjadi lebih ramah dari sebelumnya. Sadar atau tidak, sikapnya juga lebih hangat dalam memperlakukan perempuan yang tengah mendesah di bawahnya itu.
***
Sepasang mata itu mengerjap beberapa kali, lalu tertutup kembali. Hendak kembali memasuki mimpinya namun ingatan tentang malam panas itu tiba-tiba membuatnya tersentak, matanya terbuka lebar dengan napas memburu. Deelara mengedarkan pandangannya ke segala arah, baru sadar jika saat ini dia terbangun di ruangan asing dengan tangan seseorang yang masih melingkar di perutnya.
Takut-takut Deelara melirik sosok pemilik tangan di sampingnya dan---Shit! Deelara mengumpat dengan mata memejam erat, merutuki dirinya sendiri ketika menemukan sosok asing yang masih tertidur pulas di sampingnya. Dengan sisa-sisa keberaniannya Deelara kembali melirik laki-laki di sampingnya---yang ternyata adalah laki-laki yang pernah di temuinya di parkiran Mall, matanya turun meneliti tato yang terukir di bahu hingga sepanjang lengan laki-laki itu. Dalam keadaan tidurpun, laki-laki itu tetap terlihat seksi dan---Wait! Deelara mengerutkan alisnya dalam. Mulai sibuk membatin.
Bukannya dia pengacara ya? Emang ada pengacara yang tatonya segini banyak? Klien-nya tau nggak ya, kalo ternyata dia...
Deelara menepuk dahinya pelan. Sial! Kenapa jadi gagal fokus gini sih!
Dengan gerakan pelan, Deelara berusaha menyikirkan tangan berotot itu dari perutnya. Lalu bergerak mengumpulkan pakaian dan dalamannya yang berserakan di lantai sambil menahan perih di bagian intinya.
Setelah mengenakan semua pakaiannya, Deelara berjalan cepat keluar dari kamar hotel yang menjadi saksi percintaannya bersama laki-laki asing yang---'Gue Tian. Anggap ini sebagai salam perkenalan kita.'
"Ya Tuhan! Demi apa gue di parawanin sama laki-laki itu?"
Deelara mengacak rambutnya frustasi begitu tiba di dalam lift yang kosong, matanya meneliti penampilannya yang terlihat berantakan dengan bercak-bercak merah yang memenuhi leher jenjangnya. Shit! Lagi-lagi, Deelara mengutuk dirinya sendiri. Sambil mengatur rambutnya untuk menutupi sisa-sisa percintaannya bersama Tian---Deelara buru-buru menggeleng kuat saat ingatan tentang bagaimana dia melewati malam panas bersama pengacara bertato itu terlintas begitu saja. Seluruh tubuhnya tiba-tiba panas dingin meski ingatannya masih samar-samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifeline - Septian Pramudya
RomanceDengan gerakan pelan, Deelara berusaha menyikirkan tangan berotot itu dari perutnya. Lalu bergerak mengumpulkan pakaian dan dalamannya yang berserakan di lantai sambil menahan perih di bagian intinya. Setelah mengenakan semua pakaiannya, Deelara be...