•••
Tanpa melepaskan ciumannya, Tian membuka pintu mobil penumpang di belakang Deelara lalu mendorong perempuan itu masuk bersamanya. Dengan posisi Deelara yang telentang pasrah di bawahnya, Tian bisa dengan bebas menyentuh perempuan itu sebanyak yang dia mau.
Tian memberi jeda untuk Deelara yang mulai kehabisan napas. Hanya dengan melihat Deelara yang terengah-engah dengan rambut acak-acakan di bawahnya, sudah hampir membuatnya meledak karena gairah. Tidak butuh waktu lama untuk Tian kembali melumat bibir merah yang sudah sedikit membengkak itu. Melumatnya lagi dan lagi.
Rasanya, tidak akan pernah cukup jika itu berhubungan dengan Deelara. Dan kali ini Tian memutuskan untuk menjadi orang yang serakah, mengambil sebanyak yang dia mau.
Hembusan napasnya menyapu pipi perempuan itu, melalui tatapan yang saling mengunci mereka berbicara tanpa suara. Tian ingin Deelara tahu sebesar apa keinginannya untuk memiliki perempuan itu. Perlahan-lahan ciumannya berpindah ke rahang, lalu ke telinga. Disana, Tian menghembuskan napas beratnya dan mulai berbisik dengan suara yang terdengar lebih berat dari biasanya.
"You're driving me crazy, Deelara."
Tian menggeram di sela-sela aktifitasnya mencumbu leher Deelara. Tangannya bergerak melepas satu persatu kancing kemeja Deelara dengan cepat tanpa memutuskan ciuman mereka. Setelah kemeja itu terbuka dengan sempurna, kulit putih yang hanya terbungkus oleh bra berwarna hitam langsung menyambutnya. Tian semakin gelap mata. Tangannya bergerak ke punggung, melepas pengait bra dengan sekali sentakan. Setelah itu, dengan lihai Tian mulai menyentuh titik-titik sensitif yang ada di tubuh Deelara. Kali ini bukan hanya tangannya, bibir serta lidahnya juga ikut andil.
Sementara itu, Deelara yang tengah di landa gairah menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Susah payah menahan serangan gairah yang semakin lama, semakin membuat kepalanya pening. Tangannya sudah bermain-main di rambut Tian, sedikit meremasnya ketika lidah laki-laki itu semakin liar bermain di puncak dadanya.
Mata Deelara yang semula terpejam menahan kenikmatan, tiba-tiba langsung terbuka dengan sempurna saat usapan Tian di pahanya perlahan-lahan naik hendak menyentuh sesuatu yang sudah basah di balik panty berendanya. Dengan panik Deelara menahan tangan Tian yang masih berada di balik roknya.
"Ka-kamu yakin?" Tanya Deelara terbata-bata. Deelara sedikit mengangkat kepalanya, melirik ke sekeliling parkiran yang cukup gelap. Hanya ada mobil-mobil yang terparkir, tapi itu cukup untuk membuat Deelara merasa cemas.
Tian menatap Deelara tepat di manik matanya, "Sebelum ngeliat kamu malam ini, aku memang nggak yakin." Satu tangannya mengusap pipi Deelara, menatap mata yang juga sudah berkabut gairah. "Tapi setelah ngeliat kamu nyaris telanjang di bawahku..." menjeda kata-katanya, Tian menunduk dan berbisik tepat di depan bibir Deelara. "Aku semakin yakin kalo... kamu nggak akan bisa lari lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifeline - Septian Pramudya
RomantizmDengan gerakan pelan, Deelara berusaha menyikirkan tangan berotot itu dari perutnya. Lalu bergerak mengumpulkan pakaian dan dalamannya yang berserakan di lantai sambil menahan perih di bagian intinya. Setelah mengenakan semua pakaiannya, Deelara be...