25. Something's broken

9.6K 809 7
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Setelah kepergian Tian, Deelara masih membatu di tempatnya. Seluruh tubuhnya terasa lemas, kakinya tidak lagi mampu menopang tubuh bergetarnya.

Deelara menangis. Menumpahkan air matanya---yang entah sudah berapa lama dia lakukan. Toh, sebanyak apapun air mata yang keluar tetap saja tidak bisa mengurangi rasa sesak di dadanya. Rasanya jauh lebih sakit dari pada ketika dia kehilangan Dipta, padahal Deelara pikir satu-satunya kesakitannya adalah kehilangan sosok Dipta di dalam hidupnya. Nyatanya, semua itu terpatahkan oleh kalimat 'I'll let you go' yang di ucapkan oleh seseorang yang baru saja meninggalkannya di ruangan ini.

Deelara mengusap kedua pipinya yang basah. Sekali, bahkan berkali-kali dan usahanya sia-sia karena cairan bening itu nyatanya tidak berhenti mengalir.

Deelara mencoba berdiri meskipun rasanya sulit, seharusnya itu mudah saja di lakukan kalau saja... kalau saja seseorang tidak pernah datang dan mengulurkan tangannya. Katakan saja Deelara mulai terbiasa dengan kehadiran orang itu di sisinya. Sayang, Deelara terlambat menyadarinya. Yang tersisa hanyalah sebuah penyesalan yang mendalam.

Deelara melangkahkan kakinya menuruni satu persatu anak tangga dengan susah payah, mengabaikan tatapan orang-orang di sekitarnya. Ada yang menatapnya aneh, mungkin karena wajahnya yang saat ini terlihat mengerikan. Ada juga yang secara terang-terangan menatapnya lapar karena bagian atas kemejanya yang terbuka, tapi tidak ada satupun yang benar-benar mendekat atau berusaha menyentuhnya. Semua orang di lantai dansa seperti sudah di perintahkan untuk menyingkir ketika Deelara melewati kerumunan itu. Deelara mengernyit heran, tapi tidak berniat menghentikkan langkahnya. Bahkan di tengah-tengah kerasnya musik yang di putar, Deelara masih bisa merasakan tatapan tajam seseorang dari ekor matanya.

Seketika Deelara menghentikan langkahnya, balas menatap sepasang mata tajam itu. Disana, di balik meja bar, seseorang tengah menatapnya lurus-lurus dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Deelara juga melakukan hal yang sama, menatap laki-laki itu selama yang dia bisa. Meski pandangannya mengabur karena cairan bening yang terus mendesak keluar. Deelara akhirnya terisak, bahunya bergetar tanpa bisa dia tahan. Di tengah-tengah kerumunan orang-orang yang menikmati malam, Deelara menangis.

Kontak mata di antara keduanya terputus saat Deelara menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya dari mata-mata yang penasaran.

"Gue anterin lo pulang."

Suara itu terdengar asing. Sontak Deelara mengangkat wajahnya dan menemukan Rey yang sudah berdiri di depannya. Deelara mengalihkan pandangannya ke belakang Rey---ke tempat di mana Tian berdiri tadi. Dan Deelara langsung tersenyum miris, Tian pergi. Benar-benar pergi.


Deelara mengusap wajah basahnya sekali lagi, lalu memaksakan senyumnya sebelum menatap Rey.

Lifeline - Septian Pramudya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang