•••
"Dari pada lo maksa dia buat berpikir logis, mending lo ngasih dia pengertian yang banyak."
Suara itu tiba-tiba menarik atensi Tian. Tian menoleh, satu alisnya terangkat menatap perempuan asing dengan rambut sebahu di depannya.
"Lo kalo nggak tau apa-apa, nggak usah ikut campur urusan orang." Balas Tian tidak suka.
Perempuan dengan rambut sebahu itu sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan tajam Tian. Dengan tenang, perempuan itu melirik pin yang terpasang pada kerah jas sebelah kiri Tian. Sepertinya pin yang biasa di pakai oleh para advokat itu sudah cukup menjelaskan identitasnya.
"Lo mungkin udah memenangkan banyak kasus seperti ini. Tapi lo nggak tau gimana sulitnya keluar dari Abusive Relationship." Perempuan itu maju beberapa langkah, hingga keduanya berhadapan dalam jarak dekat. Lalu menatap tepat di manik mata Tian, "Iya kan?"
Tidak kunjung mendapatkan jawaban, perempuan itu menarik sudut bibirnya ke atas. Lalu mundur beberapa langkah, kembali membuat jarak di antara mereka.
"Sebagai orang yang pernah ada dalam Abusive Relationship, gue sangat amat mengerti bagaimana perasaan perempuan tadi. Tanpa lo katain dia bodoh juga dia udah tau kalo keputusan dia bertahan emang bodoh. But now she needs more support to help her get out of a rough relationship."
Setelahnya, tanpa mengenal takut perempuan itu menepuk pundak Tian dan berlalu begitu saja. Kembali meninggalkan Tian dalam kebingungan, "What the hell! why with everyone today? Shit! Kenapa hari ini semua orang suka banget ninggalin gue setelah bikin gue kesel? Emang gue cowok apaan hah?!" Tanyanya kepada udara, benar-benar terlihat frustasi.
Dengan kesal Tian masuk ke dalam mobilnya, melempar jas yang baru dia lepaskan ke jok belakang dengan asal. Lalu melajukan mobilnya meninggalkan parkiran Mall.
***
Tian berjalan memasuki tempat dengan suara musik yang berdentum keras, banyak orang yang begitu menggilai tempat berisik dan penuh dosa ini. Meski begitu tempat ini tidak pernah sepi oleh pengunjung. Dan sayangnya, Tian adalah salah satu dari mereka yang menggilai dunia malam---sekaligus pecinta alkohol. Saking cintanya, dia sampai mendirikan Hell Club untuk menampung orang-orang yang akan bergabung bersamanya di neraka nanti.
Dengan atasan sleeveless hitam yang memperlihatkan tato yang memenuhi lengan hingga pundak kirinya, juga celana jeans dengan warna senada yang bagian lututnya sobek. Sangat bertolak belakang dengan penampilannya saat menangani kasus klien. Bahkan dengan rambut yang acak-acakkan, Tian tetap terlihat tampan sekaligus seksi. Mungkin bagi orang yang tidak mengenalnya akan meragukan jika pekerjaan utama laki-laki itu adalah seorang pengacara.
Perempuan dengan mini dress hitam ketat menghampirinya dengan tatapan menggoda, "Hai!"
Tian membalas dengan senyum yang tidak kalah manis, dengan sengaja menggoda perempuan itu.
"Hai juga cantik!" Tian mengecup punggung tangan perempuan itu sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Sendirian?" Tanya perempuan itu, tangannya sudah bermain-main di dada bidang Tian dengan gerakan sensual.
"Tadinya!" Menjeda kata-katanya Tian sengaja mendekat ke arah telinga si perempuan, lalu berbisik. "Tapi sekarang udah berdua. Kan, ada kamu."
Perempuan cantik itu tersenyum manis, semakin merapatkan diri di dada bidang Tian. Satu tangannya sudah mulai berani menyentuh garis-garis tato yang membungkus otot-otot lengan Tian. Jujur saja, Tian hampir tergoda untuk menyeret perempuan itu ke salah satu privat room-nya jika mata elangnya tidak segera menangkap sesuatu di depan sana yang cukup mengusik ketenangannya. Dengan terpaksa Tian mendorong perempuan yang sudah menempel padanya itu, mengecup pipinya sebagai permintaan maaf dan segera berlalu.
Tian berdiri beberapa langkah di belakang perempuan berambut hitam sebahu, memakai mini dress merah darah yang hanya menutupi sebagian pahanya. Meski penampilan perempuan yang dia tinggalkan tadi jauh lebih seksi namun tidak bisa di pungkiri jika perempuan yang tengah meneguk wine-nya itu terlihat jauh lebih menantang. Jika kebanyakan orang-orang datang ke tempat ini untuk mencari teman minum ataupun teman tidur, berbeda dengan perempuan yang tampak begitu menikmati kesendiriannya. Seakan hingar bingar Club malam tidak membuatnya merasa senang.
Baru saja Tian berniat mendekat, seseorang sudah lebih dulu menempati kursi kosong di samping perempuan itu. Tian mengangkat bahunya acuh, hendak kembali mencari mangsa baru namun beberapa detik kemudian Tian sudah menerjang seseorang hingga lawannya tersungkur di lantai. Menghajarnya keras hingga musik tiba-tiba di hentikkan dan orang-orang mulai mundur memberi jarak, tidak ingin terlibat dengan kemarahan seorang Septian Pramudya.
Setelah cukup puas menghajar laki-laki di bawahnya, Tian langsung menarik tangan perempuan itu ke arah tangga, membawanya ke lantai dua---ke ruang kerjanya.
Setelah menutup pintu ruangannya, Tian menelepon seseorang. "Urus dia! Jangan sampe gue liat dia balik lagi kesini."
Mendengar perintah itu, seseorang di seberang sana langsung bergerak cepat. Membereskan masalah yang membuat pemilik Club harus repot-repot turun tangan. Jangan tanya kenapa, karena Tian sendiri juga tidak mengerti. Entah setan apa yang mendorongnya untuk segera menolong perempuan cantik sok tahu ini. Dan sepertinya, setan tidak puas jika hanya mendorongnya sekali. Terbukti dengan Tian yang tiba-tiba merasa gerah ketika melihat bibir merah yang sedikit berisi itu menatapnya dengan tatapan sayu, sepertinya pengaruh alkohol.
Tian menarik pinggang perempuan itu, mendekatkan wajahnya dan berbisik tepat di depan bibirnya merah menggoda itu. "We meet again, Girl. And I made sure you would never be able to leave me again." Tian langsung membungkam perempuan itu dengan ciuman.
Karena terbawa perasaan, perempuan itu langsung mengalungkan tangannya di leher Tian dan mulai membalas ciuman Tian tidak kalah panas. Tian menggeram di sela-sela ciuman mereka, merasa gairahnya terpancing. Tian langsung menyudutkan perempuan itu di tembok, ciumannya pindah ke rahang perempuan itu, lalu menyusuri leher putih itu dengan bibirnya. Memberikan beberapa tanda disana.
"Your name?"
Tanya Tian di tengah-tengah kesibukannya menjelajahi leher perempuan itu.
"Hah?"
Perempuan yang sedang di landa kenikmatan itu tiba-tiba kehilangan kata-kata untuk menjawab.
"Nama lo!"
Perempuan itu menggigit bibir bawahnya, menahan desahan yang hampir keluar karena kenikmatan yang di berikan oleh bibir Tian.
"De-Deelara!" Jawabnya susah payah, dengan napas terengah-engah.
Tian menarik turun resleting gaun di punggung Deelara dengan gaya sensual, matanya menatap mata perempuan itu dalam. "Oke, Deelara. Gue Tian, anggap ini sebagai salam perkenalan dari gue."
Dengan satu kali sentakan, dress merah darah itu sudah mendarat di kaki Deelara. Menyisakan sepasang pakaian dalam berwarna hitam yang melekat di kulit putih itu. Tanpa pikir panjang, Tian mendekat dan mencium bibir itu lagi. Lagi dan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifeline - Septian Pramudya
Roman d'amourDengan gerakan pelan, Deelara berusaha menyikirkan tangan berotot itu dari perutnya. Lalu bergerak mengumpulkan pakaian dan dalamannya yang berserakan di lantai sambil menahan perih di bagian intinya. Setelah mengenakan semua pakaiannya, Deelara be...